NO TEARS

472 28 4
                                        

Begitu memarkirkan mobilnya di lobi, Velicia menarik napas sebentar lalu melihat ke spion untuk merapikan make up di wajahnya. Ia mengambil lipstik favoritnya dan memoles bibirnya lalu tersenyum puas.

Aku selalu baik-baik saja.
Aku adalah Velicia dan aku tidak mengijinkan siapapun untuk menyakitiku....

Ia berbicara sendiri. Lalu membuka pintu mobil dan keluar.

Sekuriti menerima kunci mobil untuk memindahkan mobil ke parkiran khusus.

Velicia menegakkan punggungnya dan mulai melangkah dengan penuh wibawa dan anggun.

Bunyi gesekan heels nya dan lantai menimbulkan aura percaya diri yang kuat dan keanggunan seorang bos.

Bahkan setiap karyawan yang berpapasan dengannya, hanya menunduk hormat tanpa berani menatap wajah pemilik V-Realty Trust.

Lift khusus segera membawanya ke puncak gedung, tempat kursi kebesarannya dan tempat pengakuan dirinya sebagai salah satu konglomerat muda dan populer di kalangan pebisnis high class di dunia.

"Kau baru datang? " serbu Adrian begitu Velicia muncul di depan pintu.

Ia melepas kacamata hitamnya dan tersenyum pada sekertarisnya.
"Ayolah... Kau cerewet sekali. Tadi sedikit macet".

" Memangnya kau makan siang dimana? "tanya Adrian curiga.

" Aku hanya merindukan sebuah makanan di suatu tempat. Sudah lama sekali aku tak ke sana"jawab Velicia sambil mulai memeriksa berkas.

"Wow! Lain kali ajak aku. Aku penasaran dengan tempat itu. Makanannya pasti enak" kata Adrian antusias.

" Mungkin tahun depan"jawab Velicia singkat tanpa mengangkat kepalanya sedikitpun dari berkas yang ada di hadapannya.

"Wahh lama sekali. Atau kau tak berniat sama sekali" protes Adrian.

" Sebaiknya kau segera lakukan pekerjaanmu atau aku akan memotong gajimu bulan ini" Velicia menjawab dengan nada yang dibuat-buat untuk menakuti Adrian. Diam-diam ia mengulum senyumnya melihat raut wajah Adrian yang cemberut.

"Kenapa kakakku galak sekali hari ini" gumam Adrian.

"Aku mendengarmu.. Dalam hitungan ketiga Adrian... ".

" Ya... Ya... Ya... ".

Adrian lalu berjalan menuju pintu keluar sambil tersenyum geli.

Rasanya bahagia sekali bisa melihat sisi lain dari Velicia. Ia bersyukur semakin hari hubungan persaudaraan mereka selayaknya saudara kandung.

Bahkan kini Adrian sudah berani bercanda dan merajuk ketika hanya ada mereka berdua. Ia merasa semakin yakin untuk mengabdikan dirinya pada perempuan baik hati yang telah mengangkatnya dari lumpur kemiskinan.

Velicia adalah segalanya untuknya. Ia bahkan tak tahu kampung halamannya dimana, apalagi orang tuanya.

Namun ia bersyukur, menjelang usia dewasa ia bertemu dengan Velicia dan menerima kebaikan gadis itu tanpa syarat. Hingga jadilah dirinya yang sekarang. Penuh kelimpahan. Kebahagiaan dan materi yang didambakan semua orang.

Ia bahkan bisa berjalan dengan kepala tegak bersama orang-orang hebat dan kaya raya.

Dipercaya Velicia untuk berada disisinya mengelola aset perempuan hebat itu yang nilainya miliaran dollar dan menjamur di berbagai belahan dunia.

Velicia baru mengangkat kepalanya saat ponselnya berdering. Nama Adrian tertera di layar.

"Apa kau akan tidur di kursi kerjamu malam ini?" ucap Adrian dari seberang.

Velicia menoleh pada jendela besar di sampingnya lalu mematikan sambungan telpon Adrian.

Astaga!
Ternyata hari sudah gelap.

Ucap Velicia pada dirinya sendiri. Ia merapikan mejanya dan menaruh semua berkas di laci dan menguncinya dengan sidik jarinya.

Kemudian ia berdiri dan meregangkan tubuhnya lalu meraih tas dan ponselnya untuk turun ke bawah.

Setiap ruangan yang dilewati hampir kosong. Itu menandakan bahwa para pekerja sudah pulang dari tadi. Hanya beberapa orang yang terlihat sedang membereskan meja.

Tiba di lobi ia tak melihat Adrian, dugaannya sama pasti laki-laki itu sudah pulang sehabis menelponnya tadi. Ia pun berjalan keluar pintu utama.

Mobilnya sudah terparkir sempurna jadi ia tinggal masuk dan menyetir meninggalkan kantor kebanggannya itu.

Sepanjang jalan ia menyetel musik dari tape di mobilnya. Ia pun ikut bersenandung kecil menirukan lagu yang diputar.

Lalu tiba-tiba saja perasaannya terenyuh. Ada kepedihan yang merebak di hatinya.

Perlahan kejadian di restoran siang tadi menghampirinya. Sekuat tenaga ia ingin mengusir itu dari pikirannya tapi tetap saja bayangan Edgard dan perempuan itu tak mau pergi.

Velicia mendesah. Ia menggigit bibirnya kuat-kuat untuk menekan gejolak kepedihan itu. Ia sudah berjanji pada dirinya untuk tidak memperdulikan hal itu lagi.

Tiba di apartemen ia segera mandi. Tubuhnya terasa pegal dan letih. Ia merendam tubuhnya dengan air hangat yang ditetesi aromaterapi rose favoritnya.

Ia memejamkan mata menikmati sensasi terapi itu.
Setengah jam kemudian ia keluar dan mengguyur tubuhnya di bawah shower.

Semua kejadian berputar kembali dalam ingatannya. Ia merasa sedikit pusing tapi ia terus mengguyur dirinya.

Serpihan kenangan mulai hilang muncul berganti adegan demi adegan. Ada Pirentz di sana, ada dirinya bahkan ada Edgard di sana.

Ia memegang kepalanya kuat-kuat tapi masih membiarkan shower mengguyur tubuhnya. Ia enggan membuka mata.

Ia bersandar pada dinding keramik kamar mandi untuk menopang tubuhnya yang bergetar hebat. Perasaannya tak karuan. Ia ingin menangis dan berteriak tapi ada sisi lain dirinya yang menolak itu dengan keras.

Bayangan hitam putih setiap memori datang dan pergi hingga akhirnya ia merosot turun ke lantai karena tak kuat lagi.

Entah berapa lama ia pingsan, ia tak ingat. Tapi satu hal yang pasti, kini ia seperti kembali pada masa normalnya. Ia mengingat semua yang terjadi tadi.

Bahkan ia tahu bahwa apa yang terlintas barusan bukan mimpi dan kayalan tapi itu benar-benar terjadi dalam hidupnya.

Ia memeluk dirinya sendiri. Ia ingin menangis tapi airmatanya tidak mau keluar. Lalu ia berdiri dan melihat wajahnya di cermin.

Terima kasih waktu...
Aku bisa melewati segalanya...
Sekarang aku tahu apa yang terbaik bagi diriku...

Ia menyabuni tubuhnya lalu menyelesaikan mandinya dan mengenakan handuk.

Setelah berganti pakaian ia menuju dapur untuk memasak makan malamnya.

Ia merebus beberapa butir telur lalu memasak makanan cepat saji berupa mi kuah. Memasukan sedikit bubuk cabai pada kuah mi.

Setelah menambahkan irisan sosis dan daun bawang juga butiran telur yang telah dikupas ia segera menyajikannya di mangkok. Ia menghirup aroma masakannya dengan bangga.

Sekaleng minuman alkhohol rendah diletakkan di samping mangkok mi yang berkepul asap.

Ia makan dengan lahap sambil meneguk minuman itu bergantian hingga mangkoknya kosong. Ia tersenyum puas dan menyeka bibirnya dengan lidahnya.

Hidupku harus terus berjalan...
Aku tak pernah bergantung pada siapapun...
Pirentz atau Edgard... Bagiku keduanya sama.
Mari kita lihat kawan, siapa yang akan bertekuk lutut.
Dan akan kupastikan, tidak ada kesempatan kedua untuk sebuah kesalahan yang disengaja...

Ia beranjak ke kamarnya dan tidur. Ia sudah selesai dengan dirinya dan masa lalunya. Sekarang ia ingin menata masa depannya tanpa melibatkan orang lain. Karena ia tahu hanya dia yang tahu apa yang terbaik untuk dirinya.

***

NOT SAME (COMPLETE) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang