Sesuai dengan perkataannya Velicia memang membawa pulang beberapa pekerjaan ke rumah. Tenggat waktu yang disepakati masih lama hanya saja ia tak ingin melakukan segalanya dengan terburu-buru.
Apalagi ini adalah mega proyek yang menguji eksistensi dirinya dan perusahaanya di dunia bisnis.
Setelah mandi dan keramas ia hanya minum segelas coklat hangat. Ia ingin menunggu Edgard untuk makan malam.
Rencananya ia akan memesan makanan online. Ia mulai berkutat dengan rencana kerja di laptopnya.
Sesekali ia melirik jam dinding yang berada di tembok. Sudah pukul 8.00 dan pria itu belum menampakan batang hidungnya. Velicia terus melanjutkan pekerjaannya sambil berharap Edgard akan datang.
Perutnya sudah mulai lapar saat waktu hampir menunjukan pukul 9.00 malam. Tapi ia menahannya karena berharap Edgard datang.
Tapi tampaknya ia kurang beruntung karena sudah hampir jam 10 malam dan pria itu sama sekali tak ada kabar. Malah ponselnya juga tak aktif. Dengan sedikit kesal Velicia membuka kulkas dan melihat makanan cepat saji disana. Ia menghangatkannya dan makan dengan lahap. Ia benar-benar kelaparan.
Setelah makan ia memutuskan untuk menghentikan pekerjaannya. Lehernya terasa pegal. Terlebih pikirannya. Ia memutuskan untuk tidur.
Ia melirik ponselnya sejenak lalu menarik napas kecewa. Bagaimanapun juga Edgard memiliki hak untuk datang atau tidak. Dan juga ia bukan pria pengangguran yang bebas kemana saja. Velicia memutuskan untuk berpikir positif saja.
Setelah membasuh wajahnya dan memoles krim ia menarik selimut dan memejamkan matanya.
Sementara itu Edgard baru saja keluar dari klub. Seorang teman baiknya berulang tahun dan merayakannya di klub elit tempat mereka nongkrong biasanya. Edgard sudah memberikan alasan tapi tetap saja temannya memaksa.
Bahkan kini ponselnya mati. Dengan setengah mabuk ia menyetir menuju penthouse Velicia. Ia bisa membayangkan rasa khawatir dan kecewa dari kekasihnya itu.
Berkali-kali ia memukul stir mobil dan mengumpat dirinya. Pikiran-pikiran buruk mulai merayap di otaknya.
Ia takut hubungan baik yang sedang terjalin akan rusak begitu saja. Ia melirik arloji tangannya. Hampir jam 2 malam. Tapi ia bertekad apapun yang terjadi ia akan muncul di hadapan Velicia walau dengan penampilan kusut dan mabuk.
Setelah memarkirkan mobil di basemen ia tersenyum paksa pada sekuriti yang berjaga lalu menuju lift untuk pergi ke penthouse Velicia di lantai teratas.
Tanpa menunggu lama ia meletakkan telapak tangan pada scanner dan pintu terbuka. Kepalanya terasa pusing dan perutnya mual. Ia memang belum makan apa-apa. Lambungnya dipenuhi alkohol.
Ia menghidupkan saklar dan berjalan menuju dapur untuk minum air putih. Ia tahu Velicia pasti sudah tidur. Ia mengutuk dirinya yang bodoh.
Baru saja ia meneguk air putih tiba-tiba perutnya bergejolak dan ia muntah di wastafel dapur. Ia berusaha menahannya tapi tetap saja perasaan mual itu tetap datang.
Velicia terbangun dari tidurnya saat mendengar bunyi kran air dan suara orang muntah. Ia pikir mimpi tapi tidak suara itu kembali datang dan dengan penasaran ia turun dan keluar untuk melihat.
Benar saja. Baru beberapa langkah menuruni anak tangga ia melihat ruang tamu dan dapur yang terang benderang. Dan tak sampai disitu, Edgard sedang membungkuk di wastafel dan muntah. Ya. Ia tahu itu Edgard dari pakaian kantor pria itu. Masih sama. Itu artinya ia belum pulang ke apartemen.
"Ed? " panggil Velicia perlahan begitu ia sudah berdiri di samping Edgard.
Edgard tak berani menatap wajah kekasihnya. Seribu umpatan untuk dirinya diucapkan dalam hati.

KAMU SEDANG MEMBACA
NOT SAME (COMPLETE)
RomanceKehidupan masa lalu yang menyakitkan membuat Velicia mengambil keputusan untuk pergi. Ia melarikan diri ke New York untuk mencoba takdirnya sendiri. Meraba dalam gelap dan berjuang dengan menggertakan gigi. Sebuah keputusan mendadak tapi membawa per...