💙 Mas Rezky
"Assalamu'alaikum," salam Rina dan Gita bersamaan.
"Wa'alaikumsalam," jawab kami serempak yang sejak tadi telah berkumpul di sini.
"Maaf ya, kita telat banget datangnya," kata Rina.
"Nggak papa, Rin. Santai aja," jawab Jelita sambil cipika-cipiki dengan Rina dan juga Gita.
Setelah selesai berhalo ria dengan para gadis. Rina dan Gita langsung menganggukkan dan menundukkan kepalanya sebagai isyarat salam pada kami para lelaki yang telah berkumpul di sini.
Dan walau hanya untuk sesaat, tapi ketika mataku bertemu pandang dengan Rina, lalu dia tersenyum tipis ke arahku, rasanya, semua rasa sesak dan kesal yang sejak tadi telah berusaha kupendam di dalam hatiku, langsung sirna seketika. Mungkin karena efek aku yang sejak tadi jadi sangat merindukan kehadiran Rina. Jadi saat Rina sudah datang, maka semua rasa tak nyaman dalam hatiku bisa langsung menghilang karena melihat kedatangannya.
"El nggak ikut, Rin?" tanya Mareta.
"Nggak, Ta. El lagi di tempat Eyang Utinya. Ini malam Minggu, jadi tadi, habis pulang sekolah, El langsung ke sana," jawab Rina.
Mareta langsung mengangguk tanda mengerti. "Chayra juga nggak ikut, Git?" tanyanya pada Gita.
Gita menggelengkan kepalanya, "Nggak. Chayra lagi di rumah, sama Papanya. Mumpung Mas Gilang udah pulang kantor," jawab Gita dengan senyum lebarnya. "Sekali-kali, kan aku juga pengin ngerasain jadi gadis lagi yang bisa santai pergi tanpa harus bawa buntut," tambahnya lagi.
Dan setelah itu, kami semua langsung larut dalam obrolan panjang mengenang masa-masa SMA. Entah itu tentang hal remeh-temeh tentang cinta monyet, pusingnya tugas, mengingat lagi nama guru atau penjaga kantin. Dan tentu saja, kenangan sibuk dan mondar-mandirnya jadi anak organisasi siswa. Yang semua itu jelas menyenangkan dan mengundang banyak sekali tawa dari kami semua.
Sampai makan siang telah selesai kami santap, obrolan tetap berlanjut dan mencair seperti tak ada ujungnya. Memang begini lah kalau sudah bertemu dengan teman-teman yang satu frekuensi, apa saja bisa jadi objek obrolan, dari yang memang penting sampai hal tak bermutu pun bisa jadi bahan candaan.
"Aku ke belakang dulu ya. Karena ada kerjaan. Monggo, dilanjut lagi obrolannya. Kalau ada yang mau nambah, langsung pesan aja, nggak usah sungkan," kataku sambil bangkit berdiri dari dudukku.
"Makasih ya Mas Rezky buat semua traktirannya," kata Vivi dengan senyum bahagianya.
"Iya, Mas. Maaf, karena jadi banyak merepotkan. Kalau tahu Mas Rezky nggak mau dibayar, kita nggak bakal nentuin tempat kumpulnya di sini," kata Jelita seperti merasa tak enak hati.
"Nggak papa. Santai aja. Udah lama juga kan kita nggak ketemu lumayan ramai kaya gini. Jadi itung-itung, syukuran. Karena siapa tahu, setelah ini, agenda kumpul kaya gini bakal jadi dirutinkan," kataku kemudian.
"Siap, Mas. Memang Mas Ketua OSIS paling peka dan pengertian banget sejak dulu," kata Bagus memujiku.
Iqbal langsung melemparkan sedotan minumannya ke arah Bagus, "Halah. Habis dapet gratisan, langsung lancar banget ya ngerayunya."
Dan aku hanya bisa terkekeh karena melihat perdebatan mereka.
"Ya udah. Aku ke belakang dulu ya. Kalau mau bungkus buat dibawa pulang, juga boleh. Langsung pesan aja sama Diba yang ada di bagian kasir. Aku duluan ya. Jangan lupa main-main lagi ke sini. Bawa teman dan saudara kalian, biar makin ramai," kataku sebelum benar-benar pamit undur diri.
Mereka semua langsung menganggukkan kepala dan juga mengangkat ibu jari mereka di udara.
Aku tersenyum dan mengitarkan pandanganku ke arah mereka semua, sampai akhirnya aku berbalik pergi ke arah ruanganku karena Satrio yang sudah ingin meneleponku sebab kami akan membicarakan urusan biro perjalanan yang memang harus bisa diselesaikan dengan sangat segera.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kali Kedua ✔
RomanceJANGAN LUPA FOLLOW YA 😊😍 Mari kita dukung para penulis yang sudah berusaha keras mempublikasikan dan menyelesaikan setiap tulisannya dengan memberikan apresiasi pada karya serta kehadirannya 😊 ***** [COMPLETED] Tentang Elsa Azarina Safira, yang m...