14. Gratisan

3.3K 424 55
                                    

❤️ Rina

Aku mengusap sudut bibir Elysia setelah ia selesai meneguk minumannya. "Gimana? El suka sama makanannya?"

Elysia langsung mengangguk semangat sekali. "Suka, Ma. Semuanya, El suka. Telur goreng kribo sama rendangnya enak banget, El suka. Rendangnya nggak pedes. Udang gorengnya, juga gede-gede banget ya, Ma, hari ini."

Aku tersenyum.

Bahagia sekali melihat putri kecilku yang lahap dan suka sekali dengan menu makanannya. Apalagi, karena semua makanan yang Elysia pesan, habis tanpa sisa. Maka ini sungguhan pemandangan teramat melegakan yang membuat perasaanku jadi sangat bahagia.

"El mau bungkus udang gorengnya?"

Kukira, jawabannya adalah iya. Tapi ternyata, Elysia menggelengkan kepalanya.

"Nggak usah, Ma. Lain kali aja. Kapan-kapan lagi. Soalnya ini, El udah kenyang banget. Cake yang tadi Mama beliin, kan belum El makan. Masih utuh. Nanti, El makan cake aja. Nggak makan udang lagi. Sudah cukup, Ma." Jawab Elysia sambil menepuk-nepuk bagian perutnya yang kini jadi terlihat sedikit buncit karena kekenyangan.

Gemas sekali.

Sungguh.

Jadi segera memberikan usapan lembutku, rasa bahagiaku makin bertambah besar saja karena melihat lahapnya acara makan putri kecilku.

"Oke. Kalau gitu, kita bayar dulu yuk. Terus habis ini, kita ke rumah Eyang Uti dulu ya. Antar cake buat Eyang sama Tante Shinta."

Elysia kembali memberikan anggukan kepalanya, lalu segera turun sendiri dari kursinya.

Sedangkan aku sudah berdiri sejak tadi, setelah meraih tas yang sempat kuletakkan di samping kursi yang kutempati.

"Ayo, El," panggilku, sambil mengulurkan tangan kananku.

Elysia langsung menyambutku dengan balas menggandeng tanganku, untuk berjalan bersama menuju ke arah kasir yang sepertinya sudah menunggu.

"Meja nomer 9, Mba. Totalnya, jadi berapa?" tanyaku pada petugas kasir yang sudah tersenyum ramah sekali untuk menyambut kehadiranku dan juga Elysia.

"Untuk tagihannya, sudah dibayar semua, Mba," katanya.

Mendengar informasi yang baru saja kuterima, aku jelas langsung terkejut sampai sedikit membulatkan kedua mata.

"Loh? Dibayar sama siapa, Mba?"

"Sudah dibayar semua sama Mas Rezky, Mba."

Mas Rezky?

Kenapa nama ini yang jadi disebutkan dengan tiba-tiba sekali?

"Mas Rezky?" tanyaku jelas dengan keterkejutan yang belum mau untuk berhenti.

"Iya, Mba. Sama Mas Rezky."

"Kalau gitu, saya boleh minta notanya, Mba? Atau kasih tahu totalan saya jadi berapa? Biar nanti, saya bisa langsung ganti sama Mas Rezky."

"Kata Mas Rezky, nggak usah, Mba. Hari ini, semua makanan dan minuman buat Mba sama Adek cantik, gratis semuanya."

Aku makin terkejut.

"Tapi tadi, saya sama anak saya, makannya lumayan banyak loh, Mba. Masa dikasih gratis semua?"

Kasir itu tersenyum lagi, "Nggak papa, Mba. Kata Mas Rezky, kalau Mba sama Adek cantik mau bungkus untuk dibawa pulang, juga bisa, Mba. Akan dengan sangat senang hati langsung kami siapkan. Dan itu juga sama, tetep gratis semuanya."

Aku makin terkejut dengan ucapan Mba Kasir yang belum kutahu siapa namanya.

Karena kenapa kejutan dari Mas Rezky, bertubi-tubi sekali seperti ini?

Apa maksudnya?

"Mba kenal sama Mas Rezky?"

Mba Kasir tersebut langsung tersenyum penuh arti. "Iya, Mba. Saya kenal. Karena Mas Rezky Pramurindra, yang punya restoran ini."

Maka ini puncaknya. Informasi teramat terduga, yang membuat bulatan mataku jadi terbentuk semakin sempurna.

Mas Rezky pemilik Sari Laut?

Jadi restoran seafood kesukaan putri kecilku tercinta, milik Mas Rezky Pramurindra?

*****

Kali Kedua ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang