LET'S HAPPY

430 23 0
                                        

Setelah membersihkan diri dan mengganti pakaian Velicia meminta Pirentz agar ia dapat beristirahat sebentar. Ia merasa kepalanya agak pening dan seluruh tubuhnya pegal.

Pirentz agak panik tapi berusaha tenang agar Velicia tidak cemas.

"Berbaringlah. Jangan pikirkan apapun. Aku selalu di sampingmu".

Pirentz menggenggam tangan Velicia dan mengusap kedua telapak tangannya.

Velicia hanya mengangguk pelan. Matanya begitu sayu seperti ingin tidur saja. Tangannya sedikit gemetar. Hati Pirentz tak karuan, genggaman tangan Velicia terasa ringan dan dingin.

"Aku akan menelpon sebentar".

Pirentz mengecup kening Velicia. Kedua matanya sudah tertutup. Napasnya sedikit memburu.

Wajah Pirentz menegang. Ia takut ia melakukan kesalahan. Berkali-kali ia menggigit bibirnya sendiri untuk melawan rasa gugup yang menderanya. Berbagai pikiran buruk berdatangan satu persatu.

Setelah memastikan Velicia benar-benar tidur, ia mengambil ponsel dan menelepon dokter di Herslanden.

"Apa terjadi sesuatu Mr. Ronald?".

" Kami baru saja tiba di Grindelwald dan Velicia merasa pening dan mengantuk".

"Apa suhu tubuhnya panas?".

Pirentz mengulurkan tangan untuk mengecek suhu di dahi Velicia.

" Hanya sedikit hangat".

"Apa ia merasa mual dan ingin muntah?".

" Aku tak tahu. Tadi ia hanya mengatakan sedikit mengantuk dan ingin tidur sebentar".

"Kalau begitu jangan cemas. Hubungi aku begitu ia membuka mata. Aku akan bersiap-siap, jika memang ada sesuatu yang tak wajar, Andrew akan mengantarku ke situ. Bersikaplah tenang agar Ms. Thompson merasa nyaman dan tidak berpikir  yang berlebihan".

" Baiklah dokter. Terima kasih".

"Oh ya, pastikan tubuhnya selalu hangat dan tetap berbaring saja".

" Akan ku pastikan itu dokter".

Pirentz menutup panggilan ponselnya dan kembali duduk di samping ranjang Velicia.

Ia mengulurkan tangan dan mengecek suhu tubuhnya. Masih sama. Hangat. Kemudian menyelimuti Velicia dengan bed cover dan mengatur suhu penghangat ruangan.

Menunggu Velicia  membuka matanya terasa menyakitkan. Jarum jam di arloji tangannya seperti berjalan lambat. Pirentz menggertakan giginya berulang kali. Ingin rasanya menggendong Velicia dalam pelukannya.

Pintu kamarnya di ketuk. Ia berdiri dan berjalan ke arah pintu.

"Maafkan aku, tapi makan siang telah siap tuan".

Sapa  pria paruh baya pengurus rumah tempat mereka tinggal.

"Katakan pada aunty agar kalian bisa makan lebih dahulu. Aku akan menunggu Velicia bangun. Ia kurang sehat" suara Pirentz setengah berbisik.

Pak Thomas pengurus rumah menangkap kecemasan dalam kalimat Pirentz.

"Boleh aku melihat keadaannya? Siapa tahu kami bisa menyiapkan sedikit ramuan khas disini".

Pirentz mengangguk lalu membuka pintu agak lebar  agar pak Thomas masuk.

Pak Thomas mendekati ranjang dan memegang tangan Velicia kemudian meletakkan punggung tangannya di kening.

" Jangan khawatir. Ini bukan hal yang serius. Aku akan meminta Georgina membuat sesuatu yang hangat untuknya".

Thomas  menepuk bahu Pirentz.

"Terima kasih uncle. Oh ya, bisakah aku meminta secangkir kopi atau minuman hangat. Kau tahu aku butuh sesuatu saat ini uncle".

Thomas mengangguk lalu berjalan keluar dengan pelan. Tak lama kemudian ia kembali dengan segelas coklat hangat.

" Kau tahu Mr. Ronald. Coklat terbaik ada disini. Ini dapat membantumu merasa lebih baik".

"Tentu saja uncle. Aku hampir melupakan itu. Aku sangat berterima kasih padamu".

" Semua akan baik-baik saja. Aku permisi".

Pirentz menggenggam erat  gelas coklat hangat di tangannya, walaupun ia ingin terlihat tenang namun  tetap saja kecemasan itu terus mendesaknya.

Ia menyeruput coklat hangat itu selama mungkin, hingga hanya tersisa di dasar gelas. Entah mitos atau kebetulan, tapi beberapa menit kemudian ia merasa saraf-sarafnya mulai rileks. Perasaannya sedikit lebih baik.

Ia tersenyum kecil sambil memikirkan hal ini.

Thanks Swiss Chocolat kau bisa mengusir kecemasanku untuk sesaat.

Pirentz memandang sejenak gelas putih itu lalu meletakkannya di nakas. Ia menyandarkan punggungnya di sandaran kursi dan kedua kakinya berselonjor di kolong ranjang.

Baru saja matanya terpejam, ia merasa pergerakan ranjang. Refleks membuka mata lalu melihat Velicia yang mengerang dengan napas tersengal.

Diraihnya tangan Velicia dan mencoba memanggil namanya. Tidak ada sahutan. Malah keringat bercucuran di kening Velicia.

Kegugupan melandanya. Bagaimana ia akan bertindak sekarang. Ia tetap menggenggam telapak tangan yang dingin itu dan menempelkan pipinya di pipi pucat Velicia.

"Aku disini sayang, bukalah matamu. Aku sangat takut Vel. Jangan seperti ini. Kumohon bukalah matamu".

Bisiknya  lembut tapi getir. Ia bahkan hampir menelan kembali kata-kata itu.

Genggaman Velicia semakin kuat dirasakan Pirentz. Sebelah tangannya menyisir poni yang berserakan di dahi Velicia.

Perlahan erangan itu mereda hingga akhirnya tubuh itu diam dengan bunyi napas yang teratur. Dengkuran halus bahkan terdengar di telinga Pirentz.

"Apakah kau mimpi buruk Vel?" bisiknya lagi.

Masih sama. Tak ada jawaban. Perlahan ia mengangkat pipinya lalu mengecup sebentar kening pucat Velicia.

"Aku tahu, kau akan selalu baik-baik saja karena kau adalah wanita yang kuat. Kau bisa melewati apapun itu".

Pirentz menegakkan punggungnya lalu kembali duduk di kursinya. Ia merogoh ponselnya dan menelpon.

" Bagaimana Mr. Ronald? Apa ia sudah bangun?"tanya dokter.

"Aku rasa ia baik-baik saja dokter. Ia hanya kelelahan karena aku terlalu egois".

" Tapi tetap saja, setelah bangun tolong beritahu aku. Ada beberapa hal yang ingin kutanyakan padanya".

"Tentu saja dokter. Sekarang ia terlihat menikmati mimpinya".

Pirentz tersenyum kecil karena dengkuran halus terus terdengar di telinganya.

" Baiklah Mr. Ronald. Aku tunggu kabar darimu. Jangan terlalu cemas, kau tahu kau harus selalu terlihat kuat untuknya".

"Terima kasih dokter. Aku tahu itu".

Setelah mengakhiri percakapan singkat itu ia mendekati jendela dan memandang keluar. Hamparan karpet alam yang menghijau dan lereng-lereng Grindelwald yang ditutupi salju memberikan ketenangan jiwa dan perasaan.

Mari bahagia sejenak Vel. Mungkin besok dan lusa waktu tak akan berpihak pada kita lagi...

***

NOT SAME (COMPLETE) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang