💙 Mas Rezky
Bu Sri memang suka semaunya sendiri. Perintah dan kemauannya harus segera dituruti. Jika tidak, Ibu pasti akan terus menerorku dengan panggilan telepon tanpa henti seperti tadi.
Aku menghela napas lelah jika teringat lagi bagaimana memaksanya Ibu hari ini yang tetap memintaku untuk mau bertemu dengan perempuan pilihan Ibu. Padahal aku sudah berulang kali mengatakan, kalau aku tidak mau. Tapi Ibu tetap saja memaksaku. Bahkan Ibu sampai bilang, kalau aku tidak mau menemui perempuan pilihan Ibu, maka Ibu juga tidak mau bertemu dengan Rina, wanita cantik pilihanku.
Kalau sudah seperti itu, maka mau tidak mau, akhirnya memang aku yang harus mengalah dan mau menuruti kemauan Ibu kali ini untuk bertemu dengan perempuan pilihan Ibu.
Hanya untuk bertemu, tidak lebih, dan tidak akan berlanjut lebih lama. Karena cintaku akan tetap bertahan bagi Rina. Dan perempuan yang kumau untuk kujadikan sebagai istriku, tetap adalah Rina, bukan perempuan yang lainnya.
Aku melangkahkan kedua kakiku dengan kesal saat memasuki sebuah restoran seafood cukup besar yang ada di daerah Simpang Lima.
Masih merasa heran sekaligus sebal dengan kelakuan Ibuku sendiri.
Aku sebal, karena Ibu yang dengan semena-mena memaksaku untuk segera datang ke sini, ke restoran seafood ini. Padahal Bu Sri, Ibuku, jelas tahu, kalau anaknya juga mempunyai restoran seafood sendiri.
Lalu kenapa Ibu malah mengajakku untuk bertemu dengan orang lain di sini?
Kenapa bukan di restoranku saja?
Memang Bu Sri dan segala gagasannya, itu terkadang membuatku jadi geleng-geleng kepala. Rencana dan keinginan Ibu selalu saja di luar perkiraanku sebagai anak kandungnya.
Selain sebal, aku juga masih heran, kenapa Ibu tetap bersikukuh ingin terus mempertemukan aku dengan perempuan pilihan Ibu. Padahal, aku sudah berulang kali menolaknya, dengan mengatakan, kalau aku sangat mencintai Rina. Aku sudah mempunyai perempuan pilihanku sendiri. Tapi tetap saja, Ibu bersikeras memaksaku untuk datang ke sini.
Tiba-tiba, ponsel yang ada di tanganku berdering.
Kutebak, pasti Ibu yang sedang meneleponku saat ini.
Dan benar saja, saat kulihat, ternyata memang Ibu Sri tercinta yang sedang meneleponku sampai beberapa kali.
Aku menarik napas perlahan, mencoba mengumpulkan kesabaran, supaya aku bisa kuat mendengarkan semua bentuk omelan Ibu setelah ini. Karena aku tahu, kalau aku memang telah salah, sebab sudah terlambat 1 jam dari waktu yang telah Ibu beritahukan tadi pagi.
"Assalamu'alaikum, Bu."
"Wa'alaikumsalam."
Benar kan tebakanku. Jawaban salam dari Ibu sudah sangat dingin. Tak hangat seperti biasanya. Jadi sudah bisa dipastikan, kalau kali ini, Ibu akan langsung meluapkan amarahnya padaku.
"Kamu di mana, Dek? Kenapa lama banget sampainya? Ini Ibu di sini udah hampir 1 jam loh. Masa kamu nggak datang-datang? Ibu jadi nggak enak sama tamu yang udah Ibu ajak karena nunggu kamu kelamaan."
Aku menghela napasku. Ingin protes pada Ibu, tapi jelas kalau aku tak mungkin setega itu.
Aku kan sudah bilang tidak mau, tapi Ibu tetap memaksaku. Jadi jangan salahkan aku, kalau kali ini aku sedang berontak dengan sengaja datang terlambat dan seperti mengabaikan permintaan berulang dari Ibu.
"Dek, kamu dengar Ibu lagi ngomong nggak?"
"Nggih, Bu. Rezky dengar."
"Kalau dengar, ya jawab dong pertanyaan Ibu. Kok dari tadi malah diam aja kaya gitu."
Aku menghela napas lagi.
"Ini, Rezky sudah sampai, Bu. Udah masuk ke restonya. Ibu ada di sebelah mana?"
"Alhamdulillah. Mbok ngomong dari tadi loh, Dek, kalau kamu udah sampai. Ibu sama tamunya udah nunggu kamu sejam loh di sini."
"Astaga, Ibu. Iya, iya. Rezky minta maaf. Tadi, di resto, lagi ada banyak banget tamu. Jadi Rezky nggak bisa langsung tinggal begitu aja. Lagian, kenapa Ibu harus ngajak ketemunya di sini si? Kenapa nggak di restonya Rezky aja? Orang sama-sama restoran seafood."
"Udah, nggak usah kebanyakan protes. Udah terlambat, masih aja mau ngomel-ngomel. Harusnya, yang marah itu, Ibu. Bukan kamu."
Aku mendengus dengan sangat pasrah.
Karena mau dilanjutkan pun, percuma. Ibu Sri akan selalu ingin menang dengan segala argumentasinya.
"Ibu ada di sebelah mana? Ini, Rezky sudah sampai di dalam."
"Ibu ada di bagian luar, Dek. Di sebelah kanan pintu masuk, yang dekat sama taman."
Aku menolehkan kepalaku ke arah kanan, dan dari sini, aku langsung bisa melihat bagian resto yang ditata menjadi area outdoor dengan pemandangan taman dan juga pepohonan rindang di luar sana.
"Nggih, Bu. Sebentar lagi, Rezky ke sana."
"Ibu ada di meja nomor 5 ya, Dek."
"Nggih, Bu. Ya sudah, Rezky tutup dulu ya, Bu, teleponnya. Assalamu'alaikum."
"Wa'alaikumsalam."
Aku menghela napas untuk kesekian kalinya hari ini setelah selesai menerima telepon dari Ibu.
Aku mulai melangkahkan lagi kedua kakiku untuk menyusul Ibu. Dan di setiap langkahku, aku selalu berdoa, bahwa semoga, apa pun keputusan yang akan aku ambil nantinya, adalah keputusan yang paling tepat untukku dan juga kebahagiaanku.
Aku sudah melihat keberadaan Ibu yang saat ini sedang tertawa, sambil bercerita dengan seorang perempuan yang menggunakan dress panjang berwarna merah muda, di meja nomor lima.
Aku langsung menghembuskan napas panjang sekali.
Dari arah belakang seperti ini, aku bisa melihat, kalau sepertinya, perempuan pilihan Ibu memang sudah sangat dekat dengan Ibu. Karena buktinya, Ibu bisa sampai tersenyum dengan sangat bahagia seperti itu.
Aku tersenyum getir.
Andai Ibu juga bisa sebahagia itu saat aku bercerita tentang Rina. Maka pasti, aku juga akan merasa bahagia luar biasa.
Kali ini aku ingin minta maaf terlebih dahulu, siapa pun kamu, perempuan pilihan Ibu, aku tidak bisa bersamamu karena aku sudah mempunyai perempuan pilihanku.
Aku sudah dekat dengan meja yang ditempati oleh Ibu.
"Bu."
Saat Ibu menoleh bersamaan dengan perempuan yang ternyata sedang memangku seorang putri, rasanya jantungku seperti ingin jatuh dan ingin sekali menertawakan kebingunganku kenapa semesta mempunyai cerita serumit dan sekonyol ini.
Dan saat perempuan yang tadi kulihat dari belakang sedang bercerita dengan Ibu, juga memandang padaku dengan pandangan penuh rasa kejut sepertiku. Maka aku jelas bisa langsung menebak, kalau saat ini, dia juga pasti sedang sama terkejutnya seperti diriku.
Entah harus bahagia atau meronta terlebih dahulu. Tapi sepertinya, aku memang harus bersyukur karena telah menuruti kemauan Ibu.
Karena siang ini, di tempat ini, karena memenuhi permintaan Ibu, aku jadi bisa menyebut lagi nama perempuan cantik yang telah sangat kurindukan selama 3 minggu ini. Perempuan baik yang sangat dan paling ingin untuk kujadikan sebagai seorang istri.
Walau jantungku masih terus berdebar dengan degupan yang cepat sekali, tapi kini, aku sungguhan sangat bahagia karena bisa melihatnya lagi.
"Rina?" panggilku pada seorang perempuan yang sangat kurindukan, yang saat ini telah duduk satu meja bersama Ibu yang paling kusayang.
*****
KAMU SEDANG MEMBACA
Kali Kedua ✔
Roman d'amourJANGAN LUPA FOLLOW YA 😊😍 Mari kita dukung para penulis yang sudah berusaha keras mempublikasikan dan menyelesaikan setiap tulisannya dengan memberikan apresiasi pada karya serta kehadirannya 😊 ***** [COMPLETED] Tentang Elsa Azarina Safira, yang m...