OLD CITY

466 20 0
                                        

Saat bangun pagi Velicia terkejut ketika turun untuk sarapan. Pirentz tampak berbeda. Ia memakai pakaian kasual dan terlihat lebih tampan.

"Apa tidurmu nyenyak?" sapa Pirentz.
Velicia mengangguk dan mencium pipinya. Lalu duduk di samping Pirentz.

"Ayo sarapan" Pirentz mulai mengambil roti isi dan meletakkannya di piring Velicia juga segelas susu.

Velicia memandangnya tak berkedip.

"Apa sesuatu mengganggumu?" tanya Pirentz.

Velicia menggeleng dan tersenyum.
"Biarkan aku memandangmu sepuasnya".

" Terserah padamu. Tapi kita harus sarapan sekarang. Aku akan membawamu jalan-jalan"balas Pirentz.

"Aku tak ingin kemana - mana Rentz. Aku ingin di rumah saja denganmu itu sudah lebih dari cukup".

" Tidak. Kali ini kau harus ikut. Aku jamin kau akan berterima kasih padaku nanti".

Velicia memonyongkan bibirnya. Pirentz tertawa kecil sambil menyodorkan sendok ke mulut Velicia.

"Kenapa pagi ini kau sangat manja Vel"

"Entahlah. Aku hanya ingin melakukannya denganmu. Kau tahu perasaanku begitu lapang saat ini. Tak ada yang kupikirkan. Bahkan perusahaanku sendiri Rentz".

" Oh ya. Makanya dari dulu aku selalu mengatakan padamu jangan terlalu keras bekerja. Kau harus punya waktu untuk dirimu sendiri".

"Terima kasih. Tapi kenapa aku tak mengingat itu sama sekali".

" Biarkan semua apa adanya. Sebentar lagi kau sembuh dan semuanya akan kau ingat kembali"ucap Pirentz membelai rambut Velicia.

Ada rasa getir di ujung kalimatnya sendiri. Di luar ia begitu meyakinkan  Velicia bahwa semua baik-baik saja. Tapi pada kenyataannya dia begitu hancur memikirkan tiap detik yang ia lalui bersama mantan kekasihnya ini.

Dering ponsel membawa pikirannya kembali. Ia melihat nama Davina di layar.

"Ya... Baiklah... Terima kasih".

Velicia baru saja meletakan gelas susunya.

" Bersiaplah. Pakai pakaian yang nyaman".

Velicia mencuri sebuah ciuman cepat di bibirnya dan menghilang ke kamarnya. Pirentz menjambak kasar rambutnya. Ia hampir gila dengan semua ini.

Andai saja kesalahan itu tak pernah ada.
Andai saja Velicia tak kehilangan memorinya.
Andai saja mereka masih sepasang kekasih.
Andai saja...

"Apa yang kau pikirkan Rentz" Velicia berdiri tepat di hadapannya.

"Tidak ada" Ucapnya cepat.

"Tapi kau melamun Rentz".

" Ayo nanti terlambat".

Pirentz mengambil mantel dan memakaikannya di tubuh Velicia. Sebuah syal maroon di lingkarkan di leher Velicia dan terakhir sebuah kaca mata hitam.

"Kau selalu cantik dengan caramu sendiri Vel".

" Itu pun karena dirimu. Lihat kita berdua tampak serasi. Kau dan aku diciptakan untuk satu sama lain Rentz".

Pirentz segera meraih tas kecilnya dan kunci mobil. Tangan yang satunya menggenggam tangan Velicia. Sepanjang berada di lift genggamannya tidak di lepaskan.

Ada begitu banyak rasa yang bergelora di hatinya. Bahagia sekaligus sakit. Matanya berkabut. Hatinya teriris. Untunglah ia memakai kacamata hitam jadi Velicia tak melihat perubahan raut wajahnya.

Ia membuka pintu mobil untuk Velicia, lalu ia duduk di belakang setir. Sepanjang perjalanan tidak ada yang bicara. Velicia meletakkan kepalanya di bahu Pirentz. Sesekali Pirentz mengusap lembut pipinya.

Mobil memasuki kawasan bandara dan terus melaju menuju hanggar.

Beberapa pria berjas terlihat berdiri di pintu masuk.

"Selamat datang Mr. Ronald" sapa mereka.

Pirentz hanya mengangguk dan menarik tangan Velicia melewati pintu.

Sebuah helikopter bertuliskan P&R ada di hadapan mereka. Seorang perempuan menghampiri mereka.

"Aku telah menyiapkan segalanya. Selamat bersenang-senang" kata Davina.

"Thank you Davina" balas Pirentz.

"Maaf sudah merepotkanmu" sambung Velicia.

"Ini bukan apa-apa. Selamat berlibur Ms. Thompson".

Pirentz memilih menjadi pilot untuk mereka berdua. Ia ingin menghabiskan waktu-waktu berharga bersama Velicia. Menciptakan kenangan manis yang tak akan pernah terulang lagi.

" Ini sangat keren"ucap Velicia akan pemandangan Swiss dari udara. Ini pertama kalinya ia ada di langit Swiss.

"Aku sudah bilang sebelumnya kau akan berterima kasih padaku" goda Pirentz.

"Kau benar. Aku malah ingin menciummu sekarang" velicia tak mau kalah.

Akhirnya mereka mendarat di sebuah kota kecil Bern.

Salah satu kota tua di Swiss yang terkenal dengan bangunan tua dan pahatan Reinassance.

Sebuah mobil mewah telah menunggu mereka. Setelah masuk ke mobil keduanya di antar ke villa yang telah disiapkan Davina.

Udaranya begitu segar bahkan cenderung dingin. Tapi bagi Velicia ini adalah tempat dengan kualitas udara terbaik.

Setelah mandi dan mengganti pakaian ia menemui Pirentz yang baru saja menelepon seseorang.

Ia memeluk Pirentz erat.

"Terima kasih Rentz sudah membawaku ke sini. Aku sangat senang. Dan aku yakin aku hampir sembuh. Benar-benar sembuh".

" Kita akan berjalan-jalan sebentar sambil mencari makanan enak"ajak Pirentz.

Kepalanya benar-benar akan meledak. Bagaimana caranya ia harus menyikapi setiap sentuhan  Velicia padanya. Hanya Pirentz yang tahu apa artinya itu. Dan segalanya sangat menyiksanya.

Mereka ada di Bern. Setelah mendapat rekomendasi tempat makan yang bagus ia mengajak Velicia ke sana.

Restoran dengan konsep alami berupa vila kecil di pinggir danau menjadi pilihan Pirentz.

Suasana restoran tampak ramai saat jam makan siang. Berbagai kalangan memilih menghabiskan rehat kerjanya di tempat ini. Namun karena konsep tempat tempat makan berupa grup kecil bahkan hanya untuk dua orang maka restoran ini menawarkan privasi dan kenyamanan.

Udaranya cukup hangat mengingat sebentar lagi musim salju tiba.

Pirentz memperbaiki syal yang ada di leher Velicia dan juga mantelnya.

"Katakan padaku jika kau tak merasa nyaman Vel".

" Hmm... Aku sangat baik Rentz. Terima kasih sudah menjagaku dengan baik".

"Aku senang kau suka tempat ini. Asal kau tahu saja, ini pertama kalinya aku membawa seseorang ke sini".

" Ah, benarkah? Aku menjadi orang yang beruntung Rentz. Meski aku punya uang yang banyak, entah kenapa aku tak pernah terpikir untuk mendatangi tempat ini. Aku juga yakin masih ada tempat yang indah selain Bern".

"Itu karena... Kau terlalu keras bekerja. Sesekali tolong sisihkan sedikit waktumu untuk mencharge dirimu sendiri. Kau tahu itu sangat  bagus untuk kesehatanmu Vel".

Velicia mengangguk.
" Thank you Rentz. Aku beruntung memilikimu di sisiku. Aku mencintaimu".

Pirentz tak menjawab. Ia hanya mengulurkan tangan dan menggenggam telapak tangan Velicia.

Aku tak tahu Vel, aku harus senang atau menangis mendengar kalimat aku mencintaimu...

***

NOT SAME (COMPLETE) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang