Edgard masih terpaku di tempatnya. Lidahnya terasa kelu. Banyak hal yang ia ingin katakan tapi perkataan Velicia jauh menusuk hatinya. Rasa bersalah yang begitu besar membuatnya tak berkutik sama sekali.
Velicia memutar kepalanya dan melihat reaksi Edgard. Jauh di dasar hatinya ia tak ingin melakukan itu tapi kenyataan bahwa Edgard sengaja mengabaikannya waktu itu mengecewakan perasaannya. Ditambah lagi perempuan sialan dan tak tahu malu bernama Andrea yang berani merendahkannya.
"Oh ya, satu hal lagi yang ingin kukatakan. Sampaikan pada kekasih sialanmu itu untuk menjaga bicaranya di hadapanku. Aku tak menyangka seleramu sekelas dia... " tambah Velicia.
"Dia bukan kekasihku" bantah Edgard.
"Benarkah? Lalu, apa yang kau pikirkan saat menolak makan siangku melalui sekertarismu yang pandai berbohong dan malah mengajaknya makan siang di restoran yang sama denganku? Apa itu kebetulan Ed? Tidak... Itu disengaja dan kau tau kau keterlaluan Ed!".
Dada Velicia naik turun menumpahkan segala kekesalan yang sudah ditampungnya beberapa hari ini.
Edgard menatapnya dengan penuh penyesalan.
"Saat Pirentz dan Anna melukai aku dulu, aku tak semarah seperti ini. Kau tahu kenapa Ed? Karena Pirentz tidak sengaja melakukan kesalahan itu. Makanya, saat ia muncul dengan penyesalan dan meminta maaf, aku bersedia melakukan itu dan juga aku berpikir sekarang aku memilikimu".
" Aku memaafkannya hanya untuk memberinya kelegaan bukan untuk memberinya kesempatan kedua. Bagiku, kesalahan tetaplah kesalahan. Dan itu akan tetap menjadi duri dalam daging sampai kapanpun".
"Lebih baik pulanglah. Tak ada yang penting untuk kau lakukan. Aku selalu baik-baik saja. Tanpa siapapun".
Selesai mengatakan itu Velicia berjalan menuju kulkas dan mengambil 2 minuman kaleng. Ia menyodorkan 1 kepada Edgard.
" Ayo minum. Jangan bebani dirimu dengan hal sepele".
Velicia membuka penutup kaleng lalu meminumnya dengan haus.
Ia kembali duduk di kursi kerjanya. Ada rasa lega dalam dada setelah melepaskan semua beban yang bersarang di hatinya beberapa hari ini.
"Apa yang harus aku lakukan agar semuanya kembali seperti dahulu? " tanya Edgard dari balik punggung Velicia.
"Tak ada Ed. Tinggalah di posisimu saat ini. Lakukan sesuatu untuk dirimu bukan untuk aku" balas Velicia santai.
"Tidak Vel. Aku hanya ingin hubungan kita seperti saat kau belum pergi ke Swiss".
" Apa kau lupa Ed? Kau yang memilih jalan ini dan kau yang membangun jarak. Aku hanya melakukan hal yang sama seperti keinginanmu".
Balas Velicia dingin.
"Tapi aku menyesali itu sekarang. Tolong beri aku kesempatan untuk menebusnya" pinta Edgard.
"Aku lelah Ed. Kita bicarakan itu lain kali" jawab Velicia pendek.
Entahlah. Tapi ia berpikir tak ada gunanya berdebat dengan Edgard sekarang. Saat ini, di kepala pria itu hanya ingin Velicia memaafkannya dan itu adalah sifat keras kepala Edgard.
Seberapa banyak Velicia menjelaskan ia pasti tetap hanya ingin maaf dan kesempatan kedua.
"Benarkah? Kita akan bicara lagi? Kalau begitu aku akan menagih ucapanmu nanti".
Ada binar bahagia terpancar dari mata Edgard.
Velicia hanya menoleh padanya tanpa bicara apapun. Dalam hati ia ingin menjitak kepala Edgard dengan keras.Tanpa diminta Edgard melangkah dan duduk di sofa panjang tempat Velicia biasa menerima tamu.
Ia mengambil sebuah majalah bisnis dan membolak balik halamannya hanya untuk mencari kesibukan.
Kemudian satu ide terlintas di benaknya. Ia segera meraih ponselnya dan mengetik sesuatu disana.
Ia melihat ada begitu banyak panggilan tak terjawab dari Andrea dan juga puluhan chat yang menanyakan keberadaannya. Ia lalu menghapus semua pesan itu dan memblokir nomor Andrea.
Velicia melihat tingkahnya dari sudut matanya dan entah kenapa hatinya menghangat. Diam-diam ia tersenyum. Lalu lanjut menghadap laptopnya.
Edgard menyandarkan punggungnya di sofa sambil memejamkan matanya.
Jujur, ia sangat mengantuk. Setelah semalam menunggu kepulangan Velicia di depan apartemen, lalu siang tadi ia mendapat video dari Adrian dan berakhir dengan pertengkaran dirinya dan Velicia.
Yang tepatnya adalah Velicia memarahi dirinya habis-habisan. Dan ia tak berkutik sama sekali.
Edgard menertawakan dirinya sendiri. Di luar sana ia disegani dan ditakuti oleh ribuan karyawan dan juga kolega bisnisnya. Ia bisa mengangkat kepalanya tinggi-tinggi dan sekali bicara semua orang akan tunduk padanya.
Tapi di hadapan perempuan ini, ia sama sekali tidak berani. Bahkan hanya sekedar memotong pembicaraan Velicia ia takut. Takut membuat kesalahan lagi.
Pintu di ketuk dan Adrian masuk dengan paper bag di tangannya. Ia meletakkan di meja lalu berbalik keluar.
"Apa itu Adrian? " tanya Velicia.
Edgard menggeleng dan memberi isyarat agar Adrian keluar.
Setelah Adrian keluar, Edgard meraih paperbag dan mengeluarkan isinya.
"Vel, aku sangat lapar. Bisakah kau menyimpan marahmu sebentar saja hingga aku selesai makan? " kata Edgard ragu-ragu. Tapi memang ia sangat lapar karena ia belum makan siang tadi.
Velicia tak menjawab jadi Edgard mengartikan itu sebagai ya.
Ia mengambil paket potongan buah segar lalu mengantarnya ke meja kerja Velicia.
"Buah ini baik untuk kesehatan".
Ucapnya singkat lalu kembali duduk di sofa dan mulai menikmati makan siangnya.
Edgard makan dengan perlahan. Ia sangat lapar tapi ia tak ingin aktivitasnya mengusik konsentrasi Velicia dalam bekerja.
Setelah makan ia merapikan semua dan menaruhnya ke dalam kotak sampah. Lalu kembali duduk berselonjor kaki. Matanya terasa berat dan Velicia melihat itu.
"Tidurlah sebentar di kamarku. Aku tidak enak jika ada tamu yang datang" kata Velicia tiba-tiba.
Edgard mengerjap dan berusaha memperlihatkan kalau ia baik-baik saja. Kemudian ia menggeleng perlahan.
"Kalau begitu pulanglah ke apartemen atau kantormu. Menyetirlah dalam keadaan mengantuk dan kau akan berakhir di UGD" tambah Velicia masih dengan tatapan terpusat pada layar laptop.
Edgard menarik napas dan berdiri, kemudian ia menopang tangannya di bahu sofa. Tubuhnya terasa berat. Ia memijit kepalanya perlahan.
Velicia berdiri dari tempatnya dan menghampiri Edgard. Lalu ia mendorong tubuh tegap tinggi itu menuju kamar pribadi yang biasa ia gunakan untuk istirahat.
Setelah tubuh Edgard berada di dalam kamar Velicia langsung menyetel AC dan keluar. Tak lupa ia menutup pintu.
Edgard hanya memandang Velicia dalam diam. Ia harus mengakui kebaikan hati gadis itu.
Mungkin inilah satu sisi dirinya yang membuat Pirentz mencintainya lebih dari apapun, ... Batin Edgard.
Ia merebahkan dirinya dan menghirup aroma rose yang kental di dalam ruangan. Aroma khas Velicia yang membangkitkan sisi lain si hatinya.
Rasanya sudah lama ia merindukan aroma ini. Begitu menenangkan jiwa dan pemiliknya mempunyai hati seluas samudera raya.
Aku akan berusaha menemukan jalan untuk kembali Vel... Tak perduli seberapa banyak kau menolakku....
Janji Edgard dalam hati sebelum matanya benar-benar tertutup dan kesadarannya hilang.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
NOT SAME (COMPLETE)
RomansaKehidupan masa lalu yang menyakitkan membuat Velicia mengambil keputusan untuk pergi. Ia melarikan diri ke New York untuk mencoba takdirnya sendiri. Meraba dalam gelap dan berjuang dengan menggertakan gigi. Sebuah keputusan mendadak tapi membawa per...