AGAIN

539 38 0
                                    

Setelah berkemas Velicia menunggu Edgard untuk menjemputnya. Ia berdiri di jendela dan memandang kota di bawahnya. Semua kenangan terlintas di pikirannya.

"Apa yang kau pikirkan?"ucapan Edgard membuatnya terkejut.

" Bukan apa-apa. Kau terlalu lama Ed".

"Ayo. Aku sudah rindu New York".

Velicia tersenyum. Pasti ia merindukan wanita yang dicintainya.

Hatinya sedikit tercubit. Ia lalu melangkah mengikuti Edgard. Baru saja mereka keluar, ponsel Edgard berbunyi. Ia menekan tombol hijau begitu melihat nama di layar. Ia menjauh sedikit dari Velicia. Velicia hanya menatapnya datar.

Selesai bicara Edgard menghampirinya.

" Ayo".

Velicia ingin bertanya tapi ia sungkan.

Mungkin wanita itu. Pikirnya.

Mereka masuk lift dan Edgard menekan tombol menuju puncak bangunan hotel.

"Bukankah seharusnya kita ke bawah Ed?".

" Tidak. Kita akan pulang dari sini".

Saat lift terbuka, mereka keluar dan menuju helipad. Tampak helikopter Pirentz di sana.

"Mereka akan mengantar kita ke bandara".

Velicia hanya mengangguk. Ia mengulurkan tangannya dan Edgard membantunya naik.

Begitu helikopter mendarat Velicia mengerutkan kening. Di hadapannya berjejer beberapa jet mewah.

" Kita akan pulang dengan ini".

Kata Edgard sambil menunjuk sebuah jet putih dengan tulisan R'Fly berwarna biru.

"Aku bisa meminta Adrian untuk menyiapkan penerbangan kita"protes Velicia.

" Yah. I know. Tapi kali ini biarkan aku. Aku akan menganggap ucapanmu barusan sebagai hutang".

"Terserah padamu Ed".

Velicia memukul lengan Edgard.

"Selamat datang Mr. Rayyan"sapa Pilot di ujung tangga.

Edgard hanya tersenyum dan menarik tangan Velicia untuk naik.
Seorang pramugari menyambut mereka begitu tiba di dalam pesawat.

" Duduklah dan buat dirimu nyaman. Jika kau lelah, kau bisa istirahat di sana"tunjuk Edgard pada sebuah pintu bertuliskan privasi ER.

"Thanks Ed. Aku sungguh berutang banyak padamu".

" Ini bukan apa-apa Vel. Aku hanya senang melakukan ini untukmu. Jangan bebani pikiranmu".

"Aku hanya merasa beruntung memilikimu di sisiku saat ini. Kau bahkan ada di titik terpurukku. Thanks Ed. Selain Noel, kini aku punya dirimu".

Velicia menatap Edgard dan tersenyum.

"Oh lihatlah... Aku ingin mencium mu sekarang"bisik Edgard.

Velicia mencubit pinggangnya keras. Edgard menjerit lalu tertawa keras.

" Kau harus makan sekarang dan kemudian minum vitamin".

Seorang pramugari mendorong troli makanan mendekati mereka. Ia menghidangkan beberapa menu makanan di hadapan mereka.

Edgard mengambil piring dan menyiapkan makanan untuk Velicia. Setelah itu ia menggeser piring makanan tepat di hadapan Velicia.

"Bon appetite...".

Velicia tersenyum dan menggangguk.

"Sure Ed. Aku memang lapar".

Mereka berdua makan dalam diam. Sesekali Edgard mencuri pandang pada Velicia. Hal ini tak luput dari perhatian pramugarinya. Mereka tahu boss mereka sedang jatuh cinta pada wanita cantik di hadapannya.

Setelah minum "vitamin"dari Edgard, Velicia meminta istirahat. Edgard tahu ini adalah efek dari obat itu,
Obat penenang. Edgard mengantar Velicia.

" Istirahatlah. Aku akan membangunkan mu saat tiba di New York".

Edgard menarik selimut untuk menutup tubuh Velicia.

Kemudian ia keluar dan meninggalkan Velicia.

Setelah memastikan Edgard sudah tak ada, Velicia membuka mata dan merenungkan semua kejadian di Boston. Ia masih bertanya mengapa Pirentz tak menghubunginya sama sekali. Bahkan terakhir di helipad rumah sakit, Pirentz sama sekali tak menoleh sedikitpun padanya.

Ada rasa sakit dan kecewa di sudut hatinya. Ia menarik napas dalam.

Mengapa terlalu sulit bagiku untuk menghapus dirimu dari pikiranku Rentz?
Rasanya tetap sama saja. Harus dengan cara apa aku melupakanmu??

Perlahan butiran air mata mengalir di pipinya. Ia merasa sesak di hatinya. Ia menggigit selimutnya kuat. Ia takut Edgard akan mendengar isaknya. Kepalanya mulai berdenyut sakit. Ia memejamkan mata dan semakin menggigit kuat selimutnya. Tubuhnya bahkan meringkuk sekarang.

Matanya terasa berat walau air mata masih bergulir turun. Ia tertidur dalam keadaan menangis.

Sementara di Boston. Di apartemen kecil milik Velicia dulu sewaktu kuliah, Pirentz juga sama hancurnya. Ia meringkuk di tempat tidur yang masih menyimpan aroma parfum Velicia. Air matanya pun sama. Ia menangis dalam diam.

Hal yang membuatnya semakin sedih adalah kondisi Velicia saat ini. Walau belum dikategorikan buruk, tapi ini adalah masalah serius. Dan ia bahkan terlalu pengecut untuk memberitahu Velicia tentang penyakitnya.

Maafkan aku Vel. Apa yang harus aku lakukan sayang? Aku bilang aku sangat mencintaimu tapi aku hampir membunuhmu saat ini. Tolong sembuh untukku. Jangan seperti ini, aku tak sanggup memikirkannya. Dan aku cemburu pada Edgard Vel. Dia begitu dekat denganmu. Aku takut kau jatuh cinta padanya Vel....

Pirentz menyugar rambutnya frustasi. Pikirannya kacau balau. Ia mengambil ponsel dan menelepon Edgard tapi ponselnya tidak aktif. Ia menelepon Velicia dan hasilnya sama.

Ia berjalan menuju kulkas dan mengambil sebotol anggur dan menuangnya ke gelas. Ia menertawakan dirinya sendiri.

Ini hukuman untukku karena telah menyakitimu di masa lalu.....

Edgard dan Velicia baru saja tiba di New York. Mobil yang menjemput mereka akan mengantar Velicia terlebih dahulu. Tiba di apartemennya Velicia mengucapkan terima kasih.

Setelah Velicia menutup pintu mobil Edgard melaju  meninggalkan apartemen Velicia. Edgard memejamkan matanya. Ia begitu lelah. Apalagi pikirannya.

Entah dengan cara apa aku akan bertahan Vel. Setiap kali melihatmu menangisi Pirentz membuat keyakinan ku goyah. Apa sebegitu berartinya Pirentz untukmu sampai kau tak ingin membuka mata dan hatimu untukku??
Oh God, show me the way, please...

Edgard mengeraskan rahangnya mencoba menekan kepedihan di hatinya.

***

NOT SAME (COMPLETE) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang