ITS ME

432 24 0
                                        

Setelah melakukan pertemuan singkat dengan beberapa direksi V-Realty Trust, Velicia meminta Adrian untuk menyiapkan makan siang. Ia berencana untuk memberi kejutan pada Edgard.

Sebenarnya Adrian merasa agak tidak setuju, mengingat raut wajah Edgard tadi pagi tapi ia juga tak bisa membantah keinginan bosnya.

Apalagi Velicia belum terlalu sehat untuk beberapa alasan. Ia takut Velicia akan drop lagi. Dalam hati ia berdoa agar pikiran buruknya tidak menjadi kenyataan.

Ia tahu betul mental Velicia sangat rentan terhadap penolakan. Apalagi jika itu berasal dari orang-orang yang dekat dengannya.

Setelah pesanan makanan datang, Velicia mengambil coat dan kunci mobil lalu menyetir ke kantor Edgard.

Semoga dia tak sibuk. Aku merindukannya. Batin Velicia, sambil tersenyum ia membayangkan wajah Edgard.

Tiba di kantor Rayyan's Techno Velicia menyapa resepsionis. Dan ia menarik napas lega karena Edgard ada  di kantor. Ia kemudian menenteng paper bag makanan dan menuju lift.

Begitu keluar dari lift, ia menarik napas sebentar dan senyumnya mengembang. Ia tak sabar bertemu Edgard.

Ia menghampiri sekertarisnya.

"Permisi" sapa Velicia.

"Selamat datang Ms. Thompson".

" Aku ingin bertemu Mr. Rayyan"tambah Velicia.

"Maaf Ms. Tapi Mr. Rayyan sedang sibuk dan tak bisa diganggu".

" Tolong sampaikan padanya ini aku"pinta Velicia.

"Maaf Ms. Tapi tidak bisa. Anda bisa kembali lagi nanti".

" Aku akan menunggu setengah jam"kata Velicia.

"Aku tak bisa menjamin Ms. Sebaiknya Anda kembali besok. Atau Anda bisa membuat janji terlebih dahulu".

Dengan raut wajah agak kecewa Velicia berdiri. Ia menyodorkan paper bag coklat pada sekertaris Edgard.

" Tolong berikan ini padanya. Aku permisi"pamit Velicia.

Sekertaris itu hanya mengangguk dan menerima paper bag itu. Dalam hati ia merasa bersalah pada Velicia tapi ia tal dapat berbuat apa-apa.

Setelah Velicia masuk kedalam lift dan turun ke bawah, ia mengetuk pintu ruangan kerja Edgard.

"Maaf Tuan. Tapi Ms. Thompson menitipkan ini" ujarnya sambil meletakkan paper bag di meja.

Edgard hanya mengangkat kepalanya sebentar lalu kembali tenggelam dalam tumpukan berkas di hadapannya.

Setelah sekertarisnya keluar ia meletakan pulpen dan berjalan ke sofa tempat paper bag tadi di letakkan.

Dari aromanya, ia tahu ini adalah paket makan siang. Ia membukanya sejenak dan mendapati dua paket makanan lengkap dengan minuman dan jus buah.

Hatinya sedikit merasa bersalah namun otaknya kembali mengingatkan dia akan pemandangan pagi tadi di apartemen Velicia.

Ia menggelengkan kepala perlahan dan menutup kembali paper bag itu.

Kemudian ia menelepon sekertarisnya.

"Ambil itu dan makan siang" katanya singkat.

Sekertarisnya merasa bingung tapi ia tak berani bertanya.

Edgard meraih jasnya dan kunci mobil. Kemudian tergesa-gesa turun ke lobi. Ia memilih menyetir ke restoran yang agak jauh dari kantornya. Ia akan makan siang disana.

Edgard memilih makan di restoran Italia dekat dengan sebuah kawasan perkantoran. Ia tak tahu itu adalah salah satu kantor cabang milik Pirentz.

Setelah memesan ia memilih duduk di dekat jendela. Ia memainkan ponselnya. Pikirannya masih terus teringat pada paper bag makan siang dari Velicia. Ia mendesah frustasi dan menyugar rambutnya.

"Bolehkah aku duduk disini? " Sapa Pirentz tepat di hadapannya.

Edgard tak menjawab. Ia hanya menatap Pirentz sebentar kemudian membuang pandangannya ke jendela.

Pirentz menarik kursi dan duduk di hadapannya.

"Kita harus bicara setelah ini" ucap Pirentz pelan.

"Aku orang yang sibuk" jawab  Edgard masih menatap keluar  jendela.

"Aku tahu. Tapi aku perlu bicara denganmu. Aku tak ingin kau salah paham" tambah Pirentz. Ia berusaha memahami perasaan Edgard.

Walaupun Edgard dan Velicia belum memiliki hubungan spesial tapi ia tahu Edgard menyimpan perasaan pada gadis itu. Dan ia sendiri menyaksikan betapa Edgard setia di sisi Velicia dalam keadaan terpuruk sekalipun.

"Tadi pagi aku ke kantormu tapi sekertarismu mengatakan kau sedang meeting".

Pirentz berusaha mencairkan suasana. Ia tahu ini tak mudah. Apalagi Edgard melihat sendiri ciuman panasnya tadi pagi.

Pelayan membawa pesanan makanan mereka lalu menghidangkannya.

Mereka berdua makan dalam diam. Mungkin karena kebiasaan mereka atau lebih karena ada rasa canggung.

Setelah makan Edgard menyeka mulutnya dan berdiri. Pirentz mencekal tangannya.

" Kita harus berbicara Ed. Kau boleh memukulku atau apapun. Asalkan kita bicara. Ada yang ingin kujelaskan padamu. Ayolah, ini yang terakhir"kata Pirentz.

"Baiklah. Tapi aku tak punya banyak waktu" akhirnya Edgard luluh.

Keduanya keluar dan menyetir menuju taman publik yang tak jauh dari situ.

Mereka memilih naungan pohon agar tak menjadi perhatian orang.

Edgard memilih duduk di bangku taman, sedangkan Pirentz berdiri tak jauh darinya.

"Aku minta maaf" Pirentz kembali bersuara.

Edgard melihat arloji di tangannya dan menarik napas.

"Langsung saja. Aku harus kembali ke kantor".

" Baiklah. Tapi aku mohon percayalah padaku. Aku tulus minta maaf"balas Pirentz sambil memasukan tangan ke dalam saku celananya.

"Maaf membawa Velicia ke Swiss tanpa meminta persetujuanmu... " Lanjut Pirentz.

"Bukan urusanku" jawab Edgard pendek.

Pirentz menggigit bibir dalamnya. Berusaha menahan kesabarannya.

"Malam itu aku sangat cemas. Kondisi Velicia kritis, aku tak punya pilihan selain kesepakatan kita waktu itu. Aku sudah meminta Adrian agar mengatakannya padamu. Dan tiba di sana, Velicia harus menjalani operasi. Aku begitu takut dan merasa bersalah. Kondisi Velicia seperti ini karena aku yang memberinya luka itu. Dan aku bertanggung jawab atas itu.... "Pirentz  menjeda ucapannya.

" Setelah operasi ia mengalami lumpuh ingatan sebagian. Entah itu berita baik atau buruk tapi aku merasa senang dan sakit di saat yang bersamaan. Dia mengingat semua orang, segalanya tapi dia tidak mengingatku sama sekali"ada nada getir di ujung kalimat Pirentz.

"Lalu setelah berkonsultasi dengan dokter, ia menyarankan aku agar membawa Velicia refreshing. Dan aku memilih Grindelwald. Karena aku pernah berjanji padanya. Kau tahu itu juga".

" Kesempatan itu aku gunakan untuk memberinya momen indah. Aku sangat menyakitinya selama 10 tahun dan aku ingin menebusnya walau aku tahu dengan cara brengsek".

"Kau mengakuinya Rentz" suara Edgard bergetar. Rasa sesak di dadanya sangat menyakitkan.

"Tapi sekarang ia sudah baik-baik saja. Perlahan semuanya akan kembali normal. Dan saat ingatannya benar-benar pulih aku akan berada sejauh mungkin darinya".

" Aku ingin dia menjalani masa depannya tanpa memikirkan aku dan masa lalunya. Percayalah padaku, tak ada yang terjadi di Grindelwald. Dia adalah wanita terhormat yang menjaga dirinya dengan sangat baik".

"Dan mengenai tadi pagi... Itu hanyalah emosiku... Kau bisa memukulku sekarang. Maafkan aku, tapi aku... Kami tak pernah melakukan hal seperti itu sebelumnya. Di masa lalu pun tidak pernah. Jadi ku anggap itu sebagai salam perpisahan. Aku berjanji tak akan muncul lagi di hadapan Velicia. Karena aku tak punya alasan lagi untuk ada di hadapannya".

Edgard terdiam membisu. Mencoba mencerna setiap kalimat yang di dengarnya. Ia tak tahu harus percaya atau tidak.

Tapi satu hal yang pasti, ia mengenal betul siapa Velicia.
Ia  merasa bimbang...

****

NOT SAME (COMPLETE) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang