43. Bingkisan

2.8K 329 146
                                    

❤ Rina

"Assalamu'alaikum."

"Wa'alaikumsalam," jawabku dan Ibu serempak ketika ada seseorang yang masuk dan mengucapkan salam.

Dan ternyata, yang datang adalah Shinta.

"Loh, Dek. Kok ikut nyusul ke sini? Ibu kira, kamu masih mau istirahat," kata Ibu.

Shinta meletakkan paper bag besar yang ia bawa di atas meja. Lalu beralih menyalami Ibu dan aku, tak lupa juga mencium pipi kanan dan kiri kami berdua.

Shinta duduk di sebelah kiriku. Jadi sekarang, posisiku duduk di tengah-tengah antara Shinta dan Ibu.

"Iya, Bu. Tadinya, maunya, memang gitu. Mau tidur aja seharian di rumah. Tapi bosen banget. Soalnya, Mas Cahyo pergi ke Solo," jawab Shinta atas pertanyaan Ibu tadi.

"Owalah. Ya pantes kalau kamu jadi ikut nyusul ke sini. Memangnya, Cahyo di Solo berapa hari?" tanya Ibu lagi.

"Kayaknya, 3 hari 2 malam, Bu. Soalnya, Mas Cahyo sama ngisi seminar juga di sana," jelas Shinta.

Ibu mengangguk, lalu meminum teh hangatnya kembali.

"Kemarin, kamu sampai Semarang jam berapa, Dek?" tanyaku.

"Kayaknya, aku sampai rumah, jam 11 malam, Mba. Makanya badanku masih kerasa pegel nih sekarang."

"Lah kalau memang masih capek, kenapa nggak di rumah aja?"

"Bosen, Mba. Sendirian di rumah, jadi nggak ada yang bisa diajak ngobrol."

"Bosen apa takut?" ledekku.

Shinta langsung mendelikan kedua matanya ke arahku. Dan aku jadi langsung tertawa karena berhasil membuka alasan sebenarnya kenapa Shinta sampai menyusul Ibu ke rumahku.

Kuberi tahu. Kalau Shinta itu tak pernah berani sendirian di rumah, sejak dulu.

"Aku udah berani ya, Mba," Shinta mulai ingin berkilah.

"Masa?" tanyaku jelas tak mungkin mudah untuk percaya pada penakutnya seorang Shinta.

"Iya, Mba Rina. Beneran. Aku ke sini, karena sekalian mau nganterin titipan tuh buat Ibu, Mba Rina, sama El," kata Shinta sambil menunjuk paper bag yang tadi ia letakkan di atas meja.

"Titipan dari siapa?" tanyaku lagi.

"Dari Mas Rezky," jawab Shinta jelas sekali.

"Loh? Dari Nak Rezky? Kok bisa?" giliran Ibu yang bertanya.

"Buat acara di Bandung, Rumah Sakit tempat Shinta kerja, pakai biro perjalanan dari Mas Rezky, Bu. Jadi kemarin, selama di sana, Shinta selalu ketemu sama Mas Rezky. Terus, pas mau pulang, Mas Rezky nitipin itu. Katanya, buat Mba Rina, El, sama Ibu," jelas Shinta.

Aku meraih paper bag yang tadi Shinta bawa. Dan ternyata, isinya adalah makanan dan jajanan khas Bandung. Serta ada beberapa kotak kue kekinian dari artis yang beberapa tahun lalu sempat booming di Bandung.

"Kok banyak banget, Dek?" kataku terkejut setelah membuka dan melihat isi dari bingkisan yang dibawa oleh Shinta.

Shinta langsung mengendikan bahunya. "Mas Rezky kan kaya Mba Rina. Persis banget. Yang kalau ngasih sesuatu, pasti nggak pernah nanggung-nanggung banyaknya. Kemarin, aku juga dikasih kok, Mba."

Aku lekas mengulurkan paper bag oleh-oleh dari Mas Rezky kepada Ibu. "Ini, Bu."

Ibu ikut melongok untuk melihat isi dari paper bag yang kusodorkan pada Ibu. Dan ternyata, Ibu juga sama terkejutnya seperti diriku.

"Walah, ini kok banyak banget isinya?"

"Iya, Bu. Jadi nanti, Rina siapin buat dibawa Ibu ke rumah ya?"

"Tapi ini semua, beneran banyak banget, Rin. Kalau cuma buat Ibu, juga nggak bakal habis. Besok, kamu bagiin aja buat Mba Fitri bawa pulang. Terus Ibu, bawa buat Mba Tuti sama Pak Udin di rumah."

Aku langsung mengangguk tanda setuju, "Nggih, Bu."

Mba Fitri itu, Mba yang biasanya membantu untuk bersih-bersih di rumahku. Sedangkan Mba Tuti dan Pak Udin, adalah dua orang yang biasa mengurus semua keperluan dan menjaga di rumah Ibu.

"El di mana, Mba? Udah bobo?" tanya Shinta.

"Iya, Dek. Tadi, habis sholat isya, El langsung tidur. Kamu juga kalau mau tidur, langsung ke kamar aja, sana. Itu, soalnya mukamu kelihatan banget masih kuyu."

Shinta menguap, "Iya, Mba. Ini, aku tiba-tiba jadi ngantuk banget. Untung aja, tadi, pas lagi nyetir, aku masih bisa tahan."

"Kalau gitu, sana, cepat ke kamar," kataku sambil menepuk paha Shinta.

"Ibu, Shinta tidur sama Ibu aja ya?" pinta Shinta dengan manjanya.

Ibu langsung tertawa, "Dasar. Nggak ada Cahyo, jadi sekarang, mau peluk-peluk Ibu lagi ya?" ledek Ibu sambil menjawil hidung mancung milik Shinta.

"Iya lah. Udah lama juga kan Shinta nggak gelendotan sama Ibu. Jadi ayo, Bu. Istirahat. Tidur. Shinta udah ngantuk banget nih," kata Shinta yang kini sudah berdiri di hadapan Ibu.

Aku membantu Ibu berdiri dan memberikan tongkat bantunya. Dan Shinta juga sudah langsung sigap merangkul tubuh Ibu di sisi kanannya.

"Ibu tidur dulu ya, Rin," pamit Ibu padaku.

"Nggih, Bu. Kalau Rina mau beresin ini dulu," tunjukku pada dua gelas teh yang tadi diminum olehku dan Ibu.

"Oleh-oleh dari Rezky, yang basah, langsung masukin ke kulkas aja, Rin. Sekalian, semuanya," pesan Ibu.

"Nggih, Bu."

Ibu dan Shinta sudah mulai berjalan menuju kamar Ibu yang ada di rumahku. Letaknya dekat dari ruang tengah ini, jadi Ibu tak perlu menaiki tangga untuk sampai di sana.

*****

Selesai mencuci gelas dan juga memasukan semua oleh-oleh dari Mas Rezky ke dalam kulkas, aku langsung masuk ke kamar setelah mengunci gerbang dan juga pintu depan.

Tadi, aku juga sudah mencuci muka dan sikat gigi di kamar mandi kamarku. Jadi kini, aku sudah berada di atas tempat tidurku.

Aku menaikan posisi selimut untuk menutupi tubuh Elysia yang terlihat sudah sangat lelap dalam tidurnya.

Melirik jam dinding yang ada di dalam kamarku, ternyata, sudah pukul setengah 10 malam.

Meraih ponselku yang ada di atas nakas, kini aku jadi ingin sekali mengetik sebuah pesan.

Semoga saja aku tidak mengganggu. Karena aku takut lupa jika ditunda. Jadi aku putuskan, untuk langsung mengirimkan pesannya malam ini saja.

To : Rezky Pramurindra

Mas Rezky, aku dan Ibu mau mengucapkan, terimakasih banyak untuk semua oleh-olehnya 🙏😊

Oleh-oleh dari Mas Rezky, ada banyak banget, jadi aku bagiin juga buat Mba di rumah sama rumah Ibu yaaa

Sekali lagi. Terimakasih, Mas Rezky 🙏😊

Lancar barokah selalu untuk semua rezekinya

Akhirnya, aku langsung bernapas lega. Karena malam ini, aku sudah mengirimkan ucapan terimakasihku dan Ibu pada Mas Rezky.

Baru saja aku menyimpan kembali ponselku di atas nakas dan bersiap ingin berbaring, tapi ternyata ponselku malah berdering.

Saat aku melihat siapa yang meneleponku malam ini, ternyata dia adalah Mas Rezky.

"Loh? Mas Rezky belum tidur?" gumamku tak menyangka.

Malam-malam, dan Mas Rezky menghubungiku?

Jadi apa yang harus kulakukan sekarang?

Langsung menerimanya?

Atau pura-pura sudah tidur saja?

*****

Kali Kedua ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang