Suasana malam di Grindelwald tampak sunyi. Banyak orang dan penduduk sekitar memilih untuk stay di penginapan,hotel maupun rumah.
Kesenyapan khas pedesaan malam hari menjadi terapi jiwa bagi para turis dan pelancong yang datang dari kota-kota yang sibuk.
Karena ini adalah di kaki gunung Eiger,maka malam hari akan terasa sangat dingin.
Hanya terlihat kepulan asap dari cerobong pembakaran di beberapa rumah penduduk.
Memang akhir-akhir ini banyak orang lebih memilih memakai penghangat ruangan dari produk listrik dibanding mempertahankan cerobong asap yang dinilai mencemari udara. Namun beberapa orang lebih menyukai tungku pembakaran.
Setelah makan malam, Pirentz mengajak Velicia duduk sebentar di ruang tamu. Sengaja lampu di padamkan agar mereka dapat melihat dengan leluasa melalui dinding kaca.
Pirentz menyelimuti tubuh Velicia dengan selimut tebal. Kaus kaki dan sarung tangan juga. Kemudian berdiri di jendela kaca dan memandang keluar. Melihat betapa kokohnya gunung Eiger dengan puncak berwarna putih tertutup salju. Sedangkan Velicia duduk di sofa panjang sambil menekuk kedua kakinya hingga dagu.
Pak tua Tommy menghampiri mereka berdua dengan 2 gelas coklat hangat dan camilan.
"Maaf, tapi ku rasa ini akan menyempurnakan malam kalian. Seperti kataku, coklat kami yang terbaik di dunia".
Velicia menoleh dan tersenyum. Ia mengucapkan terima kasih sambil mengambil gelas coklat untuk dirinya dan Pirentz lalu meletakannya di meja.
" Semoga besok kalian bisa berkeliling untuk melihat keindahan Grindelwald. Aku percaya setelah itu kalian pasti akan kembali lagi kesini"kata Tommy sambil terkekeh.
"Benarkah? Kelihatannya kau sangat bangga saat mengatakannya" balas Velicia.
Sekali lagi Tommy terkekeh.
"Aku pun pernah muda seperti kalian. Aku lahir dan di besarkan disini. Pernah suatu ketika aku memutuskan untuk pergi sesaat hingga aku bertemu Georgina istriku. Di puncak karir kami memutuskan untuk menikah di Paris. Namun ketika dokter mengatakan bahwa Georgina tak akan pernah bisa mengandung, semuanya berubah... " Tommy menarik napas sebentar.Pirentz yang sedari tadi acuh langsung berbalik dan melihat Tommy dalam cahaya lampu yang remang. Wajah tua itu terlihat sendu.
"Aku pun tak tahu apa yang mesti kami lakukan. Diam-diam Georgina mendatangi satu persatu dokter Obgyn yang dikenalnya lewat internet untuk mencari setitik harapan. Aku pun sama. Tapi semua jawaban sama. Bahkan hampir di setiap akhir konsultasi aku bisa hafal apa yang akan dikatakan oleh dokter-dokter itu.. " Tommy menatap Pirentz dan tersenyum.
"Hanya keajaiban Tuhan yang bisa mengubah ini" katanya .
Lalu kembali Tommy menatap Velicia yang sedari tadi memandangnya tak berkedip.
"Apapun yang terjadi, bertahanlah dan kuat. Pasti ada jalannya".
" Lalu bagaimana dengan Georgina ?"tanya Velicia.
"Kepribadian cerianya berubah menjadi diam dan kaku. Ia lebih sensitif dan tertutup. Dan yang paling menyakitkan untukku adalah aku tak tahu apa yang harus kulakukan untuk membawa " Georgina ku" pulang".
Lutut Pirentz goyah, kata-kata itu seperti ditujukan untuk dirinya sendiri. Sejenak pandangannya dialihkan pada Velicia yang tampak menyeka airmatanya.
Ia mengeraskan rahangnya."Akhirnya kami , tepatnya aku memutuskan agar kembali ke Grindelwald. Meskipun setengah tak yakin tapi hanya itulah cara agar Georgina tidak tertekan saat melihat sahabat-sahabatnya yang memiliki keluarga lengkap.
" Meskipun semua tak sama lagi, tapi aku tetap berusaha bahkan di usia rentaku saat ini. Aku hanya ingin wanita yang sangat kucintai akan kembali menjadi dirinya seperti saat pertama aku jatuh cinta padanya. Bahkan kau tahu Tuan Ronald, aku ingin jika kematian datang biarlah aku yang lebih dulu pergi. Karena aku tak akan pernah tahu bagaimana bertahan di dunia ini tanpa dirinya".
Tommy menunduk dan mengelus dadanya. Pirentz tahu pria itu menyimpan cinta dan kegetiran yang sangat besar dalam hidupnya saat ini.
Entah kebetulan atau memang Tuhan telah mengatur pertemuan ini, Pirentz tak tahu. Satu hal yang saat ini mengusiknya adalah cerita Tommy sama seperti dirinya walau alurnya tak sama.
Pirentz meraih gelasnya dan meneguk coklat hangat yang di bawa Tommy tadi. Lalu ia sedikit berjongkok di hadapan Tommy.
"Terima kasih Tommy, kau pria luar biasa. Aku doakan kebahagiaan selalu menjadi milikmu".
Pirentz memeluk Tommy erat. Ia bisa merasakan jantung Tommy yang bergemuruh. Ia tahu Tommy telah menyimpan ini selama puluhan tahun.
"Aku ingin bertemu Georgina" kata Velicia tiba-tiba.
Mereka melepaskan pelukan dan memandang Velicia bersamaan.
"Vel... " ucap Pirentz ragu.
"Aku akan mencoba bicara dengannya. Tapi jika ia menolak, aku tak akan memaksanya" jawab Tommy ragu.
"Setidaknya kita harus mencobanya, jika ia menolak aku akan memakai caraku sendiri" sahut Velicia yakin.
Pirentz menggeleng.
"No sayang. Ada beberapa hal dalam kehidupan seseorang yang tak mudah di bagi dengan orang lain".
" I know it Rentz. Tapi biarkan aku melakukannya. Aku pun ingin memeluk Georgina seperti yang baru saja kau lakukan pada Tommy".
Pirentz tahu jelas ia tak akan menang saat berdebat dengan Velicia. Ia menoleh pada Tommy dan menyipitkan matanya.
"Baiklah. Tapi biarkan Tommy melakukannya lebih dahulu. Lagi pula, kau belum sehat sayang".
" Aku baik-baik saja Rentz. Aku hanya kelelahan saja".
Tommy segera berdiri dan hendak pergi.
"Aku harap kabar baik darimu besok uncle" ucap Velicia.
"Tentu saja. Selamat beristirahat. Kita akan bertemu saat sarapan".
Setelah Tommy pergi Velicia segera menghambur ke pelukan Pirentz.
" Jika di depan jalannya tak mudah, mari lalui itu bersama. Jangan pernah berubah untuk alasan apa pun Rentz. Aku mencintai segalanya tentang dirimu".
Pirentz tak membalas perkataan Velicia, ia semakin mengeratkan pelukannya dan mencium rambut Velicia yang harum.
Saat semuanya kembali Vel, aku hanya berharap aku telah meninggalkanmu dengan jalan takdirku sendiri...
***

KAMU SEDANG MEMBACA
NOT SAME (COMPLETE)
RomanceKehidupan masa lalu yang menyakitkan membuat Velicia mengambil keputusan untuk pergi. Ia melarikan diri ke New York untuk mencoba takdirnya sendiri. Meraba dalam gelap dan berjuang dengan menggertakan gigi. Sebuah keputusan mendadak tapi membawa per...