WE ARE

531 32 2
                                        

Setelah segalanya siap pesawat pribadi yang membawa mereka meninggalkan New York. Pirentz mandi dan berganti pakaian. Setelah itu ia mengisi perutnya.

Bagaimanapun ia harus tetap sehat untuk mengurus sosok perempuan yang kini terbaring di hadapannya.

Setelah memandang Velicia sebentar, ia membaringkan tubuhnya di samping Velicia. Ia memejamkan matanya. Rasa lelah jiwa raga sangat menyiksanya. Tapi satu hal yang terus merongrong pikirannya adalah seberapa parah keadaan Velicia saat ini.

Ia menyandarkan kepalanya di bahu Velicia dan menghirup aroma rose yang begitu dirindukannya. Rasa sesak menghampiri dirinya. Untuk pertama kalinya ia berada sedekat ini setelah bertahun-tahun.

Tapi rasanya tak sama lagi. Jika dulu berada di dekat Velicia ia tak akan memikirkan apapun, hanya perasaan penuh cinta dan berbunga-bunga  maka saat ini perasaan takut, gelisah dan cemas bercampur. Ia bahkan tidak ingin memikirkan hal terburuk sekalipun.

Pirentz menekuk kedua kakinya dan memeluk tubuh Velicia yang masih setia menutup mata. Ada buliran bening keluar dari sudut matanya.

Vel... Maafkan aku. Tolong berikan aku kesempatan untuk menebus kesalahanku. Bersamamu disini begitu dekat, membawaku kembali pada indahnya cinta kita di Boston. Hanya kau dan aku. Cinta itu masih dan akan selalu utuh disini. Hanya segalanya kini tak lagi terasa sama. Aku mencintaimu sekaligus aku takut. Takut bahwa kau tidak lagi mencintaiku. Apa yang harus kulakukan Vel??
Aku hanya ingin memelukmu selamanya seperti ini. Aku bahkan ingin waktu berhenti disini sekarang.
Tetaplah kuat Veliciaku...

Pirentz tertidur dalam posisi memeluk Velicia. Ia terkejut dan membuka mata saat pramugari mengetuk pintu. Ia membasuh mukanya dan merapikan dirinya lalu membuka pintu.

"Maafkan aku Tuan, tapi kita akan segera mendarat".

Pirentz hanya mengangguk lalu kembali menutup pintu. Ia mengambil ponsel dan menelepon seseorang.

Setelah pesawat mendarat, Velicia segera dipindahkan  ke helikopter oleh tim khusus yang telah menunggu mereka. Kemudian mereka kembali terbang di langit menuju rumah sakit terbaik milik kolega Pirentz.

Ya. Pirentz sesuai janjinya beberapa waktu lalu ia membawa Velicia ke Swiss. Walaupun lebih cepat dari kesepakatan mereka dan tentu saja berbeda caranya juga.

Helikopter mendarat di helipad salah satu rumah sakit swasta terbaik milik grup Hirslanden. Pemiliknya adalah sahabat sekaligus rekan bisnis Pirentz.

Beberapa orang telah menunggu mereka dan langsung membawa Velicia menuju bagian emergensi untuk mendapat pemeriksaan intensif. Pirentz setia mendampingi Velicia hingga pintu ruang emergensi.

"Maaf Sir, tapi anda akan menunggu disini"kata seorang pria yang turut mendorong brankar Velicia.

Begitu pintu tertutup Pirentz duduk di kursi tunggu sambil menelepon. Langkah kaki seseorang mendekatinya. Pirentz berdiri dan menyapanya.

" Tolong lakukan yang terbaik"sapa Pirentz.

"Inikah sapaan seorang sahabat setelah sekian lama tak bertemu?" balas temannya.

Pria tampan dan muda, seumuran Pirentz dan tentu saja kaya raya.

"Kau tahu aku tak suka basa basi" lanjut Pirentz.

"Ya.. I know but who is...?".

" Kau akan tahu nanti".

"Kalau begitu, biarkan orang ku bekerja dan ikut aku ke ruangan ku sebentar".

Pirentz terlihat ragu dan mengalihkan pandangan ke pintu ruang emergensi.
Pria itu memukul pundaknya pelan.

" Dia akan baik-baik saja. Asal kau tahu, aku mempertaruhkan harga diriku untukmu".

Pirentz tersenyum kecil.

"Buktikan padaku... I want to see it".

Keduanya naik lift menuju puncak gedung rumah sakit. Ya. Gedung rumah sakit ini adalah milik Andrew Howard. Sahabat sekaligus rekan bisnis Pirentz di dunia properti.

Seorang pelayan membawakan minuman dan beberapa makanan kecil. Pirentz segera menyeruput capuccino hangat miliknya.

Pirentz menceritakan sedetail mungkin tentang kondisi Velicia. Andrew mendengarkan dengan serius. Tak lama kemudian dokter yang menangani Velicia datang.

"Bagaimana hasilnya?" tanya Andrew.

"Gumpalan di otaknya semakin menyebar. Jika tidak segera di angkat kemungkinan besar ia akan koma atau meninggal karena saraf-sarafnya tidak bisa berfungsi dengan baik".

" Lalu kapan?"tanya Pirentz.

"Kami sudah memastikan semua organ vitalnya berfungsi dengan baik. Jika dalam 2 jam ia belum siuman maka kita bisa melakukan tindakan operasi".

" Mengapa harus 2 jam, bukankah itu terlalu lama?".

"Ini karena dosis yang diberikan sebelum perjalanan ke sini. Jadi jika tenggat dosis itu selesai ia akan siuman. Tapi jika tidak, kita tetap akan melakukan prosedur untuk operasi. Aku menjamin itu" ucap dokter.

"Bolehkah aku melihatnya sebentar?"kata Pirentz.

" Tentu saja. Silahkan"jawab dokter.

Pirentz dan Andrew keluar dan diikuti oleh dokter.

Tiba di ruang emergensi Pirentz kaget melihat begitu banyak alat terpasang di tubuh Velicia bahkan juga kepalanya. Ia berbalik dan menatap dokter.

"Jangan khawatir. Sudah seharusnya seperti ini. Dia baik-baik saja".

Pirentz mengambil telapak  tangan Velicia dan menggenggamnya hangat. Ia memandang wajah cantik pucat itu lekat.

Kita di sini Vel. Tolong buka matamu sebentar dan lihat aku. Apakah kau sangat lelah Vel? Tolong buka matamu sebentar saja,aku ingin melihat binar matamu. Kumohon sayang...

Andrew memandang Pirentz dan berpikir mungkin ini adalah seseorang yang istimewa untuknya.. Ia berdehem untuk mencairkan suasana.

"Dia hanya tertidur karena  perjalanan jauh Rentz" kata Andrew.

"Ya. Aku percaya padamu" jawab Pirentz tanpa memandang wajah Andrew.

Tiba-tiba kelopak mata Velicia bergerak lalu perlahan berkedip dan terbuka. Pirentz mengeratkan genggaman tangannya. Dokter dan Andrew tersenyum lega.

"Rentz" panggil Velicia lemah.

"Aku disini sayang. Aku disini".

Pirentz menunduk dan mendekatkan wajahnya.

"Aku lelah Rentz. Aku lelah... ".

Suaranya semakin kecil dan parau.
Pirentz menegang. Ia mendekatkan pipinya di pipi Velicia.

"Kau akan baik-baik saja. Kita akan.... ".

Pirentz kehilangan kata-katanya. Tenggorokannya terasa sakit. Velicia kembali menutup mata..

***

NOT SAME (COMPLETE) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang