76. Dua Hal Yang Berbeda

1.4K 68 5
                                    

❤️ Rina

Kini, hanya tertinggal aku dan Damar yang ada di ruang tengah.

Shinta mengantar Ibu ke kamar untuk istirahat. Sedangkan Mas Rezky dan Cahyo sedang ke kamar Elysia untuk memasang rumah Barbie super besar yang tadi dibawakan oleh Cahyo.

Aku duduk di sofa, dan meminum tehku yang masih tersisa.

"Rin."

Aku langsung mengangkat wajahku karena mendengar panggilan pelan dari Damar, "Iya, Dam."

Damar terlihat menarik napasnya secara perlahan, "Aku nggak tahu, kalau ternyata, El deket banget sama Mas Rezky."

Aku tersenyum, "Iya, Dam. Awalnya, Aku juga kaget banget. Karena El belum lama kenal sama Mas Rezky, tapi mereka udah bisa sedekat itu kalau ketemu."

"Bahkan, El nggak pernah sebahagia itu kalau lagi sama aku," ucap Damar begitu sendu.

Senyumku langsung memudar.

Karena kenapa suara Damar tiba-tiba jadi terdengar seperti tertahan?

"Kenapa kamu jadi ngomong kaya gitu, Dam?"

"Karena El memang nggak pernah sebahagia itu kalau lagi sama aku, Rin. El nggak pernah tersenyum dan tertawa sesering itu kalau lagi main sama aku."

"Tapi El juga deket sama kamu kok, Dam," kataku tak enak hati, karena melihat Damar yang jadi terlihat sedih setelah mengetahui kedekatan yang terjalin di antara Elysia dan Mas Rezky.

"Tapi nggak sedekat waktu El sama Mas Rezky tadi."

Aku terdiam.

Karena aku juga bingung harus berkata seperti apa. Aku takut, kalau aku justru jadi salah bicara, yang akhirnya malah membuat Damar jadi semakin kecil hatinya.

"Apa karena Mas Rezky juga, kamu jadi nolak aku, Rin?"

Aku membolakan kedua mataku.

Kenapa obrolannya jadi berpindah haluan seperti ini?

"Apa karena Mas Rezky juga, jadi kamu nggak mau kasih kesempatan kedua sama aku, Rin?" tanya Damar lagi.

Aku menghela napas pasrah.

Karena sepertinya, aku memang tak bisa menghindar dari obrolan ini. Aku memang harus menjelaskan sejelas-jelasnya supaya Damar bisa langsung mengerti dan tak lagi menaruh harapan besarnya padaku seperti saat ini.

"Bukan karena Mas Rezky. Tapi karena aku sendiri, Dam. Jawabanku murni karena diriku sendiri, bukan karena orang lain."

Ya. Jawaban telakku membuat ekspresi wajah Damar berubah muram seketika.

"Kenapa?"

"Apa memang harus ada alasannya?"

Damar mengangguk lesu ke arahku, "Ya. Karena aku ingin tahu apa alasan pastinya, kenapa kamu nolak untuk kembali sama aku."

Aku tersenyum, "Damar, kemarin, kamu minta aku untuk kembali dalam hubungan seperti apa?"

Damar mengangkat kedua alisnya. Sepertinya, Damar sedang bingung dengan pertanyaan yang baru saja kuajukan padanya.

"Kamu minta aku untuk kembali, lalu kembali dalam hubungan seperti apa yang mau kamu maksudkan?" tanyaku memperjelas pertanyaanku tadi.

"Pacaran?" jawab Damar seperti ragu-ragu. "Kita balik lagi kaya dulu waktu kita SMA?" tambah Damar kemudian.

"Kamu seperti nggak yakin sama jawabanmu, Dam."

Damar langsung menegakkan duduknya, "Aku yakin, Rina. Dan aku benar-benar serius dengan ucapanku kemarin waktu minta kamu untuk kembali sama aku."

Kali Kedua ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang