97. Titik Terang

438 53 2
                                    

❤️ Rina

Aku mengantarkan Bu Yanti sampai di depan pelataran butik.

"Bu Yanti beneran nggak mau saya antar pulang saja?" tawarku untuk kesekian kalinya.

Bu Yanti tersenyum padaku, lalu kembali mengusap rambut panjang Elysia yang sampai saat ini masih tertidur di dalam rengkuhanku.

"Beneran, Mba. Ini, sebentar lagi, anak Ibu juga sudah sampai."

"Nggih, Bu. Kalau begitu, saya tunggu sampai anak Ibu datang menjemput ya."

"Mba Rina lupa lagi, kan? Tadi kan, Ibu udah bilang, kalau lagi ngobrol sama Ibu, harus santai saja. Kaya kalau Mba Rina lagi ngobrol sama Bu Widya."

Aku terkekeh bahagia, "Soalnya, Ibu juga masih panggil saya, Mba."

Bu Yanti ikut terkekeh bersamaku, "Ibu juga masih kebiasaan ya panggil Rina dengan sebutan Mba?"

Aku tersenyum sambil menganggukkan kepalaku, "Nggih, Bu."

"Ya udah, pokoknya, mulai sekarang, harus dibiasakan ngomongnya santai kalau sama Ibu. Ya?"

Aku kembali menganggukkan kepalaku, sebagai tanda setuju. "Nggih, Bu."

Tiba-tiba, ada suara klakson mobil yang terdengar.

"Nah, itu, anak Ibu udah jemput. Sudah sampai."

"Alhamdulillah. Ayo, Bu. Rina antar sampai mobil."

"Nggak usah, Rin. Sampai di sini aja. Nggak papa. Sudah cukup. Soalnya, sampai sekarang, El juga masih tidur. Kalau kamu antar Ibu sampai mobil, nanti, takutnya, El malah jadi kebangun karena kepanasan."

Aku memberikan senyumanku pada Bu Yanti, "Nggih, Bu. Mohon maaf ya, Bu. Maaf, karena Rina cuma bisa antar sampai di sini."

Bu Yanti masih begitu setia tersenyum, dan mengusap lembut bagian lenganku. "Nggak papa, Rin. Tenang aja. Ibu pamit pulang dulu ya. Dan Ibu tunggu kabar baiknya dari Rina. Ya?"

Aku menganggukkan kepalaku, dan mengeratkan dekapanku pada putri kecilku. "Nggih, Bu."

"Ya udah, sini, Ibu sayang dulu."

Aku terkekeh lalu menundukkan kepalaku, karena Bu Yanti yang ingin segera mencium pipiku.

Setelah Bu Yanti selesai mencium pipi kanan dan kiriku, beliau beralih untuk mencium kedua pipi Elysia yang masih tertidur dalam gendonganku.

"Ibu pamit pulang ya, Rin. Assalamu'alaikum."

"Wa'alaikumsalam."

Ya. Seperti ini saja. Mari tetap berusaha sekuat tenaga, supaya aku bisa tetap baik saja, dan menjaga putri kecilku tercinta.

Untuk hal yang menyangkut masa depan dan segala hal rumit yang menyertainya, aku akan selalu percaya, bahwa Allah pasti mempunyai rencana dan takdir terbaik bagi setiap hamba-Nya.

Termasuk tentang tawaran mengejutkan dari Bu Yanti.

Untuk jawabannya, akan kuberikan ketika nanti aku sudah bisa mengatur perasaanku sendiri supaya tak lagi terlalu merana.

Baiklah.

Mari tetap baik-baik saja. Karena masalah sulit pasti tak mungkin selamanya.

Juga patah hati, yang semoga bisa segera pergi.

Ya?

*****

🌟 Bu Yanti

Kini, aku sudah masuk ke dalam mobil putra pertamaku, lalu aku segera menurunkan kaca mobil untuk melambaikan tanganku pada Rina yang masih setia menunggu kepulanganku sambil menggendong Elysia di depan butiknya.

Baru setelah aku melihat Rina memberikan isyarat dengan menganggukkan kepalanya, aku tersenyum dan kembali menatap ke depan dengan sempurna.

Mobil putra pertamaku mulai melaju perlahan untuk keluar dari butik milik Rina. Dan aku sudah mendengar bentuk pertanyaan dengan nada suara yang kentara sekali sedang terkejut luar biasa.

"Bu, bukannya tadi itu ..."

Aku menolehkan wajahku, lalu tersenyum penuh arti pada putra pertamaku.

"Iya, Mas. Jadi, setelah ini, Ibu minta, kamu jangan cerita apa-apa ya sama Adekmu."

Karena setiap orangtua, memang pasti selalu menginginkan segala hal terbaik untuk putra-putrinya.

Begitu juga denganku. Yang setiap rencanaku, juga menginginkan kebaikan dan kebahagiaan untuk putraku.

*****

Kali Kedua ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang