Velicia melanjutkan sisa pekerjaannya. Ia terus memikirkan perkataan Edgard. Apapun yang terjadi aku harus menyelesaikan semuanya. Aku tak mungkin berkubang dalam airmata seumur hidupku.
Ia menghembuskan napasnya kasar. Ia memanggil aunty Marry melalui interkom. Tak lama kemudian aunty Marry masuk ke ruangannya.
"Aunty aku ingin makan malam dengan seseorang"kata Velicia.
"Aku senang mendengarnya sayang"jawab aunty Marry berbinar.
"Maukah kau menyiapkan makan malam di rumah??".
"Ya tentu saja sayang. Aku akan melakukannya".
"Kalau begitu pulanglah dan siapkan untukku".
"Baiklah".
"Makan malam biasa. Jangan berlebihan aunty".
"Ya..ya.. I know sweethearth".
Aunty Marry tersenyum dan segera keluar.
Mudah-mudahan aku melakukan hal yang tepat. Gumam Velicia.
Ia kembali memanggil Adrian melalui interkom. Adrian masuk dan menemuinya.
"Tolong batalkan semua urusanku diatas jam 5 sore ini".
"Tapi anda...".
"Tidak Adrian. Untuk hari ini saja"pinta Velicia.
"Tapi ada apa ?".
"Aku akan menceritakannya nanti".
"Baiklah. Semoga beruntung Miss".
Pukul 5 sore Velicia telah membereskan meja kerjanya. Ia menarik napas dan mengambil secarik kertas di saku celana kantornya. Ia menekan nomor telpon yang tertulis disana.
"Halo..".
"Hai Rentz..ini aku".
"Oh hai Vel. Aku minta maaf pergi tanpa menunggumu".
"Tak apa Rentz. Kau bukan pengangguran. Tak perlu minta maaf".
"Ada apa Vel?".
"Hmm..aku ingin kau datang ke alamat yang akan aku kirimkan nanti. Jam 7 malam".
"Ya..ya..tentu saja".
"Thanks Rentz. Kalau begitu aku tutup telponnya".
"Bye Vel. See you".
Velicia menghembuskan napasnya. Ia tak percaya ia bisa melakukannya dengan baik. Untuk kali ini tanpa rasa benci dan airmata.
Ia berdiri dan mengambil mantelnya lalu berjalan keluar menuju lift.
Tiba di lobi Adrian telah menunggunya.
"Aku akan menyetir sendiri".
Adrian hanya mengangguk.
"Hati-hati di jalan. Hubungi aku jika kau butuh sesuatu".
Velicia tersenyum dan masuk kedalam mobil dan meninggalkan halaman kantor.
Pirentz baru saja tiba di penthousenya. Ia masih menunggu pesan dari Velicia. Ada kebimbangan dan ketakutan dalam dirinya. Apa yang Velicia inginkan sama sekali dia tidak tahu.
Ia menuju kamar mandi dan mengguyur tubuhnya di bawah shower. Berbagai pikiran negatif menghampirinya.
Tidak! Tidak! Aku harus berpikir positif. Velicia mencintaiku. Aku harus percaya itu.
Keluar dari kamar mandi ia melirik ponselnya sekilas. Ada notifikasi pesan masuk. Ia membuka dan membacanya. Alamat penthouse mewah di kawasan 145 Hudson Street.
Ia menuju walk in closet dan memakai pakaian. Kemeja putih dan skinny jeans berwarna biru. Ia menggulung lengan kemejanya sedikit dan mengancingnya. Sangat tampan.
Tepat pukul 7.00 malam ia tiba di alamat yang dikirim Velicia. Ia bertemu security dan bertanya. Ia diarahkan ke lift yang akan membawanya ke lantai teratas penthouse ini.
Ia tiba di alamat yang dituju. Ia mengerjapkan mata untuk memastikannya. Ia mengambil ponselnya dan menekan nomor Velicia.
"Aku sudah tiba di alamat yang kau kirimkan Vel".
"Masuklah."
Pirentz mendorong sebuah pintu besar yang tak terkunci dan masuk.
"Selamat datang Rentz"sapa Velicia.
Pirentz tampak bingung.
"Welcome home".
Pirentz tak menyangka ini adalah tempat tinggal Velicia sekarang. Ini sungguh di luar perkiraannya.
"Kau membuktikan ucapanmu dulu Vel".
"Apa maksudmu Rentz?".
"Kau telah mendapatkan semua yang kau impikan".
"Tidak semuanya Rentz. Tidak semua yang aku mau aku dapatkan".
"Maaf kalau aku salah bicara".
"Ayo makan. Aku sudah lapar. Aku menunggumu"ajak Velicia.
Mereka menuju meja makan. Duduk berhadapan.
Velicia mengambilkan beberapa menu makanan dan menaruhnya ke dalam piring Pirentz.
Pirentz hanya memandangnya dalam diam.
Kau tak pernah berubah Vel. Aku tak akan menemukan sosok seperti dirimu. Aku...
"Apa yang kau pikirkan. Ayo makan. Kau harus tetap tampan".
Velicia tertawa.
"Vel...".
"Makanlah. Setelah itu kita bicara"potong Velicia.
Mereka makan sambil membicarakan hal-hal seputar pekerjaan dan bisnis. Mereka bertukar pengalaman.
Bagaimanapun Pirentz sudah lebih banyak pengalaman.
Setelah makan Velicia mengajak Pirentz ke balkon. Mereka duduk di bangku kecil yang ada di situ.
"Rentz...".
Pirentz menatap Velicia dalam.
"Aku telah memikirkan ini secara matang. Entah dampaknya bagi kita apa,aku harap ini yang terbaik".
"Aku akui aku pernah mencintaimu,sangat mencintaimu sampai tak menyisakan cinta untuk diriku sendiri. Hingga saat aku jatuh, aku hampir kehilangan diriku. Semua kenangan manis itu akan selalu ada di hatiku dan pikiranku selamanya. Karena memang kaulah orang pertama yang paling kusayangi. Dan kau juga yang telah menulis kenangan itu untukku".
"Semua yang aku impikan dulu telah kudapatkan. Bahkan lebih dari yang aku kira. Tapi hanya satu yang tak bisa aku dapatkan. Dirimu dan cintamu. Kadang aku ingin marah pada Tuhan karena tidak adil untukku tapi setelah kupikir-pikir, mungkin ini jalannya agar aku bisa dicambuk untuk sukses seperti sekarang".
"Jadi Rentz.. aku ingin kita mengakhiri segalanya disini. Hari ini. Bagaimanapun beratnya, aku ingin melangkah.
Aku hanya punya 2 pilihan disini.
"Mencintaimu dan memberi kesempatan kedua atau memaafkanmu dan membuka hatiku untuk orang lain".
"Kalau kau bertanya apa aku mencintaimu. Ya.
Tapi tidak ada kesempatan kedua Rentz. Sekeras apapun aku mencoba, tetap wajah Anna menyakitkan untukku. Seandainya kau tidak pernah tidur bersamanya, itu akan berbeda Rentz.
Kau sudah melukaiku dan akan terus aku ingat saat aku melihat wajahmu atau Anna".
"Jadi, aku memilih memaafkanmu tapi tidak memberikan kesempatan kedua untukmu. Itu yang terbaik. Aku hanya ingin keluar dari kubangan luka dan airmata.."
***
KAMU SEDANG MEMBACA
NOT SAME (COMPLETE)
RomanceKehidupan masa lalu yang menyakitkan membuat Velicia mengambil keputusan untuk pergi. Ia melarikan diri ke New York untuk mencoba takdirnya sendiri. Meraba dalam gelap dan berjuang dengan menggertakan gigi. Sebuah keputusan mendadak tapi membawa per...
