💙 Mas Rezky
Selesai sarapan, kini aku sedang duduk di ruang tengah bersama Mas Rangga. Sedang Ibu, beliau entah sedang pergi ke mana, aku tak mengetahuinya.
"Mas," panggilku.
Mas Rangga yang sedari tadi sedang sibuk menggonta-ganti chanel TV langsung menoleh ke arahku, "Apa, Dek?"
"Mas Rangga, biasanya, bakal ngapain kalau Mba Nadia lagi marah?"
Mas Rangga mengangkat satu alisnya, "Kenapa tiba-tiba kamu jadi nanyain hal kaya gitu, Dek?"
Aku memutar bola mata malas, bahkan juga dengan rasa kesal yang sangat kentara. Lalu setelahnya, aku langsung memasang sikap siaga. Karena keponya Bu Sri juga mendarah daging pada Mas Rangga.
"Tinggal jawab aja si, Mas. Seneng banget jadi balik tanya. Padahal pertanyaanku aja belum dijawab."
Mas Rangga langsung tertawa, "Astaga, Dek. Kamu ini udah besar loh. Malah udah waktunya, dan memang sangat pantas buat nikah. Masa masih gampang ngembekan kaya gitu?"
Aku mencibir, "Ya makanya. Kalau Mas Rangga memang pengin adiknya cepet nikah, ya cepet dijawab dong pertanyaanku tadi. Terus ya, Mas. Jangan panggil aku Adek lagi lah. Geli tahu dengernya."
Mas Rangga terkekeh lalu melemparkan satu bantal sofa ke arahku. "Nggak mau dipanggil Adek, tapi nggak mau nikah-nikah juga."
Aku makin mendelikan kedua mataku. Bahkan kini aku juga jadi mengeluarkan dengusanku.
Karena untung saja, bantal sofa yang Mas Rangga lempar tak sampai mengenai wajahku. Kalau tadi sampai terkena, jelas akan kubalas Mas Rangga dengan lemparan yang lebih menyakitkan dariku.
"Cepet jawab pertanyaanku tadi, Mas," todongku mulai tak sabar.
Tiba-tiba, Mas Rangga jadi mendekatkan tubuhnya ke arahku. "Kenapa jadi tanya kaya gitu? Kamu punya pacar ya, Dek?"
Aku memutar bola mata untuk yang kedua kalinya, "Cepet jawab aja, Mas. Nggak usah tanya-tanya dulu."
Mas Rangga tertawa lagi, lalu menyandarkan tubuhnya di punggung sofa yang sejak tadi kami duduki. "Kalau soal cara bujuknya, itu tergantung marahnya Nadia kenapa, Dek."
"Biasanya. Yang paling sering, Mas Rangga ngapain biar Mba Nadia nggak marah lagi?"
"Beliin Nadia tas atau sepatu."
Aku berpikir sejenak.
Kalau aku belikan tas atau sepatu untuk Rina, apa dia mau menerimanya?
Tapi kurasa, cara itu kurang tepat jika kulakukan sekarang pada Rina.
"Yang lain?"
Mas Rangga terlihat seperti sedang berpikir sangat keras, "Cium? Atau peluk?"
Cium atau peluk?
Tiba-tiba, aku jadi ingin tersenyum sekarang juga.
Tapi setelahnya, aku bersyukur karena aku langsung bisa menyadarkan pikiranku sebelum dia jadi berlari ke mana-mana.
Sebab sekarang, jelas tak mungkin kalau aku melakukan dua hal itu pada Rina. Bukannya tenang, bisa-bisa, Rina justru jadi semakin murka padaku jika aku berani melakukannya. Jika Rina hanya akan diam seperti kemarin, itu masih lumayan rasanya. Tapi kalau Rina langsung ngamuk dengan menampar atau menendangku, bagaimana?
Aku langsung bergidik ngeri.
Tidak mau.
Aku benar-benar tak berani mengambil resiko yang sangat mengerikan seperti itu jika aku sampai berani memeluk atau mencium Rina sekarang juga.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kali Kedua ✔
RomanceJANGAN LUPA FOLLOW YA 😊😍 Mari kita dukung para penulis yang sudah berusaha keras mempublikasikan dan menyelesaikan setiap tulisannya dengan memberikan apresiasi pada karya serta kehadirannya 😊 ***** [COMPLETED] Tentang Elsa Azarina Safira, yang m...