❤ Rina
"Ma. Dulu, cita-citanya Mama, pengin jadi apa?"
Aku langsung menundukkan kepalaku untuk melihat putri kecilku yang saat ini sedang berada di dalam dekapanku.
"Kenapa El tiba-tiba jadi tanya soal cita-citanya Mama? Memangnya, El tahu apa artinya cita-cita?"
Melihat anggukan kepala dari putriku tercinta, senyumku otomatis langsung terkembang dengan begitu sempurna.
"Kata Ibu guru, cita-cita itu, keinginan. Harapan."
"Tadi, di sekolah, Ibu guru jelasin soal cita-cita?" tanyaku sambil memberikan usapan lembut di pipi gembil putriku tercinta.
Lagi, putriku langsung memberikan anggukan kepalanya dengan gerakan yang lucu sekali.
"Iya, Mama."
"Terus, yang El tahu, apa lagi? Cita-cita itu, apa lagi artinya?"
Elysia, putriku tercinta, kini terlihat seperti orang yang sedang berpikir keras sekali dalam diamnya.
Yang saat ini, membuatku jadi langsung tertegun karena memandangi bagaimana ekspresi serius yang sedang ditunjukan oleh putriku. Dan setiap hal ini sedang terjadi, maka aku pasti akan selalu menahan tawaku.
Sebab ketika Elysia sedang menunjukan ekspresi serius dan berpikirnya, maka wajah Elysia pasti akan jadi mirip sekali dengan Papanya.
Setiap kali Elysia sedang berpikir, maka rasa-rasanya, Elysia berubah seperti seseorang yang sedang menanggung beban yang amat sangat berat untuk dipikul, sampai-sampai dahi dan kedua alisnya jadi berkerut begitu ketat. Bahkan terkadang, kedua tangannya juga akan ikut mengepal dengan sangat erat.
Memang ya, Elysia Zivanna Almaira, adalah anak Papa.
Tapi tenang saja, aku masih tetap bisa sedikit berbangga, karena wajah putri kecilku lebih banyak mirip denganku daripada dengan Papanya.
"Ehm. Cita-cita itu, pekerjaan," jawab Elysia pada akhirnya.
"Pekerjaan yang bagaimana?"
Ya. Rutinitas di dalam setiap waktu senggangku adalah bercerita dan berkomunikasi dengan si cerewet Elysia. Usia Elysia yang memang sudah memasuki taman kanak-kanak membuatnya penasaran dengan setiap hal yang masuk ke dalam penglihatan dan pendengarannya. Apa pun itu, jika Elysia merasa belum tahu, maka Elysia pasti akan langsung bertanya dan mengungkapkan semua rasa ingin tahu yang ada di dalam hatinya.
Entah itu tentang semut yang sedang berjalan sambil membawa makanan.
Atau tentang burung yang katanya sedang lapar karena terus bersuara.
Ada lagi tentang knalpot yang katanya kenapa suaranya harus berisik seperti itu.
Atau kenapa El harus sarapan, padahal mulut El mual kalau makan pagi-pagi.
Ya, semua hal akan selalu bisa Elysia tanyakan. Dari yang mudah, sampai pertanyaan yang kadang kali membuatku jadi terheran-heran, kenapa bisa-bisanya hal seperti itu terpikir oleh otak kecil putriku yang baru berusia 5 tahunan.
Kalau kata suamiku, Mas Rama, dia sering sekali berbicara seperti ini tentang Elysia. "El kan mirip banget kaya kamu, Na. Cerewet. Ceriwis. Jadi ya nikmati aja," ucap Mas Rama sambil tertawa.
Dan bukan hanya berhenti pada kalimat itu saja. Sebab setelahnya masih ada gurauan berikutnya, "Lha kamu si, pakai baterei ABC aja udah cukup, kamu pasangin baterei alkalin sama anak kita. Jadinya ya begitu, tenaganya nggak habis-habis walau kita yang nemenin dan jawab udah sampai ngos-ngosan dan bingung mau jawab apa lagi."
KAMU SEDANG MEMBACA
Kali Kedua ✔
RomansaJANGAN LUPA FOLLOW YA 😊😍 Mari kita dukung para penulis yang sudah berusaha keras mempublikasikan dan menyelesaikan setiap tulisannya dengan memberikan apresiasi pada karya serta kehadirannya 😊 ***** [COMPLETED] Tentang Elsa Azarina Safira, yang m...