33. Mengulang Kenangan

2.6K 372 97
                                    

❤️ Rina

Aku sedang duduk santai bersama Elysia, Shinta, dan juga Ibu di ruang keluarga.

"Nanti, acaranya mulai sore, habis sholat asar. Tadi, Bu Wasis telepon, kalau insyaAllah, anak-anak sudah siap semua jam segitu."

"Nggih, Bu," kataku dan Shinta kompak sekali.

"Bu," panggil Shinta.

"Kenapa, Dek?"

"Ibu kenapa tiba-tiba jadi pengin ngerayain ulang tahun Mas Rama tahun ini? Dua tahun kemarin, kita cuma nganterin bingkisan dan bantuan rutin aja ke sana. Nggak sama ngadain acara kaya sekarang," tanya Shinta. Yang sebenarnya, aku juga merasa penasaran dengan hal yang serupa dengannya.

"Nggak papa. Soalnya, Ibu kangen banget sama suasana di sana. Dulu, waktu Masmu masih ada, tiap Rama ulang tahun, kita sekeluarga pasti akan langsung ke sana. Terus, kemarin, Bu Wasis juga cerita, kalau sekarang, anak-anak di panti jadi tambah banyak jumlahnya. Ada bayi-bayi juga. Jadi Ibu pengin banget lihat langsung keadaan di sana sekarang kaya gimana."

"Ibu pengin gendong bayi lagi ya?" tanya Shinta lagi dengan nada penasaran luar biasa.

Dan Ibu langsung tersenyum sumringah sekali. "Kamu langsung bisa paham kode dari Ibu ya, Dek?"

Shinta langsung menghela napas dengan cukup panjang di sebelahku. "Tuh kan, bener tebakanku."

"Ya nggak papa dong, Dek. Ibu kan nggak pernah minta cepat atau nuntut dari kamu. Ibu cuma pengin lihat bayi aja. Kan gemes banget."

"El juga mau lihat dedek bayi, Eyang," kata Elysia ikut menimpali dengan suaranya yang terdengar amat senang.

"Iya, sayang. Nanti sore, kita lihat dedek bayi ya, El. El suka dedek bayi cowok? Atau cewek?" tanya Ibu terlihat bahagia sekali.

"Suka semuanya, Eyang. Yang penting, dedek bayinya nggak nakal, El pasti suka," kata Elysia dengan sangat jelas dan mantap sekali jawabannya.

Ibu terkekeh pelan, "Iya. El berdoa juga ya, semoga, El bisa cepat punya adik bayi sendiri. Jadi, El bisa gemes sama adik bayinya di rumah, sama Eyang juga."

"Aamiin," kata Elysia sambil mengusapkan kedua telapak tangannya yang terbuka di wajah mungilnya.

"Terus aja, Bu. Ibu mah kalau kode suka nggak nanggung-nanggung kaya gitu. Langsung cepet banget cari sekutu," ucap Shinta terlihat sekali sedang menahan kesal.

Ibu kembali tertawa, "Ya nggak papa lah, Dek. Semakin banyak yang mendoakan, siapa tahu, juga akan jadi cepat dikabulkan sama Allah."

"Aamiin. Ibu doakan terus ya. Semoga, Ibu cepat dapat cucu lagi dari aku sama Mba Rina," kata Shinta sambil tertawa.

Aku langsung mendelik tanda tak percaya, "Kok Mba Rina jadi ikut-ikutan dibawa-bawa si?"

Shinta malah cengengesan, dan langsung bergelayut manja di lenganku.

"Aamiin," jawab Ibu semangat sekali.

"Tuh, Mba. Udah langsung di-aamiin-in sama Ibu. Jadi, Ibu memang pengin banget punya cucu lagi dari aku sama Mba Rina," ujar Shinta semakin bahagia.

"Kan kalau dari Mba, udah ada El."

"Ya adiknya El lah, Mba," timpal Shinta dengan senyum lebarnya.

Baru saja aku ingin mendebat ucapan Shinta, tapi Ibu sudah kembali berbicara. "Pokoknya, Ibu aamiin-in semua doa baiknya. Semoga, gusti Allah ijabah, Ibu bisa lihat cucu lagi dari Shinta dan Rina."

Kalau Ibu sudah berbicara seperti itu dengan suara teduhnya, maka aku bisa apa?

Ingin sekali untuk mengelak, tapi hati jadi tak kuasa.

Dan Shinta jelas langsung tersenyum sangat bahagia ke arahku.

Dasar.

Sepertinya, Shinta jadi merasa punya pendukung kuat untuk membujukku menikah lagi.

Hari ini, kami semua berkumpul di rumah Ibu karena ingin merayakan ulang tahun Mas Rama. Entah apa yang terjadi sebenarnya, tapi aku juga merasa bingung seperti Shinta. Karena tahun ini, tiba-tiba sekali, Ibu meminta hari ulang tahun Mas Rama dirayakan seperti biasanya. Padahal dua tahun lalu, setelah kepergian Mas Rama, kami tak pernah lagi merayakannya.

Aku sangat ingin bertanya apa alasan pastinya. Tapi melihat Ibu yang sangat bahagia ketika menyiapkan semua rangkaian acara untuk hari ini, aku jadi urung untuk melakukannya. Melihat Ibu bahagia, rasanya, tak mungkin jika aku membebani beliau dengan pertanyaan-pertanyaan seperti itu padanya.

Acara rutin setiap hari ulang tahun Mas Rama adalah membagikan bingkisan dan juga bantuan. Kami mempunyai dua tempat yang biasa kami datangi setiap Mas Rama ulang tahun. Satu tempat adalah panti asuhan untuk anak-anak terlantar, dan satu tempat lagi adalah pondok atau asrama untuk para penghafal quran.

Kemarin, kami sekeluarga sudah datang ke pondak hafizul quran. Jadi untuk acara hari ini, adalah jadwal kami untuk mendatangi panti asuhan. Bahkan, Ibu juga menghendaki untuk mengadakan acara di sana secara langsung.

Jadi sepertinya, hari ini, memang hari kami sekeluarga untuk mengenang keberadaan Mas Rama seperti tahun-tahun dahulu ketika Mas Rama masih ada.

"Mas Rama. Baik-baik selalu ya di sana. Doa Rina dan Elysia, akan selalu ada untuk Mas Rama."

*****

Kali Kedua ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang