THE TRUTH

1.8K 97 1
                                    

Edgard berdiri terpaku melihat semua yang terjadi di hadapannya. Ia mendengar dengan jelas semua yang dikatakan Velicia. Ia sama sekali tak menyangka Velicia yang terkenal sukses dan kaya raya memiliki sisi kehidupan lain yang tak beruntung.

Ia mengeraskan rahangnya saat mendengar teriakan histeris Velicia. Hatinya iba melihat sosok yang dikenal dingin dan tegas kini terlihat rapuh dan lemah.

Sekarang ia mengerti kejanggalan sikap Velicia saat ia memperlakukannya sedikit lebih. Ternyata Velicia membangun tembok es untuk melindungi dirinya yang rapuh dari masa lalu.

Pirentz terkejut mendengar ucapan Velicia yang memintanya untuk pergi.

"Tidak Vel. Aku akan tetap di sisimu. Aku tidak akan meninggalkanmu. Aku mencintaimu".

"Baiklah. Mungkin kau lebih suka jika aku menjadi mayat"kata Velicia datar.

Pirentz terperanjat. Ia tahu Velicia tidak pernah main-main dengan ucapannya.

Mungkin ini bukan saat yang tepat,aku tidak boleh memaksanya.

"Baiklah. Aku akan pergi. Tapi aku tidak bisa menepati janjiku untuk tidak muncul dihadapanmu Vel".

Velicia tak menjawab. Ia memandang lurus ke depan. Pirentz mengecup keningnya lama.

"Jaga dirimu Vel. Aku mencintaimu".

Baru saja Pirentz melangkah meninggalkan Velicia, tiba-tiba Velicia meluruh ke tanah. Ia jatuh pingsan.

Edgard berlari menghampirinya dan menggendongnya. Pirentz ingin menyentuh Velicia.

"Biar aku saja. Tolong buka pintu mobilku. Anda yang menyetir"ucap Edgard.

Pirentz membuka pintu belakang. Edgard meletakan tubuh Velicia di jok mobil dan menaruh kepala Velicia di pangkuannya.

Pirentz hanya bisa melihat dengan berbagai tanda tanya.

"Apa kau akan tetap diam disitu?".

Edgard menegur Pirentz.

Pirentz segera menyetir mobil menuju rumah sakit keluarga milik Edgard.

Tiba di rumah sakit dokter segera memeriksanya. Edgard dan Pirentz diminta menunggu di luar.

"Siapa dirimu?".

Tanya Pirentz.

"Aku teman Velicia".

"Lalu kenapa kau ada disana?".

Suara Pirentz terdengar cemburu.

"Aku tak perlu menjawab pertanyaanmu tuan".

Pirentz kesal.

"Apa hubunganmu dengan Velicia?"tanya Pirentz.

"Apa kau tidak khawatir padanya? Benar-benar egois" jawab Edgard.

Pirentz baru saja akan bicara tapi tiba-tiba Adrian muncul dan menghampiri mereka.

Ia menatap Pirentz dan menggeleng.

"Sudah kuduga. Mengapa kau tak menuruti saranku? Benar-benar egois" kata Adrian sedikit marah.

Pirentz terdiam. Ia memikirkan kata egois yang diucapkan Edgard dan Adrian.

Apa aku memang egois? Tapi aku mencintaimu Vel.

"Kalau kau benar menyayanginya kau tak akan melukainya seperti ini"kata Adrian.

Pintu ruangan UGD terbuka, dokter yang menangani Velicia keluar.

"Tuan Edgard, kondisi pasien sudah stabil. Ia hanya sedikit lelah dan kurang istirahat. Kelihatannya banyak hal yang mengganggu pikirannya. Ia akan dipindahkan ke ruang perawatan. Saya permisi tuan".

"Terima kasih dokter"jawab Edgard.

Velicia dipindahkan ke ruang perawatan. Ia masih belum sadar. Edgard berdiri disamping tempat tidurnya.

Pirentz tampak gelisah. Ini kali kedua Velicia terbaring di rumah sakit karena  dirinya.

Velicia bergerak perlahan. Pirentz tegang.

Velicia membuka matanya dan ia langsung melihat Edgard dihadapannya. Refleks ia memeluk pinggang Edgard kuat dan menangis.

"Ed,...tolong aku".

Edgard terkejut mendengar Velicia menyebut namanya.

Ini pertama kalinya Velicia memanggil nama kecilnya dan terasa mesra di telinga Edgard.

"Aku disini Vel. Semua akan baik-baik saja".

Edgard mengelus rambutnya lembut. Ia menggeser posisinya agar Velicia tak bisa melihat Pirentz.

Ia menoleh pada Adrian dan  memberi kode agar membawa Pirentz keluar.

Pirentz tak membantah. Ia tahu ini bukan saat yang tepat untuk berdebat dihadapan Velicia.

Aku tak boleh egois.

Setelah Pirentz keluar,Edgard melepaskan pelukan Velicia. Ia menarik kursi dan duduk dihadapannya.

"Apa kau merasa lebih baik?".

Velicia mengangguk.
Edgard mengambil segelas air putih dan memberikannya pada Velicia.

Edgard berdiri dan membantu Velicia duduk dengan bersandar pada tumpukan bantal di kepala ranjang.

Ia mengambil piring makanan.

"Kau harus makan supaya kita bisa cepat pulang".

Velicia mengangguk dan membuka mulutnya.

"Thanks Ed. Aku merasa malu padamu".

"Maka biarlah ini menjadi rahasia kita".

Velicia memukul lengan Edgard pelan.

Selesai makan,Velicia minum beberapa Vitamin yang tadi diberikan dokter.

"Istirahatlah. Aku ke kantin sebentar. Aku lapar".

Edgard merapikan selimut Velicia lalu keluar.

Velicia hanya mengangguk. Ia memejamkan mata tapi pikirannya masih memutar kejadian tadi. Kemudian ia berhenti pada sosok Edgard.

Darimana Edgard tahu aku di taman? Apa ia bertemu Pirentz? Lalu dimana Pirentz sekarang?

"Sudah ku bilang istirahat Vel".

Tiba-tiba Edgard masuk.
Velicia tersipu malu. Wajahnya memerah.

"Aku tidak sakit Ed".

"Tapi kau disini sekarang Vel".

"Baiklah kau menang Ed".

"Kau hanya perlu istirahat sebentar sampai cairan infus ini habis lalu kita pulang".

"Tidurlah. Aku akan menungguimu di sini".

Velicia mengangguk lalu memejamkan matanya. Kali ini dia benar -benar tertidur. Efek obat.

Sementara itu Pirentz bersikeras ingin masuk tapi Adrian berhasil membujuknya. Adrian memintanya untuk mengalah sekali ini saja.

Adrian berjanji akan mencari waktu yang tepat agar keduanya dapat berbicara baik-baik dari hati ke hati.

Setelah berdebat panjang akhirnya Pirentz memutuskan untuk meninggalkan rumah sakit. Ia kembali pada penthouse miliknya di New York.

Ia percaya pada Adrian. Ia harus memastikan hubungannya dan perasaan Velicia padanya sebelum pulang ke Boston.

Ia sudah menunggu hari itu selama 10 tahun..

***

NOT SAME (COMPLETE) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang