Velicia masih setia berkutat dengan berkas-berkasnya. Begitulah kepribadiannya. Tak pernah setengah-setengah dalam mengurus pekerjaannya. Itulah sebabnya ia dapat mencapai kesuksesan hidupnya dengan cepat.
Ada banyak keringat dan airmata yang menyertai perjalanan hidup dan karirnya.
Ketika melihat kesuksesan dan kejayaan seseorang, haruslah diingat bahwa untuk mencapai titik puncak itu ada keringat, darah dan bahkan airmata yang tertumpah disana.
Tapi buahnya akan sangat manis dinikmati bersama orang-orang dekat yang mau berjuang bersama.
Velicia merenggangkan otot-otot tubuhnya. Pandangannya jatuh pada piring buah yang masih utuh di hadapannya.
Ia mengambilnya dan berjalan ke jendela lalu mengunyah tiap potongan buah dengan lahap.
Ia tersenyum sendiri memikirkan dirinya dan apa yang terjadi. Memang sulit diterima akal sehatnya, bahwa ia masih memberikan sedikit kebaikan hatinya pada Edgard. Mengingat betapa brengseknya pria itu memperlakukan dirinya.
Dan kini, malah pria itu tertidur di kantornya dan ia sedang mengunyah makanan pemberian Edgard.
Begitu kotak buah itu kosong ia segera membuangnya ke kotak sampah dan mencuci tangannya di wastafel.
Hari telah gelap. Entah jam berapa sekarang. Velicia membasuh wajahnya dan memoles sedikit riasan. Ia membereskan meja kerjanya.
Adrian masuk dan menatapnya dengan penuh tanya.
Velicia menaruh jari telunjuk di bibirnya.
"Dia masih tertidur. Kau pulanglah duluan. Aku baik-baik saja".
" Baiklah. Jaga dirimu. Hubungi aku jika kau butuh sesuatu".
Adrian menatapnya dengan tatapan menggoda sambil melirik pada pintu kamar yang masih tertutup.
Velicia melotot padanya.
"Buang pikiran bodohmu itu. Kau belum cukup umur untuk menilai hubungan orang dewasa".
" Ya... Ya... Aku mengerti. Hubungan orang dewasa itu sangat rumit. Jadi aku akan belajar darimu".
Adrian tersenyum mengejek lalu berlari keluar saat Velicia pura-pura mengangkat sepatunya untuk melempar ke arahnya.
Setelah Adrian menutup pintu dan menghilang. Velicia tertawa kecil membayangkan percakapan mereka barusan. Ada sedikit Rona merah di pipinya.
Memang hubungan orang dewasa itu rumit...
Ia mengulang kembali kata-kata Adrian.
Kemudian ia berjalan mendekati pintu kamar dan membukanya perlahan. Edgard masih setia menutup mata. Bahkan ia memeluk guling dengan erat. Ia benar-benar menikmati tidurnya. Entah apa yang ada dalam mimpinya sekarang.
Velicia menarik kepalanya keluar tanpa menutup pintu. Ia membawa dirinya di sofa sambil membuka sepatunya dan menaikan kedua kakinya dan menjulurkan nya sepanjang badan sofa.
Ia sudah lelah. Tapi enggan membangunkan Edgard. Ia memutuskan menunggu saja. Ia memejamkan matanya sebentar.
Hampir pukul 08.00 malam Edgard baru terbangun. Ia melirik arloji di tangannya dan mengumpat. Cepat-cepat ia turun dari ranjang dan membasuh wajahnya. Ia menyugar rambut dengan jarinya agar terlihat rapi.
Ia terpaku pada sosok Velicia yang terbaring di sofa. Ia berjalan perlahan dan menghampirinya.
"Vel... Maafkan aku" sapanya ragu.
Velicia membuka matanya dan menurunkan kedua kakinya ke lantai. Ia seperti sedang tertangkap basah melakukan kesalahan. Ia sedikit gugup.
"Oh... Apa tidurmu nyenyak? " balas Velicia asal. Hanya itu kalimat yang terlintas di benaknya.
Edgard duduk di hadapannya dan menatapnya.
"Entahlah. Tapi aku ketiduran. Maaf membuatmu menunggu".
Velicia benci tatapan mata itu. Bola mata abu-abu yang selalu membawa keteduhan di hatinya dan perasaan lain. Ia segera membuang muka untuk menghindari perasaan tak karuan yang mulai bergejolak.
" Its okay Ed. Aku juga baru selesai. So, kita harus pulang sekarang".
Ucap Velicia sambil berdiri dan menuju meja kerjanya untuk mengambil tas dan jasnya yang tergantung di dekat jendela. Ia menarik seluruh kain gorden untuk menutup ruang.
"Ayo... ".
Edgard berdiri dan mengikuti langkah Velicia menuju lift. Begitu pintu lift terbuka ia segera meraih tangan Velicia dan menggenggamnya hangat.
Velicia yang kaget ingin menarik tangannya tapi Edgard lebih kuat. Akhirnya ia mengalah.
Hati Velicia was-was saat turun ke lobi. Ia takut karyawannya akan melihat itu. Kepalanya celingukan memeriksa tiap deret kubikel yang dilalui.
Ia menarik napas lega saat tak menemukan seorangpun. Hanya sekuriti yang masih setia di pos kecilnya di gerbang.
"Aku akan mengantarmu pulang. Tolong jangan menolak" kata Edgard ketika mereka sampai di parkiran khusus.
Velicia menatapnya sebentar lalu berjalan ke mobil Edgard.
Setelah keduanya masuk ke dalam mobil, Edgard segera menyetir membelah lalu lintas di malam hari yang sudah tidak terlalu padat.
"Apa kau keberatan jika aku mengajakmu makan? Aku lapar Vel".
" Kita langsung pulang. Aku sangat lelah Ed".
Jawaban Velicia membuat suasana hening kembali melingkupi mereka. Sangat berat bagi Edgard untuk mencoba mengembalikan semua seperti semula.
Ia sangat menyesali tindakannya saat itu. Ia hanya bermaksud menghukum Velicia tapi justru ia sendiri yang terjerumus ke dalam permainannya sendiri.
Perlahan mobil memasuki halaman penthouse Velicia dan berhenti tepat di basemen seperti biasanya.
Edgard buru-buru keluar untuk membuka pintu tapi Velicia sudah lebih dahulu membukanya dan keluar.
"Terima kasih Vel... ".
Velicia menatapnya sekilas.
"Untuk apa? ".
" Untuk segalanya. Untuk hari ini. Masuklah dan istirahat. Maaf sudah menyita waktumu"suara Edgard sedikit getir.
"Aku hanya melakukan apa yang ingin kulakukan" balas Velicia canggung.
Edgard mengangguk walaupun hatinya sedikit sakit mendengar ucapan Velicia. Tadinya ia berharap bahwa apa yang Velicia lakukan di kantor adalah tanda bahwa Velicia sudah memaafkan dirinya. Tapi nyatanya sama saja.
Dalam hati ia menertawakan dirinya yang sempat berharap banyak.
"Selamat malam Ed" ucap Velicia sambil berdiri di hadapan lift.
Tak ada sahutan dari Edgard. Bahkan hingga pintu lift terbuka dan menutup kembali, pria itu masih berdiri mematung di tempatnya.
Hati Velicia sakit melihat pemandangan itu. Bagaimana bisa pria yang biasanya energik dan penuh tawa kini bagai patung tanpa ekspresi.
Tapi itulah keputusan Velicia. Jika pun ia nanti seandainya memberi kesempatan kedua untuk Edgard, ia sudah berjanji bahwa Edgard tak bisa mendapatkan kesempatan itu dengan mudah.
Ia harus berusaha lebih keras lagi agar nantinya ia bisa menghargai apa yang sudah ada di genggaman tangannya.
Velicia langsung mengguyur seluruh tubuhnya di bawah shower dengan mata terpejam.
Hari ini terasa berat untuknya. Segala perasaan berlomba-lomba menyerbunya. Tak terasa air mata mengalir menyatu dengan air shower yang tak putus mengguyur tubuhnya.
Ia mendekap tubuhnya. Bayangan Edgard yang mematung di basemen terus menghantui pikirannya.
Ini sangat berat untukku. Takdir tak pernah memberiku kemudahan....
Selalu aku yang akan berusaha keras untuk segalanya...
Ed, maafkan aku.. Aku hanya ingin kau menyadari kesalahanmu dan itu juga tak mudah untukku...
***
KAMU SEDANG MEMBACA
NOT SAME (COMPLETE)
RomanceKehidupan masa lalu yang menyakitkan membuat Velicia mengambil keputusan untuk pergi. Ia melarikan diri ke New York untuk mencoba takdirnya sendiri. Meraba dalam gelap dan berjuang dengan menggertakan gigi. Sebuah keputusan mendadak tapi membawa per...
