Sejak meninggalkan Velicia dalam keadaan pingsan di rumah sakit, Pirentz banyak merenung tentang semua yang menimpa Velicia.
Dulu Velicia adalah sosok yang periang, ramah dan lembut. Bahkan selama 3 tahun menjalin cinta ia tak pernah melihat air mata Velicia.
Semua hal-hal kecil dan sederhana yang dilakukan Velicia padanya selalu membuatnya jatuh cinta. Semua masa-masa indah di Boston masih melekat erat dalam hati dan pikirannya.
Pirentz masih berada di New York, ia berharap ia bisa bertemu sekali lagi dengan Velicia. Banyak hal yang ingin dikatakannya.
Karena menunggu Adrian menghubunginya terlalu lama, akhirnya ia nekad mendatangi Velicia di kantornya.
"Permisi tuan, ada yang bisa kami bantu?".
"Oh ya. Aku ingin bertemu dengan CEO".
"Apa anda sudah membuat janji? ".
"Belum. Tapi ada hal penting yang ingin kusampaikan padanya".
"Kalau begitu tunggu sebentar, anda bisa duduk disana".
"Tidak. Aku disini saja".
Karyawan wanita yang bertugas itu segera menghubungi Adrian, sekertaris Velicia.
Setelah bicara sebentar ia menutup telpon dan menatap Pirentz.
"Silahkan ikut aku tuan".
Pirentz mengangguk dan berjalan menuju lift khusus yang akan membawanya ke lantai teratas V-Realty Trust.
Ia begitu kagum dan bangga atas pencapaian Velicia. Jujur, ia merasa menyesal atas apa yang terjadi di masa lalu.
Ting!!!
Mereka tiba di lantai tujuannya.
"Anda bisa berjalan lurus tuan. Sekertarisnya sudah menunggu Anda".
Pirentz mengangguk dan berjalan ke arah yang ditunjukkan tadi.
Tepat di ujung lorong ia melihat Adrian."Aku rasa..."kata Adrian.
"Kau terlalu lama. Aku tidak bisa menunggu lagi"potong Pirentz.
"Kumohon, jaga ucapan dan tindakanmu. Velicia tak sekuat yang kau kira"kata Adrian.
"Jangan cemas. Aku tahu apa yang kulakukan. Dan aku tidak ingin melakukan kesalahan lagi".
"Aku percaya padamu"sahut Adrian sambil mengetuk pintu ruangan Velicia.
"Morning Vel, maaf aku ...".
Sapa Pirentz canggung.
"Oh hai Rentz, duduklah".
Potong Velicia sambil meletakan berkas di tangannya. Ia menghampiri Pirentz dan duduk di hadapannya.
"Maaf aku menemuimu saat jam kerja".
"Tak apa Rentz. Lagian kalau bukan di sini dimana lagi".
"Kau benar Vel. Aku bahkan tak tahu dimana kau tinggal".
Mereka diam sejenak. Pirentz memandang Velicia.
"Maaf karena aku kau harus dibawa ke rumah sakit lagi".
Pirentz menundukkan kepalanya.
Velicia menatapnya iba. Matanya berkaca-kaca.
"Hei, aku baik-baik saja Rentz, angkat wajahmu dan lihat aku".
Ucap Velicia lembut. Air matanya lolos begitu saja.
"Jangan merendahkan dirimu dihadapanku Rentz. Aku baik-baik saja".
Velicia terisak, ia terbata-bata mengucapkan kalimat itu.
Pirentz masih menunduk. Ia ingin menangis dan mengutuk dirinya. Ia turun dari tempat duduknya dan berlutut di hadapan Velicia.
"Aku...aku egois Vel. Aku menyakitimu. Aku telah menyia-nyiakan dirimu. Aku sangat menyesal. Tolong maafkan aku".
Velicia menghapus airmatanya yang terus saja mengalir. Ia tak menyangka lelaki yang begitu dicintainya di masa lalu, yang sangat dibanggakannya dulu kini terlihat seperti ini dihadapannya. Perlahan ia mengelus wajah Pirentz.
"Lihat aku Rentz. Duduklah disampingku"ucapnya lembut.
"Jangan perlakukan aku seperti ini Vel, aku tidak pantas menerima perlakuan baikmu".
"Dengar aku Rentz. Semua yang terjadi di masa lalu tidak sepenuhnya salahmu. Jujur aku sangat membencimu hingga saat ini dan aku tidak tahu apa yang harus aku lakukan saat bertemu denganmu...".
Tiba-tiba Adrian mengetuk dan masuk.
"Maaf miss, Anda sudah ditunggu di ruang meeting".
Velicia melihat jam tangannya.
"Aku segera kesana".
Adrian mengangguk lalu keluar.
Velicia memandang Pirentz.
"Jika masih ada yang ingin kau katakan, kau bisa menungguku. Ruangan istirahatku ada disana. PIN nya sama dengan apartemenku di Boston. Jika tidak ada kau bisa pergi sekarang".
"Aku akan menunggumu Vel. Aku bangga padamu".
Velicia segera meraih tab_nya dan berlalu meninggalkan Pirentz sendirian.
Pirentz memperhatikan ruang kerja Velicia.
Kau benar-benar mewujudkan mimpimu tanpa aku Vel. Kau luar biasa.
Tiba-tiba ponselnya berdering ia menekan tombol hijau.
"Baiklah aku segera kesana"jawab Pirentz.
Ia mengambil pulpen dan secarik kertas di meja kerja Velicia dan menuliskan pesan
" Rupanya aku tak beruntung Vel, maaf aku tak menunggumu karena ada urusan penting di kantor. Mungkin ini hukuman untukku. Jaga dirimu,aku mencintaimu".
Meeting yang berlangsung selama 2 jam terasa sangat lama bagi Velicia. Ia sangat gelisah dan tidak konsentrasi. Ia merasa bersalah meninggalkan Pirentz sendiri.
Begitu meeting selesai, ia langsung tergesa-gesa keluar dan berlari kecil menuju ruangannya. Ia membuka pintu dengan kasar lalu mencari keberadaan Pirentz.
Ia tak menemukannya.
Mungkin ia istirahat di kamarku?
Buru-buru ia menekan PIN dan mendorong pintu. Tidak ada. Kamarnya terlihat rapi, bahkan aroma Pirentz tak tercium sama sekali.
Velicia keluar dengan kecewa, pikirannya tak karuan. Ia menuju meja kerjanya. Pandangannya jatuh pada secarik kertas kecil diatas laptopnya. Ia mengambil dan membacanya. Ada nomor HP yang tertulis dibawahnya.
Ia mendekap kertas itu di dadanya.
Aku tidak tahu Rentz,apa aku masih mencintaimu atau aku hanya kasihan padamu. Aku harus bagaimana Rentz??
Jika berdua saja denganmu perasaanku tak menentu, tapi jika aku mengingat wajah Anna hatiku penuh dengan kebencian Rentz.
Andai saja...
Tidak,semua tak sama lagi.
Aku hanya belum menemukan caranya.Ia menaruh kertas itu didalam kantong celananya. Ia mengambil segelas coklat hangat dan berdiri di jendela dan memandang kota Manhattan di bawahnya.
Ia memikirkan perkataan Edgard beberapa hari lalu.
Jika aku masih mencintainya maka beri dia kesempatan kedua.
Jika aku membencinya maka maafkan dia dan buka hatiku untuk orang lain.
God,help me...
***
![](https://img.wattpad.com/cover/287526524-288-k558748.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
NOT SAME (COMPLETE)
RomanceKehidupan masa lalu yang menyakitkan membuat Velicia mengambil keputusan untuk pergi. Ia melarikan diri ke New York untuk mencoba takdirnya sendiri. Meraba dalam gelap dan berjuang dengan menggertakan gigi. Sebuah keputusan mendadak tapi membawa per...