44. Sebuah Panggilan

1.9K 142 15
                                    

❤️ Rina

Setelah berpikir berulang kali, kini aku jadi seperti tak bisa melarikan diri, karena panggilan telepon dari Mas Rezky yang belum kunjung berhenti.

Jadi kini, aku lekas beranjak dan bersandar di kepala ranjang untuk menerima panggilan telepon dari Mas Rezky.

"Assalamu'alaikum, Mas."

"Wa'alaikumsalam, Rina."

"Mas Rezky belum tidur? Apa kebangun gara-gara ada pesan masuk dari aku?"

"Ini, aku baru aja sampai di rumah, Rin. Tadi, lagi ngunci pintu. Eh, kamu kirim pesan. Jadi sekarang, langsung kutelepon."

"Mas Rezky baru sampai di rumah? Baru pulang kerja?"

"Iya, Rin. Habis rapat di biro sama anak-anak buat acara di Nuansa besok."

"Wah, acara sekolahnya El buat besok, pakai tim dari Mas Rezky lagi?"

"Iya, Rin. Alhamdulillah. Bu Wulan kasih rezeki lagi."

Aku ikut bahagia mendengarnya.

"Iya, Mas. Alhamdulillah. Selamat."

"El udah tidur?"

"Udah, Mas. Ini, El udah tidur di samping aku."

"Kok kamu belum tidur?"

"Tadi, aku habis cerita-cerita sebentar sama Ibu dan Shinta, Mas."

Ada hening sebentar.

Tapi tak lama setelahnya, terdengar suara pintu yang ditutup di seberang sana.

"Ya udah, barang kali, sekarang, Mas Rezky mau istirahat."

"Iya, Rin. Sebentar lagi. Ini baru banget nyampe, jadi mau ambil napas dulu. Kamu udah mau tidur?"

"Belum si, Mas. Kenapa?"

"Nggak papa si. Mau minta temenin sampai aku ngantuk, tapi takut kamu nolak."

Mas Rezky terdengar sedang tertawa pelan di seberang sana. Jadi di sini aku juga berusaha sekuat tenagaku untuk menahan tawaku karenanya.

"Istirahat, Mas. Tidur. Mas Rezky juga pasti capek, kan? Baru pulang dari Bandung, tapi sekarang, udah harus langsung kerja lagi."

"Capek, tapi seneng, Rin. Karena alhamdulillah, di Semarang, udah mulai banyak yang tahu Eka Wijaya. Jadi ya walau pun capek, tapi tetep masih sangat dinikmati."

"Iya, Mas. Alhamdulillah. Semoga Allah selalu kasih kemudahan, kelancaran, dan kesehatan buat Mas Rezky ya."

"Aamiin. Terimakasih, Rina. Terimakasih untuk semua doa baiknya."

"Sama-sama, Mas."

"Ya udah. Kamu istirahat ya. Terimakasih karena udah mau angkat teleponku malam-malam begini."

"Sama-sama, Mas. Terimakasih juga ya untuk oleh-olehnya. Banyak banget loh yang Mas Rezky kasih tadi."

Mas Rezky kembali terdengar sedang terkekeh di seberang sana.

"Nggak papa. Biar bisa bagi-bagi sama yang lain juga."

"Iya, Mas. Mba di rumahku, sama di rumah Ibu, jadi kebagian semuanya. Shinta juga."

"Alhamdulillah. Biar bisa nyobain semuanya ya."

"Iya, Mas. Sekali lagi, terimakasih ya. Lancar selalu untuk semua rezekinya."

"Aamiin. Sama-sama, Rina. Ya udah, kamu susul El tidur ya. Aku juga bentar lagi tidur. Tapi mau bersih-bersih sama ganti baju dulu."

"Iya, Mas."

"Sampai ketemu besok di sekolahnya El ya."

"Iya, Mas. Sampai ketemu besok."

"Assalamu'alaikum, Rina."

"Wa'alaikumsalam, Mas Rezky."

Panggilan teleponku dan Mas Rezky telah berakhir. Jadi kusimpan lagi ponselku di atas nakas, dan bersiap untuk menyusul putri kecilku masuk ke alam mimpi.

Kurengkuh tubuh kecil Elysia, dan kucium lembut bagian keningnya. "Mimpi indah, sayang," kataku, sebelum akhirnya aku ikut tertidur sambil memeluk putri kecilku tercinta, Elysia.

Terimakasih untuk yang baik hati. Semoga Allah selalu memberikan perlindungan untuk semua orang yang kukasihi.

Aamiin.

*****

Kali Kedua ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang