125. Lega Luar Biasa

365 44 2
                                    

✨ Bu Widya

"Jadi? Bu Yanti sudah mau untuk menerima putri dan cucu saya?" tanyaku meminta kejelasan.

Bu Yanti tersenyum bahagia, dan segera menganggukkan kepalanya. "Ya, Jeng. Karena saya juga ingin memiliki seorang menantu dan cucu perempuan secantik mereka."

Aku terkekeh, "Ya, Jeng. Putri dan cucu saya, memang sama-sama cantiknya."

Bu Yanti terkekeh pelan, "Tapi lebih dari itu, hati saya lebih berharap, bahwa semoga, saya juga akan bisa disayangi sebesar itu oleh seorang putri. Seperti njenengan yang begitu disayangi dan dikasihi oleh Rina."

Aku tersenyum lagi, "Tenang saja, Jeng. Karena saya bisa pastikan, kalau putri tercinta saya adalah perempuan baik yang sangat berbakti pada orangtua."

"Jadi, mau berbagi putri tercintanya dengan saya, Jeng?" tanya Bu Yanti dengan senyum yang merekah indah di wajahnya.

Aku lekas mengangguk dan juga tersenyum pada Bu Yanti, "Tentu saja. Jika Jeng Yanti juga bisa berjanji akan menerima serta mengasihi putri dan cucu saya dengan sepenuh hati."

Bu Yanti tersenyum semakin bahagia, "Terimakasih, Jeng Widya."

"Saya yang harusnya berterimakasih, Jeng. Terimakasih, karena akhirnya Jeng Yanti mau membuka hatinya untuk putri dan cucu saya."

"Semua itu karena mereka adalah Rina dan Elysia, Jeng. Kalau bukan mereka, mungkin saya akan tetap pada pendirian saya untuk tidak menyetujui putra saya jatuh cinta dengan seorang janda."

"Terimakasih, Jeng. Tapi yang ingin saya katakan, entah Rina masih gadis atau sudah menjadi seorang janda, Rina tetap adalah perempuan baik yang sangat pantas untuk dicintai."

"Dan putra saya, Rezky, yang insyaAllah, akan selalu mencintai Rina seperti almarhum putra njenengan, Rama."

Aku kembali menganggukkan kepalaku, "Ya, Jeng. Dan supaya njenengan tahu, Jeng. Putra saya, Rama, dia sangat mencintai Rina semasa hidupnya."

Senyum bahagia semakin tercetak jelas di wajah Bu Yanti dengan begitu sempurna, "Dan saya juga bisa pastikan, kalau putra saya, Rezky, adalah pria yang sangat setia dengan cintanya."

Akhirnya, aku dan Bu Yanti jadi tertawa di waktu yang sangat sama.

Aku dan Bu Yanti benar-benar seorang ibu yang sedang sangat bangga dengan putra kami tercinta. Dan satu hal lagi yang sama. Putra kami, entah itu Rama atau Rezky, mereka mencintai satu wanita yang sama, yaitu Rina.

"Jadi, sekarang, kita sudah jadi calon besan, Jeng?" ucap Bu Yanti dengan senyumnya yang memperlihatkan kelegaan luar biasa.

Aku langsung menganggukkan kepalaku, "Iya, Jeng. InsyaAllah. Aamiin."

"Kalau begitu, saya ingin minta tolong sama njenengan, Jeng."

"Minta tolong apa, Jeng? Kalau itu memang untuk kebaikan putra dan putri kita, saya pasti akan langsung melakukannya."

"Saya ingin minta tolong, pastikan Rina mau untuk menerima ajakan saya. Karena nantinya, di sana, saya akan membawa serta putra tercinta saya, Rezky Pramurindra."

Aku langsung mengangguk dengan sangat mantap.

Dan akhirnya, aku dan Bu Yanti bisa sama-sama tersenyum lega. Karena sebentar lagi, insyaAllah, putra dan putri kami akan segera bersatu dan bahagia bersama.

- Flashback End -

Aku menutup kisah panjang negosiasiku dengan helaan napas yang sangat lega.

"Gitu ceritanya," kataku pada Rina.

Tiba-tiba aku jadi menolehkan kepalaku, karena mendengar Rina yang saat ini sedang terisak di bahuku.

"Loh? Kok malah jadi nangis?"

Rina mengusap kedua sudut matanya, "Rina nangis, karena sedang sangat bahagia, Bu. Terharu, karena Rina punya dua orang ibu yang luar biasa baik seperti Ibu dan Bu Yanti."

Aku tersenyum bahagia, lalu menggenggam erat tangan kanan Rina. "Sekarang, kamu nggak perlu takut lagi, Rin. Jangan ragu lagi. Karena semua orang sudah menerima kamu dan juga El. Kalian sudah dicintai. Jadi, sekarang, kamu harus pastikan, kalau kamu akan bahagia bersama Rezky. Ya?"

Rina langsung menganggukkan kepalanya, "Nggih, Bu. Dengan Elysia juga."

"Ya. Tentu saja. Jangan pernah lupakan cucu Ibu tercinta."

Rina tersenyum lalu kembali memeluk tubuhku, "Rina sayang banget sama Ibu."

Aku menepuk-nepuk tangan Rina, "Kamu jelas tahu bagaimana sayangnya Ibu sama kamu."

Rina mengangguk di bahuku, lalu mencium pipiku. "Iya, Bu. Pokoknya, Rina sayang banget sama Bu Widya."

Aku terkekeh.

"Besok, giliran Rezky ya yang dapat cium dari kamu?"

Rina langsung bersemu dan kembali menyembunyikan wajah cantiknya di bahuku, "Ibu."

Aku tersenyum bahagia, lalu berucap dalam hati dengan helaan napas yang sangat lega. "Rama, istri dan anakmu di dunia, sebentar lagi akan bahagia. Jadi kamu di sana juga harus bahagia. Tenang dan tetap baik-baik saja. Karena orang-orang yang kamu tinggalkan di dunia juga akan selalu tetap bersama-sama. Kami tetap satu keluarga. Tidak akan ada yang berubah walau kamu telah tiada."

*****

Kali Kedua ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang