LOVE YOU MORE

491 24 0
                                        

Pirentz baru saja merapikan dirinya di kamar mandi yang terletak di dalam ruang kamar tidur yang di tempati Velicia dan dirinya.

Ia menarik napas panjang dan melihat arlojinya lagi. Terhitung sudah 2 jam sejak Velicia bergerak dan tertidur kembali. Belum ada tanda-tanda ia akan bangun.

Tidurnya begitu pulas dan wajahnya damai. Pirentz mendekati ranjang dan mengusap pipinya lembut.

Karma selalu datang  dengan caranya sendiri .
You know Vel, aku bahkan tak bisa tertawa selepas dulu, walau itu bersamamu...
Lucu bukan???

Pirentz menarik tangannya cepat karena kaki Velicia tiba-tiba bergerak. Pirentz menanti dengan cemas, sambil berharap kali ini ia benar-benar membuka matanya.

Rupanya doanya terkabul, kali ini semesta berpihak padanya. Perlahan mata coklat itu terbuka.

Tanpa diduga Pirentz, Velicia menghambur ke pelukannya.

"Jangan pergi Rentz. Jangan tinggalkan aku. Jangan lakukan itu" ucap Velicia tanpa jeda.

"Hei... tenangkan dirimu dan bicaralah perlahan. Aku disini sayang" balas Pirentz lalu melepaskan pelukannya.

"Tunggu sebentar ya".

Pirentz meninggalkan Velicia dan kembali dengan segelas air putih hangat. Ia menyodorkannya pada Velicia.

" Minumlah perlahan. Lalu katakan apa yang ada di pikiranmu saat ini".

Pirentz membelai rambut hitamnya.

Setelah minum, Velicia bersandar di kepala tempat tidur dan kembali menatap Pirentz dalam diam.

Pirentz duduk disisinya dan meraih telapak tangannya.

"Jadi, apa yang kau pikirkan hmm? ".

" Mimpi buruk. Aku takut sekali".

"Seburuk apa? Ceritakan padaku. Supaya kau bisa lebih lega".

" Kau pergi dengan seorang perempuan. Kau meninggalkan aku sendiri di ujung sebuah lorong kampus... ".

Deg!!!
Pirentz hampir saja melepaskan genggamannya, untung kesadarannya masih penuh.

"Entah kenapa Rentz, sakit itu begitu nyata. Bahkan sampai sekarang pun aku masih merasa sakit di sini".

Velicia membawa genggaman tangan mereka ke dadanya.

Pirentz menelan ludah pahit. Ia bahkan tak tahu harus menjawab apa. Ia tahu segalanya sudah di mulai. Ingatan Velicia perlahan mulai kembali.

"You know Vel. Kadang-kadang kita terlalu khawatir tentang suatu hal. So, jangan persulit dirimu dengan sesuatu yang menyakiti perasaanmu" kalimat ini keluar begitu saja dari mulut Pirentz.

"Aku  tak mengerti apa maksudmu Rentz" Velicia menatapnya tak berkedip.

Pirentz tersenyum kecil dan mengecup keningnya.

"Maksudku adalah semuanya akan baik-baik saja".

Pirentz melumat bibir Velicia lembut. Velicia membalasnya.
Keduanya berciuman dengan emosi yang membuncah. Velicia masih memikirkan mimpi itu dan ia berharap hanya dirinya yang akan memiliki Pirentz seutuhnya.

Sedangkan Pirentz stress dengan kondisi ingatan Velicia yang mulai pulih. Dan itu artinya waktunya bersama Velicia semakin sedikit. Dan ia benci memikirkan hal itu.

Velicia merasa bibirnya perih. Ia menarik kepalanya dan memutus ciuman itu. Lalu hendak menyeka bibirnya. Pirentz menahan tangan Velicia.

"Aku mencintaimu melebihi diriku dan apapun. Jika aku melakukan hal itu, maka aku akan menggantinya dengan nyawaku sendiri. Ingat perkataanku ini baik-baik".

Pirentz melumat kembali bibir merah muda yang sedikit membengkak itu, lalu menjilatnya dengan lidahnya.

" Aku merasa ini adalah obat yang manjur".

Velicia tertawa kecil lalu menyembunyikan kepalanya di dada bidang Pirentz.

"Kau bisa memintanya kapanpun sayang" goda Pirentz.

Velicia menelusupkan tangannya di pinggang Pirentz dan memeluknya erat.

"Ya. Tentu saja. Kau milikku Rentz".

Pirentz mengecup puncak kepalanya. Lalu mendekap  erat kepala kecil itu di  dadanya.

" Rapikan dirimu lalu kita keluar untuk makan malam. Tommy dan istrinya khawatir".

Velicia mengangguk dan melepaskan pelukannya. Kemudian turun dari tempat tidur dan berdiri lalu menggulung rambutnya ke atas.

Ia mencuri sebuah ciuman kecil di bibir Pirentz lalu berlari ke pintu kamar mandi.

"Aku akan membalasmu Vel" teriak Pirentz sebelum Velicia menutup pintu kamar mandi.

Pirentz keluar dari kamar dan menemui Tommy yang duduk di ruang tengah yang menyatu dengan ruang makan kecil.

"Wajahmu terlihat bahagia dan memerah. Sudah kukatakan semua akan baik-baik saja" sapa Tommy.

Pirentz menghempaskan tubuh dan duduk di hadapan Tommy.

"Thanks Tommy. Ahhh!!!! Aku tak tahu bagaimana memberitahumu ini".

" Sudahlah. Aku mengerti Tuan. Nikmati saja apa yang ada sekarang. Jangan memberatkan pikiranmu. Kau tahu, kadang kita tak tahu seberapa banyak dan lama waktu mengizinkan kita bersama. Jadi, jika waktu memberimu kesempatan untuk tertawa, lakukan itu! Jika waktu memberikanmu kesempatan untuk menangis, lakukan itu! Jangan  pikirkan apapun, karena saatnya tiba kau akan menyesal".

"Kau membaca segalanya Tom. Aku beruntung bertemu denganmu".

" Masa muda datang sekali, jika mencintainya membuatmu bahagia, lakukan segalanya seperti tak ada hari besok. Supaya saat kehilangan, kau tahu kau sudah melakukan yang terbaik".

Obrolan mereka terhenti saat sosok Velicia muncul dengan wajah ceria dan berjalan menghampiri mereka. Ia mengecup pipi Tommy lalu duduk di samping Pirentz.

"Apa kau merasa lebih baik Nona?" tanya Tommy.

"Tentu saja uncle. Aku bahkan tidak ingin bangun jika saja Pirentz tak membangunkan aku untuk makan malam".

" Ya. Itu benar. Kita tidak boleh melewatkan jam makan. Ayo. Kalian harus mencoba masakan khas disini".

Tommy berdiri dan berjalan menuju meja makan. Pirentz memeluk Velicia dan mengikutinya.

Velicia merasa canggung, tapi Pirentz tetap melakukannya.

"Ini rumah kalian. Jika kalian bahagia, kalian tak harus merasa sungkan padaku. Aku pun pernah ada di fase yang sama" ucap Tommy seakan memahami apa yang ada di benak Velicia.

Velicia  tersenyum malu dan menatap Pirentz. Pirentz mengecup bibirnya cepat.

"Rentz... " teriak Velicia.
Pirentz hanya mengangkat kedua bahunya.

Tommy tertawa terkekeh.
"Kau harus tahu betapa cemasnya ia tadi Nona".

" I know uncle"jawab Velicia.

***

NOT SAME (COMPLETE) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang