36. Sarapan Sayang

3.3K 371 116
                                    

💙 Mas Rezky

Pagi ini, tiba-tiba, aku jadi ingin sekali sarapan bubur ayam. Padahal, biasanya, aku masak sendiri. Tapi entah kenapa, hari ini, aku ingin jajan di luar.

Jadi setelah selesai mandi, aku langsung bergegas keluar rumah karena ingin segera makan bubur ayam. Dan kebetulan, di dekat perumahanku, ada penjual bubur ayam yang enak. Harganya murah, tapi porsinya mantap sekali. Makanan tambahan dan sate-sateannya juga banyak pilihannya. Jadi selain enak, porsi makanan mereka juga sangat bisa untuk membuat perut kita jadi kenyang.

Setelah mengunci pintu, aku langsung mengendarai sepeda motorku dengan kecepatan sedang. Hanya pergi ke depan komplek, jadi cukup dengan sepeda motor saja. Lagipula, sepeda motorku juga jarang sekali keluar dari garasi karena aku yang lebih sering menggunakan mobil untuk kegiatanku sehari-hari.

Selain itu, sepeda motor ini jadi jarang sekali bisa kugunakan dari semenjak aku membelinya, karena Ibu Sri, ibuku tercinta, yang sering protes setiap kali aku ingin mengendarainya.

Kata Ibu, "Ngapain si, Dek? Beli motor mahal-mahal begini? Jok boncengannya kecil, miring, tapi tinggi. Naiknya kan jadi susah, Dek. Badannya juga gede banget. Ribet lah pokoknya, Dek. Udah gitu, kalau panas, ya tetap kepanasan. Kalau hujan, ya tetap kehujanan."

Ya begitulah.

Ibu Sri dan segala bentuk komentarnya, memang harus selalu bisa untuk dituruti. Jadi setiap Ibu sedang berkunjung ke Semarang, aku tak pernah memakai motorku ini. Daripada Ibu Sri berkomentar, jadi lebih baik, cari aman saja demi kesejahteraan hidupku nanti.

Aku sudah sampai di kedai bubur ayam dekat komplek perumahanku ini. Dan seperti yang sudah kuduga, kedainya ramai sekali karena ini memang masih waktu yang pas untuk sarapan pagi.

Setelah sampai, aku segera mendekati penjual yang ada di bagian pemesanan. "Bu, buburnya satu ya."

Ibu penjual tersebut langsung menyambut kedatanganku dengan ramah sekali, "Komplit, Mas?"

"Iya, Bu. Komplit."

"Kalau minumnya, mau apa, Mas?"

"Teh hangat saja, Bu."

"Siap, Mas. Nanti, kalau sudah siap, pesanannya akan segera diantar."

"Terimakasih, Bu."

Selesai memesan, aku langsung masuk ke kedai untuk mencari tempat duduk yang masih tersedia. Beruntung, masih ada satu meja dengan empat kursi yang belum ditempati. Dan lebih enaknya lagi, kebetulan sekali, tempat duduk yang kosong ini berada di pojok dekat dengan tembok, jadi aku tak perlu bersenggolan dengan tamu yang lain.

Sambil menunggu pesananku datang, aku membuka ponselku, sekedar ingin membaca kabar terkini yang ada di portal berita online. Dan hampir semua artikelnya penuh sekali dengan berita mengenai demo dan wacana tentang pengesahan RUU Cipta Kerja.

Masih asik membaca berita, tiba-tiba, ada seseorang yang memanggil namaku dengan suara gemasnya. "Om Eky!"

Aku langsung tersenyum sepenuh hati, karena sudah hafal betul dengan siapa yang memanggilku dengan panggilan ini. Dan itu pasti Elysia, putri cantiknya Rina.

Meletakkan ponselku di atas meja, aku segera mengangkat wajahku untuk menyambut kedatangan Elysia.

"Halo, El," jawabku sambil melambaikan tangan ke arah Elysia yang saat ini sedang berjalan ke arah mejaku dengan begitu ceria. Tentu saja, Elysia datang bersama Mama cantiknya, Rina.

Rina dan Elysia sudah berdiri di dekat mejaku. Dan dengan sopannya, seperti biasa, Elysia langsung memberikan salam padaku dengan mencium punggung tanganku.

Kali Kedua ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang