LET YOU GO

504 26 0
                                        

Penerbangan pribadi menuju New York di tempuh hampir 8 jam. Seperti kebayakan orang, Velicia memilih untuk tidur di kamar pribadi Pirentz. Ia mengaku agak lelah. Mungkin efek dari serangkaian proses medical check up dan juga konsumsi vitamin saraf yang di resepkan oleh dokter.

Sementara Pirentz lebih memilih untuk berkutat dengan note book nya. Ada beberapa pekerjaan yang membutuhkan konfirmasinya . Berkas-berkas itu dikirim Davina beberapa saat sebelum mereka take off.

Pirentz menatap langit New York yang mulai muncul di kejauhan. Ia meletakkan note book nya dan mencuci tangannya di wastafel.

Kemudian perlahan membuka pintu dan masuk ke dalam kamar.

Velicia tampak pulas dengan wajah damai. Bahkan nyaris tersenyum.

Dengan gerakan perlahan Pirentz berbaring di sampingnya dan memeluknya. Ia menghirup aroma rose yang kental dari rambut Velicia.

Aku  hanya menghitung mundur Vel. Sebentar lagi, kita sudah menempuh jalan masing-masing.
Ini terakhir kalinya aku berada di dekatmu... Sangat dekat...
Jemputlah kebahagiaanmu Vel...
Tetaplah menjadi wanita yang kuat apapun yang terjadi...
Percayalah... Orang baik selalu memiliki hal-hal yang terbaik di hidupnya...
Aku  mencintaimu... Selamanya akan selalu seperti itu...
Tak perduli berapa banyak aku melakukan kesalahan...
Tak perduli sekeras apa takdir memaksa...
Yang aku tahu, aku selalu mencintaimu sepanjang hidupku... Selamanya...

Kerongkongannya tercekat. Bahkan di sudut matanya menumpuk genangan air yang siap mengalir. Pirentz menyekanya cepat, mencegah air itu turun. Karena ia tahu, kali ini ia tak akan mampu menahan gejolak hatinya.

Dan Velicia tak boleh curiga. Velicia tak boleh tahu. Ia semakin mengeratkan pelukannya hingga bunyi ketukan di pintu.

"Maaf Mr. Ronald. Kita telah landing'sahut suara pramugari dari luar.

Pirentz mengecup pipi Velicia untuk membangunkannya.

" Sebentar lagi Rentz"matanya masih terpejam.

"Kau bisa lanjutkan tidurmu di apartemen. Kita sudah tiba sayang" bisik Pirentz.

Velicia tetap menggeleng. Pirentz menghujaninya dengan ciuman-ciuman kecil di seluruh wajahnya.

"Ya.. Ya.. Baiklah. Aku menyerah Rentz".

Keduanya bangun dan duduk di ranjang.
" Terima kasih Rentz. Akhirnya aku bisa tidur dalam pelukanmu".

Pirentz tersenyum dan mengusap rambutnya.
"Bersihkan dirimu. Aku akan menunggu di luar".

Tanpa menunggu jawaban Velicia, ia melangkah keluar.

Beberapa menit kemudian Velicia menghampirinya. Ia mengecup pipi Pirentz sekilas dan duduk di hadapan Pirentz.

" Ayo sarapan sebelum turun".

Ajak Pirentz sambil menyodorkan segelas susu hangat pada Velicia. Sedangkan dirinya menyeruput segelas kopi.

"Akhirnya kita pulang. Aku harap kau menikmati liburanmu".

Pirentz meletakkan garpunya dan menatap Velicia yang sedang mengunyah makanan.

"Kalau saja kau bisa membaca  isi hatiku Rentz, aku sangat berterima kasih untuk momen indah ini. Aku harap kita bisa kembali ke sana lagi jika ada waktu luang. Aku ingin menghabiskan malam Natal di sana" balas Velicia.

Pirentz tak menjawabnya. Ia sibuk memotong roti di piringnya. Dalam hati ia menjawab, hanya sekali ini Vel... Tak ada yang kedua.

"Aku  sudah selesai" kata Pirentz sambil menyeka mulutnya dan berdiri. Velicia melakukan hal yang sama.

Pirentz menunggu Velicia mencuci tangan. Ia menelpon Adrian untuk memberitahunya bahwa ia akan mengantar Velicia ke penthouse nya.

"Aku akan merindukan momen ini dan dirimu" ucap Velicia saat keduanya siap menuruni tangga pesawat. Ia menatap Pirentz lama. Entah kenapa ia merasa akan berpisah lama dengan Pirentz.

Dengan cepat Pirentz membuang muka. Ia mengambil kacamata hitamnya dan mengenakannya. Ia tak ingin Velicia melihat kepedihan di matanya. Tak lupa ia menyodorkan satu lagi untuk Velicia.

"Pakailah. Ini akan bagus untuk matamu di pagi hari" Ia  tertawa kecil.

Velicia tak menolak. Kemudian ia melingkarkan tangannya di lengan kokoh Pirentz. Keduanya lalu melangkah keluar.

Bunyi bising pesawat yang lalu lalang di atas kepala mereka membuat Velicia sedikit pusing. Ia mengeratkan tangannya.

Pirentz yang merasakan itu agak takut, tapi ia berusaha tenang.
"Apa kau baik-baik saja?".

Velicia menggeleng.
" Kepalaku sedikit berdenyut. Padahal aku merasa tadi aku baik-baik saja".

"Aku akan mengantarmu ke apartemen setelah itu dokter akan memeriksamu".

Velicia hanya mengangguk dan terus melangkah di samping Pirentz.

" Selamat pagi Tuan dan Ms.Thompson. Selamat datang kembali"sapa Davina, sekertaris Pirentz.

"Aku akan menyetir ke Hudson Street lalu menyusulmu ke kantor" ujar Pirentz tegas sambil membuka pintu mobil untuk Velicia.

"Terima kasih" kata Velicia pada Davina sebelum masuk ke dalam mobil dan duduk di samping Pirentz.

Davina hanya memandang bosnya dengan perasaan iba. Ia tahu betul perjalanan cinta bos nya itu. Bahkan seringkali tanpa sadar Pirentz selalu menumpahkan isi hatinya secara tak langsung padanya.

Oh Tuhan... Jangan menghukumnya terlalu lama
Berikan kebahagiaan untuknya..
Dia orang yang baik...

Lamunan Davina buyar saat sopir menekan klakson mobil di sampingnya. Ia tersadar dan segera masuk ke mobil.

Sementara mobil yang di kemudikan Pirentz sudah melaju di jalan raya menuju penthouse Velicia.

Perjalanan ini terasa menyenangkan bagi Velicia. Sedari tadi ia terus tersenyum  sambil menggoda Pirentz.

"Kau harus sering menelponku jika sudah pulang ke Boston" pinta Velicia.

"Ya. Tentu saja" jawab Pirentz singkat.

"Apa kita menjalin kerjasama? Maksudku perusahaanku".

" Ya. Ada beberapa".

"Kalau begitu kita akan sering bertemu. Aku akan meminta Adrian menentukan jadwalnya" Kata Velicia lagi.

"Ya".

" Mengapa jawabanmu seperti itu Rentz? ".

" Aku sedang menyetir. Apalagi ini pagi hari".

"Baiklah. Kita akan bicara lagi saat tiba di rumah" kata Velicia lalu menyandarkan kepala di sandaran kursi.

Pirentz hanya meliriknya sebentar lalu fokus menyetir lagi. Keduanya lama terdiam. Mereka sibuk dengan pikiran masing-masing.

Akhirnya Pirentz mengulurkan tangan kirinya dan meraih telapak tangan Velicia dan menggenggamnya.

"Maafkan aku. Kau tahu aku harus fokus menyetir".

Velicia menggenggam tangan Pirentz dan membawanya ke bibirnya untuk di kecup.

" Aku yang terlalu egois Rentz. Kau sudah memberiku banyak hal tapi aku masih menuntutmu melakukan yang lain lagi. Maafkan aku ya".

"Hei , lupakan hal tak penting yang merusak kebahagiaanmu. Aku baik-baik saja dan aku senang melakukan itu untuk seseorang yang sangat kucintai. Buang pikiran jelek itu" balas Pirentz sambil memarkirkan mobil di basemen.

Keduanya turun. Pirentz mengambil tas Velicia dan membawanya sementara tangan satunya menggenggam telapak tangan Velicia.

"Selamat pagi Ms. Thompson. Senang bertemu dengan Anda lagi" sapa sekuriti di lorong menuju lift.

"Terima kasih. Aku harap tak ada yang berubah selama aku pergi" balas Velicia ramah.

"Tentu saja. Semuanya tetap sama" balas sekuriti.

Velicia lalu menekan tombol lift yang akan membawanya dan Pirentz menuju puncak tertinggi bangunan ini.

***

NOT SAME (COMPLETE) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang