116. Hari Pertama

430 53 0
                                    

❤️ Rina

"Bu. Ternyata, Mas Rezky manis banget ya. Kelihatan sayang banget sama Mba Rina. Manggil Mba Rina aja Adek, Bu. Adek. Mas Cahyo aja kalau panggil Shinta, langsung Shan Shin Shan Shin gitu."

Ibu langsung melemparkan bantal sofa pada Shinta, "Kamu itu, kebiasaan banget suka teriak-teriak begitu loh, Dek. Kalau sampai ketahuan kalau tadi kita lagi nguping, kan nggak enak sama Nak Rezky."

Shinta langsung cengengesan seperti tak punya dosa, "Maaf, Bu. Tadi, Shinta beneran kelepasan. Habisnya, Mba Rina sama Mas Rezky gemes banget, Bu. Gemes. Shinta jadi gemes, Bu."

"Kalau kamu gemes, ya tinggal kamu tiru sama Cahyo aja dong, sana."

"Ibu kaya nggak hafal Mas Cahyo aja, Bu. Dia kan kalem banget, Bu. Shinta cuma panggil sayang, Mas Cahyo udah langsung mengkeret."

"Ya berarti, kamu yang harus dikurangin sifat hebohnya, Dek. Jangan petakilan banget jadi istri."

"Ibu mah gitu banget kalau sama Shinta. Gini-gini, Shinta kan juga anak Ibu."

Ibu malah tertawa dan memutar bola matanya, ingin meledek Shinta yang saat ini sudah terlihat gondok di tempat duduknya.

"Rina."

"Dalem, Bu."

"Nak Rezky, memang laki-laki yang sangat sopan. Ngerti banget sama unggah-ungguh."

"Pripun, Bu?" (Bagaimana, Bu?)

"Ya itu, tadi, Nak Rezky sudah sangat benar. Kalau lewat lagi bawa kendaraan, terus lihat ada orang, ya kasih salam. Nunduk, atau minimal, bunyikan klaksonnya. Tandane ngormati. Kamu sama Shinta juga jangan sampai lupa ya, kalau lagi lewat, terus ada orang, jangan main lewat-lewat aja. Kasih salam dulu tanda permisi. Minimal, bunyikan klaksonnya biar orangnya tahu kalau kita udah nyapa."

"Nggih, Bu," jawabku dan Shinta kompak dalam satu waktu.

Ibu ingin berkata lagi, tapi suara bel pintu depan terdengar dan sedikit mengejutkan kami.

"Kayaknya, Mas Rezky sudah sampai, Bu."

Ibu mengangguk menyetujui tebakanku.

Baru saja aku ingin beranjak berdiri, tapi Mas Rezky sudah sampai di ruang tengah rumahku ini.

"Assalamu'alaikum," ucap Mas Rezky sambil menundukkan tubuhnya.

"Wa'alaikumsalam," jawabku, Ibu, Shinta, dan juga Elysia di waktu yang bersamaan.

Elysia langsung turun dari pangkuanku dan berlari ke arah Mas Rezky, "Ayah!" teriak putri kecilku begitu bahagia.

Karena kedua tangan Mas Rezky sedang penuh dengan barang bawaan, jadi Elysia hanya bisa menempeli kaki Mas Rezky.

Dasar Elysia.

Dari Anak Papa, sekarang berubah jadi Anak Ayah.

"El, itu, Ayahnya lagi repot loh. Jadi jangan langsung ditempelin begitu," tegur Ibu pada putri kecilku.

Tapi Elysia tak mengindahkannya, karena Elysia justru jadi semakin bergelayut manja di kaki kanan Mas Rezky Pramurindra.

Aku menghampiri Mas Rezky, dan langsung mengambil beberapa bingkisan yang ada di tangan kirinya. "Kok repot-repot sampai bawa bingkisan banyak banget kaya gini, Mas?"

Mas Rezky beralih memindahkan bingkisan yang ia bawa ke tangan kirinya, dan tangan kanannya langsung bergerak menggandeng Elysia untuk berjalan ke arah tempat Ibu sedang berada.

Kali Kedua ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang