3. Kewajiban

5.2K 220 4
                                    

❤ Rina

"Nggih, Bu. Terimakasih. Saya titip El nggih, Bu. InsyaAllah, setengah jam lagi, saya sudah sampai di sekolah."

" ..... "

"Nggih, Bu Dewi. Sekali lagi, terimakasih banyak, Bu. Wa'alaikumsalam."

Setelah selesai dengan panggilan teleponku, aku lekas meletakkan kembali ponselku ke dalam tas jinjingku.

"Yang telepon, siapa, Rin?"

Mendengar pertanyaan seperti itu, aku langsung menolehkan kepalaku ke arah ibu mertuaku.

"Tadi, yang telepon, Bu Dewi, wali kelasnya El di sekolah, Bu."

"Bu Dewi bilang apa, Rin? Ngabarin kalau El udah balik dari Cimory?"

Aku lekas memberikan anggukan kepalaku. "Nggih, Bu. Tadi, Bu Dewi kasih kabar, kalau El udah bisa dijemput di sekolah."

"Ya sudah, kalau gitu, kamu langsung jemput El aja, Rin. Ibu bisa sendiri di sini."

"Nggak, Bu. Rina tunggu sampai Ibu masuk ke ruang periksa."

"Nggak usah, Rin. Ibu nggak papa. Ibu beneran bisa sendiri di sini. Kasihan El kalau nunggu kelamaan di sekolah."

"Nggak papa, Bu. Tadi, Rina juga udah titipin El sama Bu Dewi. Jadi insyaAllah, El aman di sana, Bu."

"Jemput El sekarang aja, Rin. Sebentar lagi, udah mau masuk jam makan siang. Takutnya, jalanan macet banget, nanti kamu malah jadi makin lama sampai sekolahnya El."

"Nggak papa, Bu. Pokoknya, Rina tunggu sampai Ibu masuk ke ruang periksa, baru nanti, Rina tinggal untuk jemput El di sekolah."

"Kalau mau kamu tetap begitu, berarti, sekarang, kamu telepon adikmu aja, Rin. Telepon Shinta suruh temani Ibu di sini. Jadi kamu bisa langsung pergi buat jemput El."

"Tadi, Rina udah telepon Shinta, Bu. Tapi katanya, Shinta belum bisa keluar sekarang. Soalnya pasiennya masih lumayan banyak."

"Walah, terus piye, nduk?" (Terus, gimana, Nak ?)

(Nduk = di Jawa, ini merupakan sebutan/panggilan sayang untuk seorang anak perempuan)

"Mboten nopo-nopo, Bu. Ibu nggak usah khawatir, insyaAllah, El aman di sekolah. Jadi Rina temani Ibu di sini sampai Ibu masuk, atau sampai Shinta datang. Ya, Bu?"

(Mboten nopo-nopo = Tidak apa-apa)

"Maaf ya, Rina. Ibu jadi buat kamu repot terus karena harus nganterin Ibu kontrol kaya gini."

Aku langsung meraih tangan Ibu mertuaku, dan tak lupa juga untuk memberikan senyumanku. "Ibu kan Ibu Rina. Jadi Ibu sama sekali nggak pernah buat Rina repot. Dan ini memang sudah jadi tugas Rina untuk berbakti sama Ibu."

Ibu balas tersenyum dan ikut menggenggam erat tanganku. "Terimakasih ya, sayang. Rina memang menantu perempuan Ibu yang paling baik."

Aku terkekeh untuk sesaat. "Ya iya, Bu. Kan Rina memang menantu perempuan Ibu satu-satunya. Suami Shinta nanti, kan menantu laki-laki Ibu."

Ibu ikut terkekeh bersamaku. "Intinya, buat Ibu, Rina akan tetap selalu jadi menantu yang paling baik."

"Aamiin. Terimakasih, Bu."

*****

Sejak tadi, aku masih setia duduk di kursi yang ada di ruang tunggu poli syaraf rumah sakit Karyadi.

Kali Kedua ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang