50. Harap Yang Terucap

2K 192 37
                                    

❤ Rina

Selang beberapa menit setelah Mas Rezky pulang, ternyata, dokter datang untuk memeriksa keadaan Ibu sekarang. Dan bersyukur sekali, karena kondisi Ibu sudah stabil, jadi sore ini, sudah diperbolehkan untuk pulang.

Elysia ikut bersama Shinta untuk mengurus administrasi Rumah Sakit. Sedangkan aku, tetap di ruangan menjaga Ibu, sekaligus merapikan semua barang-barang selagi menunggu Cahyo datang untuk menjemput.

"Rina," panggil Ibu tiba-tiba.

Aku yang sedang memasuk-masukan makanan dan alat makan ke dalam tas besar lekas menoleh dan berjalan menuju bed di mana Ibu berada. Aku duduk di kursi yang berada di samping ranjang rawat Ibu, dan tersenyum kepadanya. "Dalem, Bu." (Iya, Bu)

"Nak Rezky, laki-laki yang sangat baik ya."

Aku mengernyitkan dahiku. Sedikit merasa bingung karena kenapa Ibu tiba-tiba membicarakan Mas Rezky di hadapanku?

Tak biasanya.

Ya walau pun memang Ibu juga cukup sering bercerita tentang Mas Rezky, tapi tak biasanya Ibu membukanya dengan pujian seperti ini.

"Iya, Bu. Mas Rezky memang sangat baik."

"Anaknya ulet. Tekun. Sopan. Sama orang tua juga ngajeni banget. Dan kayaknya, Nak Rezky anak yang sangat berbakti sama orangtuanya."

(Ngajeni = Menghormati)

Aku tersenyum, "Nggih, Bu."

"Bapak Ibunya Nak Rezky, masih lengkap, Rin?"

"Setahu Rina, dulu, waktu SMA, Bapaknya Mas Rezky sudah nggak ada, Bu."

"Berarti, tinggal sama Ibunya ya?"

"Nggih, Bu."

"Kamu udah pernah ketemu sama Ibunya Rezky?"

Aku makin mengerutkan dahiku.

"Belum pernah, Bu."

"Dulu, waktu SMA, kamu dekat sama Nak Rezky?"

Kenapa rasa-rasanya pertanyaan Ibu jadi semakin aneh kepadaku?

"Dekat yang gimana, Bu?" tanyaku coba memperjelas.

"Ya dekat. Sering ngobrol. Atau pernah pergi berdua, gitu."

"Kalau ngobrol, ya lumayan, Bu. Soalnya dulu, waktu SMA, Rina sama Mas Rezky sama-sama jadi anggota OSIS. Kalau pergi berdua, nggak pernah, Bu. Rina sama Mas Rezky ketemu, ya hanya di sekolah saja."

"Nggak pernah ketemu kalau di luar sekolah?"

"Ya pernah sesekali. Tapi itu juga nggak sengaja, Bu. Ketemu, karena memang ketemu waktu di jalan. Bukan yang ketemu karena janjian buat pergi bareng."

"Menurut kamu, Nak Rezky itu, laki-laki yang gimana?"

Aku tersenyum singkat, karena sepertinya aku mulai paham mau ke mana arah pembicaraan yang Ibu tuju kali ini.

"Ibu mau bicara apa sama Rina?" tanyaku dengan senyuman yang sangat kentara.

Ibu ikut tersenyum juga ke arahku, "Tujuan Ibu udah kelihatan banget ya?"

Aku masih tersenyum pada Ibu, "Ibu pengin ngendika nopo?" (Ibu mau bicara apa?)

Melihat senyum cerah yang Ibu tunjukan, juga helaan napas panjang yang Ibu keluarkan, aku benar-benar jadi bisa menebak bab apa yang saat ini akan Ibu sampaikan.

"Ibu memang belum lama kenal sama Nak Rezky. Tapi kalau kamu kan udah lama kenal sama Nak Rezky."

"Lalu?"

Kali Kedua ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang