PAIN

662 32 0
                                        

Pirentz masuk beberapa saat setelah dokter. Ia mendekati ranjang Velicia dan membelai rambutnya lembut.

"Apa kau merasa lebih baik sekarang".

" Ya. Aku baik-baik saja. Oh ya, dimana Adrian?"tanya Velicia.

Pirentz sedikit terkejut tapi ia berusaha terlihat baik-baik saja.

"Dia di New York. Ada banyak hal yang harus dikerjakan" jawab Pirentz.

Velicia tampak mengerutkan kening. Pirentz tersenyum dan meraih tangannya.

"Seperti apa yang kau minta beberapa waktu lalu, sekarang kita ada di Swiss".

" Aku sungguh tak ingat. Kalau begitu apa yang akan kita lakukan Pirentz? "tanya Velicia.

Pirentz hampir melepas tangan Velicia karena terkejut.

" Aku yang mengatakan namamu padanya"ucap Andrew.

Pirentz mengangguk mengerti. Tapi jauh di dasar hatinya semuanya terasa  sangat menyakitkan.

Dokter berdehem untuk membuat suasana kembali normal.

"Ia harus beristirahat beberapa hari lagi. Jangan memaksanya untuk berpikir terlalu keras. Kalian bisa menghirup udara di taman".

Dokter menepuk punggung Pirentz dan tersenyum lalu beranjak keluar.

Andrew mendekati ranjang dan menatap Velicia.

" Aku harap kau cepat sembuh. Swiss sangat indah. Buatlah memori sebanyak mungkin. Aku akan kembali lagi. Dan kau Rentz, jangan terlalu banyak berpikir, semuanya akan baik-baik saja".

Pirentz menarik napasnya dan tersenyum.

"I know Drew. Thanks".

Velicia hanya memandang keduanya dengan rasa penasaran karena ia benar-benar tak ingat apapun.

Kini tinggal mereka berdua.

" Katakan padaku jika kau menginginkan sesuatu".

Pirentz duduk di samping tempat tidur.

"Aku ingin makan salad".

" Tentu saja tapi nanti saat kita keluar dari sini. Sekarang aku akan menyuapimu dengan makanan ini".

Jawab Pirentz sambil menunjuk makanan di nakas.

Velicia hanya mengangguk dan menatapnya lembut.

"Terima kasih untuk segalanya. Maafkan aku belum mengingatmu tapi aku janji aku akan berusaha menemukanmu dalam ingatanku".

Pirentz menggeleng lemah.

" Tak apa. Itu tidak penting  untukku. Yang penting sekarang, kau baik-baik saja. Itu membuatku bahagia".

Velicia mengulurkan tangannya dan membelai wajah Pirentz.

"Walau aku tak ingat apapun tapi hatiku merasa  hangat saat menatap wajahmu. Aku percaya kau orang yang baik dan seperti kata Andrew kau sangat mencintaiku. Aku sangat beruntung memilikimu di sisiku".

Pirentz memeluknya erat. Buliran air mata tumpah ruah. Perkataan Velicia menyenangkan di telinganya tapi menyakitkan di hatinya. Ia benar-benar tak tahan lagi.

Velicia menepuk punggungnya lembut. Ia tak tahu kenapa Pirentz terisak dengan kata-katanya barusan. Pirentz mengurai pelukannya.

" Maafkan aku Vel. Aku... ".

"Jangan menangis Rentz. Aku hanya ingin melihatmu tersenyum dan tertawa. Berjanjilah padaku".

Velicia menyeka sisa air mata yang menggantung di wajah Pirentz.

Jika ingatanmu kembali kau akan membenciku Vel...

Pirentz mengambil air lalu meneguknya sampai habis. Kemudian ia mengambil makanan dan menyuapkannya pada Velicia.

Sepanjang mengunyah makanan, tatapan mata Velicia begitu berbinar. Pirentz sangat menyukai itu. Sudah lama ia tak melihat sinar mata Velicia seperti itu. Lama sekali...

Setelah menghabiskan makanannya dilanjutkan dengan minum obat.

"Aku mengantuk Rentz. Aku ingin tidur sebentar. Kau juga harus makan dan  istirahat".

" Tentu saja Vel. Ya aku juga lapar. Tidurlah aku akan makan dan istirahat juga".

Pirentz merapikan selimut Velicia dan mengecup keningnya lembut. Velicia tersenyum dan meraih tangannya.

"Aku ingin tidur sambil menggenggam tanganmu Rentz".

Velicia membawa tangan Pirentz di dadanya lalu menutup mata.

"Apapun yang kau inginkan lakukan saja" jawab Pirentz.

"Hmmm.... ".

Hanya itu jawaban Velicia. Ia tak membuka matanya lagi.

Tak lama kemudian napasnya mulai teratur menandakan ia sudah terbang ke alam mimpi. Perlahan Pirentz melepas tangannya lalu menarik selimutnya dan menyetel pendingin ruangan.

Setelah memastikan Velicia aman, ia bergegas menemui dokter yang menangani Velicia.

"Jelaskan padaku, mengapa dia mengingat sekertarisnya tapi tidak denganku".

" Itu hal yang umum terjadi. Biasanya beberapa orang saat di bawah alam sadarnya memilih untuk melupakan kenangan tertentu. Terutama kenangan yang menyakitkan, sedih atau trauma masa lalu. Tapi aku harap ingatannya cepat pulih. Dari caranya memandangmu, aku tahu ada rasa cinta yang besar disana. Kau hanya perlu bersabar, waktu akan memulihkan segalanya".

Pirentz terdiam saat dokter menjelaskan panjang lebar. Di satu sisi ia bahagia bahwa gumpalan di otak sudah tidak ada lagi, dan Velicia sudah sehat. Tapi disisi lain ia sedih karena Velicia  memilih untuk menghapusnya dari memorinya.

"Berapa lama ini akan bertahan dok?".

"Itu tak pasti karena tiap orang memiliki fase pemulihan yang berbeda-beda. Tergantung keinginan pasien dan situasi pemicu ingatan itu sendiri".

Pirentz hanya terdiam mencerna semua yang dikatakan oleh dokter. Ia lalu mengucapkan terima kasih dan permisi untuk kembali ke kamar Velicia.

Sepanjang lorong ia terus memikirkan semua yang dikatakan oleh dokter. Jika pada akhirnya Velicia akan menemukan kembali Pirentz di memorinya maka ia harus siap dengan  itu.

Satu hal yang masih menjadi tanda tanya adalah apakah Velicia masih mencintainya?

Apakah Velicia masih menginginkannya?

Bagaimana jika setelah pulih ternyata hati Velicia sudah diberikan pada seseorang?

Lutut Pirentz terasa lemas saat memikirkan kemungkinan terakhir. Ia ingin egois bahwa ia masih menempati ruang istimewa di dalam hati Velicia.

***

NOT SAME (COMPLETE) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang