66. Gadis Kecil

1.7K 182 47
                                    

💙 Mas Rezky

Tatapanku dan Rina langsung terputus karena ada seseorang yang menyerukan nama Rina.

"Rina!"

"Tante Rina!"

Aku lekas bangkit dari posisi berlututku dan berdiri di dekat Rina.

Dan ternyata, yang datang adalah Bu Hilda dan putrinya, Keira.

Rina sudah ikut berdiri di sampingku.

Sesampainya di hadapanku dan Rina, Bu Hilda lekas menyentuh lengan Rina. "Gimana keadaan El, Rin?"

"El masih di dalam, Da. Masih nunggu hasil pemeriksaannya."

Bu Hilda langsung mengangguk mengerti, "Nggak papa. InsyaAllah, El akan baik-baik saja."

Rina ikut menganggukkan kepalanya, "Iya, Da. Aamiin."

Bu Hilda meletakkan dua tas berukuran besar dan sedang yang tadi ia bawa di atas kursi tunggu, "Aku bawain tas kamu dan tas perlengkapannya El yang tadi ketinggalan."

Rina mengusap lengan atas Bu Hilda, "Makasih ya, Da, atas bantuannya."

Bu Hilda tersenyum dan memberikan anggukan kepalanya pada Rina.

Keira yang sejak tadi diam dan setia menggenggam erat tangan kanan Bu Hilda, tiba-tiba jadi maju dan mendekat pada Rina. "Tante Rina, El di mana? Kei mau ketemu sama El."

Rina tampak tersenyum, lalu berlutut, dan mengusap pipi Keira. "Iya, sayang. Nanti, kalau El udah selesai diperiksa, Kei bisa ketemu sama El. Keira tunggu ya? Dan doakan, semoga, El bisa cepat keluar untuk ketemu sama Keira."

Keira langsung menganggukkan kepalanya, "Iya, Tante. Nanti, kalau El udah keluar, Kei mau temenin El terus."

"Iya, sayang. Terimakasih ya, Kei."

Keira kembali mengangguk-anggukan kepalanya, "Sama-sama, Tante Rina."

Pintu ruang periksa Elysia akhirnya terbuka. Dan Shinta terlihat keluar dari sana.

Aku, Rina, Bu Hilda, dan Keira segera mendekat pada Shinta.

"Dek, gimana keadaan El? El nggak papa, kan?" tanya Rina gelagapan.

Shinta tersenyum, lalu menganggukkan kepalanya. "Alhamdulillah, El nggak papa, Mba. Paling masih syok karena kejadian tadi. Dan alhamdulillah, pertolongan pertamanya benar dan cepat. Jadi El nggak sampai kena hipotermia."

Semua orang yang sudah menunggu, langsung berucap syukur dengan penuh haru. "Alhamdulillah."

Rina menolehkan kepalanya untuk menatapku. "Terimakasih ya, Mas. Makasih banget karena Mas Rezky udah cepet banget menyelamatkan El."

Aku kembali memberikan anggukan kepalaku pada perempuan yang masih sangat kucinta, "Sama-sama, Rina."

"Mba Rina ganti baju aja dulu biar nggak kedinginan," ucap Shinta kemudian.

Aku yang sejak tadi bersama Rina, jadi mulai sadar kalau ternyata kondisiku dan Rina memang sama-sama masih basah karena tadi menggendong Elysia.

"Mas Rezky juga ganti baju dulu. Yuk. Soalnya, badan Mas Rezky basah semua," kata Shinta terlihat sekali sedang khawatir dengan kondisiku.

Aku hanya mengangguk, tapi bingung juga, karena aku sama sekali tak membawa baju ganti ke mari. Karena tadi, aku hanya fokus berlari secepat yang aku bisa, sebab memikirkan kondisi Elysia dan jadi lupa dengan keadaan diriku sendiri.

"Aku ke ruanganku sebentar ambil baju ganti buat Mba Rina," kata Shinta yang tanpa menunggu jawaban langsung melesat pergi meninggalkan kami semua.

Bu Hilda mengambil handuk dari dalam tasnya, "Rina, pakai dulu buat ngeringin bajumu," kata Bu Hilda menyerahkan satu handuk besar pada Rina.

Rina langsung menerimanya, "Makasih, Da."

Bu Hilda beralih ke arahku, dan juga menyerahkan satu handuk besar padaku. "Mas Rezky juga keringin dulu badannya, biar nggak masuk angin."

Aku mengangguk, dan segera menerima uluran handuk dari Bu Hilda. "Terimakasih, Bu Hilda."

Bu Hilda tersenyum padaku, "Sama-sama, Mas Rezky."

Tak berselang lama, Shinta sudah kembali dengan membawa satu paper bag di tangan kanannya. "Mba Rina cepetan ganti baju dulu biar nggak makin dingin."

Rina sudah menerima paper bag dari Shinta, lalu menganggukkan kepalanya. "Makasih ya, Dek."

"Sama-sama, Mba."

Setelah itu, Shinta langsung beralih padaku. "Mas Rezky ikut aku ke dalam, yuk. Biar aku mintain sama temen dokter yang ada di sana, barang kali, ada yang bawa baju ganti lebih."

Aku menggelengkan kepalaku secara perlahan. "Nggak usah, Mba. Terimakasih. Nanti, saya telepon asisten saya saja untuk antar baju ganti ke sini."

"Bener? Tapi Mas Rezky udah basah kuyup loh. Kalau kelamaan, nanti takutnya malah jadi masuk angin," kata Shinta lagi.

"Nggak papa, Mba. Saya nggak papa. Paling, sebentar lagi, Satrio juga sudah sampai. Tempat renangnya kan lumayan dekat dari sini."

Shinta akhirnya mengangguk, "Oke kalau gitu. Tapi kalau Satrio belum sampai juga, Mas Rezky harus cepat panggil aku ya. Aku ada di dalam urus administrasi El untuk pindah ruangan."

"Iya, Mba. Terimakasih untuk bantuannya."

Shinta tersenyum, lalu kembali menganggukkan kepalanya padaku. "Sama-sama, Mas. Aku yang harusnya bilang terimakasih, karena Mas Rezky udah cepet banget nolongin El."

"Sama-sama, Mba."

Shinta kembali memberikan senyuman dan anggukan kepalanya, sebelum dia beralih untuk menatap Rina. "Mba Rina sama Mba Hilda, langsung masuk ke ruang ganti pegawai aja, biar nggak ramai. Habis ini, langsung aku tunjukin tempatnya. Yuk."

Rina mengangguk.

"Pamit dulu ya, Mas. Ingat, kalau dalam waktu 10 menit, Satrio belum juga sampai, Mas Rezky harus langsung cari aku ya di dalam. Nanti, aku siapin baju ganti buat Mas Rezky," Shinta berbicara lagi dengan nada khawatir yang masih kentara sekali.

Aku jadi terkekeh melihat adik Mas Rama yang ternyata cukup cerewet juga seperti Rina. "Iya, Mba," kataku mengiyakan ucapan Shinta.

Shinta ikut terkekeh bersamaku, "Mba Rina, Mba Hilda, sama Keira, ikut aku masuk ke dalam, yuk."

Rina, Bu Hilda, dan Keira telah berlalu masuk ke satu ruangan yang ditunjuk oleh Shinta.

Aku yang jadi sendirian di sini, lantas berjalan mendekat ke arah pintu ruang pemeriksaan di mana Elysia masih berada di sana sejak tadi.

Aku mengintip dari satu celah kaca yang ada di pintu masuk ruangan.

Rasa senduku kembali ada, karena kini aku bisa melihat Elysia di sana dengan beberapa perawat yang menemaninya. Dan sepertinya, Elysia masih belum sadar juga.

"Sehat-sehat ya, sayang," ucapku pelan.

Ya. Semoga, gadis kecil kesayanganku baik-baik saja. Dan aku memang akan senantiasa berdoa, bahwa semoga, Elysia akan tetap baik-baik saja.

Tiba-tiba, ada seseorang yang menepuk bahuku. Jadi aku langsung menolehkan kepalaku.

Dan ternyata, yang datang adalah Satrio.

Panjang umur sekali dia. Belum sempat kutelepon, tapi Satrio sudah tiba, walau tanpa diminta.

"Mas Rezky ganti baju dulu biar nggak masuk angin."

Aku mengangguk dan segera berjalan bersama Satrio mencari kamar mandi terdekat untuk ganti baju.

Karena ternyata, aku memang sudah mulai merasa kedinginan juga.

*****

Kali Kedua ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang