27. Awkward

1.8K 95 4
                                    

Canggung

Itulah hawa yang ada di kamar inap Nara saat ini. Nara masih melanjutkan makannya sedangkan Rajendra mengalihkan pandangannya, menatap lurus pada TV LED besar di depannya.

Nara agak salut pada Rajendra, salut pada pengendalian ekspresi milik Rajendra. Setelah kejadian memalukan tadi, bagaimana bisa Rajendra kini sudah memasang wajah datar seperti biasa sedangkan Nara sudah blingsatan tak terkira.

Nara menghabiskan makanannya dengan segera. Setelah itu, menaruh piringnya ke meja. Dia bingung mau melakukan apa, mau menyuruh Rajendra pergi dari sini pun juga tidak berani.

"Minum obatnya," Nara melonjak kaget saat suara dingin milik Rajendra mengalun menakutkan bagai nyanyian kematian-oke skip, Nara memang lebay.

Nara mengangguk takzim lalu mengambil obatnya. Dulu, Nara tidak bisa meminum obat dalam bentuk pil dan semacamnya. Paling-paling obat yang berbentuk sirup.

Bahkan, saat SMA dulu ada yang dinamakan Penerimaan Tamu Ambalan. Entah Nara yang sial atau apa, saat game dirinya malah jatuh hingga menyebabkan kakinya keseleo. Karena itu, selama kegiatan berlangsung Nara hanya berdiam diri di UKS.

Malamnya, gurunya memanggil seorang tukang urut. Gila, Nara hampir pingsan saat diurut, sakitnya macam sakit hati mana harus minum obat pil juga. Karena tidak bisa meminum obat dalam bentuk pil, akhirnya ada kakak kelas baik hati yang menggerus pil itu. Hah, Nara bahkan belum mengucapkan terima kasih. Terimakasih Kak, mhuehehehe.

Seneng sih waktu itu karena tidak mengikuti kegiatan yang melelahkan tetapi agak sedih juga. Dia tidak jadi tampil pensi puisi, padahal Nara sudah bersiap untuk tebar pesona pada mantan gebetan. Hm, sayang sekali. Mana yang lebih menyebalkannya, mantan gebetannya itu menyanyi, HUAA.

Kadang, Nara versi SMA sampai kuliah merindukan masa remaja SD sampai SMA awal. Banyak drama tapi seru, sedangkan sekarang? Suka sama orang saja, orangnya tidak sadar-sadar.

Poor Nara.

"Ck, malah melamun!"

Nara kembali tersentak saat suara Rajendra agak meninggi. Nara mengerucutkan bibirnya sebal, kenapa juga harus meninggikan suaranya. Seharusnya Rajendra memanggil Nara dengan lembut, penuh pengertian dan hal-tapi memang kamu siapanya Rajendra?

"Om tuh merusak ingatan aku tau nggak?" Tanya Nara dengan sebal.

Rajendra menaikkan sebelah alisnya lalu berdecih sinis, "Lebay."

Nara molotot mendengarnya. Percuma sekali melawan Rajendra, Nara tau pasti akan berakhir dirinya yang kalah. Mau jadi apa istri Rajendra nanti punya suami mirip kulkas es seperti Rajendra. Tidak bisa dibayangkan.

Nara menghela nafasnya. Sabar sabar, tekan Nara dalam hati. Lalu saat sudah mulai tenang, Nara akan mengutarakan niatnya pada Rajendra. "Om, aku mau pulang aja deh. Nanti... nanti administrasinya Om bilang aja ke aku habis berapa," ujar Nara dengan tenang. Berbeda dengan jantungnya yang berdebar-debar.

Membayangkan berapa banyak uang yang harus ia habiskan hanya untuk kamar membuat Nara was-was. Sesuai yang Nara deskripsikan tadi, pasti taulah ya akan berapa uang yang harus dikeluarkan.

Rajendra yang mendengar ucapan Nara kontan menatap Nara dengan pandangan yang sulit Nara artikan. Nara dengan takut-takut membalas tatapan Rajendra, namun baru beberapa detik Rajendra sudah mengalihkan pandangannya lagi.

"Kamu boleh pulang. Untuk biaya.... jangan khawatir," ujar Rajendra pelan.

Nara melebarkan kedua matanya, "Gak bisa gitu dong Om! Ya walaupun aku ini sekarang lagi kismin, tapi tetep harus aku yang bayar. Gak enak lah, kita aja baru kenal sama udah dibayarin aja," ujar Nara tidak terima.

Walaupun Nara ini mahasiswa yang bisa dibilang merantau hidup pas-pasan. Nara masih sadar untuk menolak dibayar keperluannya oleh orang yang bisa dibilang asing. Yah, Nara saja hanya tau nama Rajendra dan keluarga kecilnya.

Rajendra menaikkan sebelah alisnya, "Kamu nggak nolak waktu saya traktir makan."

Wait, Rajendra ini bodoh apa-apa sih?! Nara gemas melihatnya, "Kalau makan itu kan gak bakal sebanyak sekarang, Om! Lihat nih kamarnya macam hotel, mahal banget pasti. Gak mau ya Om!" Ujar Nara menggebu-gebu.

Rajendra menghela nafasnya lelah melihat tingkah Nara yang menggebu-gebu. Nara ini, entah kenapa Rajendra tidak bisa marah. Tidak bisa menatap Nara sama seperti dirinya menatap.perempuan lain di sekitarnya selama ini. Nara ini, a different woman in Rajendra's mind. She is unpredictable. Rajendra merasa nyaman, sayangnya Rajendra juga tahu her heart only for his brother, Chandra.

"Eh kok malah Om yang ngelamun sih!" Sentak Nara sebal saat tatapan Rajendra kosong menatap ke bawah.

"Saya tidak menerima penolakan Nara," ujar Rajendra kemudian dengan penekanan di setiap katanya.

Nara menghela napas. See, tidak ada gunanya berdebat dengan Rajendra. Akhirnya Nara hanya bisa terdiam menerima semua tindakan Rajendra.

"Karena Om maksa. Okedeh. Tapi, aku gak bisa terima gitu aja. Ada yang mau Om mau aku lakuin? Aku ikhlas Om," Nara berbicara dengan menganggukkan kepalanya menyakinkan.

"Ah ya, makasih banyak Om. Gak nyangka Om sebaik ini," tambah Nara dengan senyum tulus keduanya hari ini untuk Rajendra.

Rajendra terpaku, lalu segera memalingkan wajahnya. Sedangkan Nara meringis malu, memangnya senyumannya itu seperti Valak apa? Agak tersinggung dengan sikap Rajendra yang malah memalingkan muka. Padahal Nara yakin jika senyumnya ini secantik Olivia Rodrigo.

"Jangan senyum seperti itu," ujar Rajendra yang masih memalingkan wajahnya.

"Kenapa? Kenapa? Aku cantik ya kalau senyum? Hayo Om Rajendra mau bilang kalau aku cantikkan?" Tanya Nara bertubi-tubi sambil tersenyum lebar dan mendekatkan dirinya ke arah Rajendra yang memundurkan badannya dengan defensif.

Melihat sikap Rajendra. Nara membuang rasa tersinggungnya tadi dan kemudian melebarkan senyumannya selebar senyum di iklan pepsodent. Menggoda Rajendra enak juga, minim ekspresi.

"Aku gak nyangka. Jangan-jangan om jadi baik ini ada maksud tertentu. Om sadar ya kalau aku cantik?" Lanjut Nara sambil lebih mendekat ke arah Rajendra.

Rajendra tersenyum tipis lalu turut memajukan badannya ke arah Nara dengan tiba-tiba. Bisa dilihat jika Nara melebarkan matanya terkejut.

Rajendra mengangkat tangannya mengelus pipi Nara lalu membiarkan telunjuknya menelusuri wajah Nara yang sekarang terlihat blank. Dari mulai dahi Nara yang agak jenong, alis Nara yang tebal, berlanjut ke arah mata Nara yang selalu ekspresif, kemudian hidung Nara yang bisa dikatakan pesek dan berakhir di bibir merah Nara.

Mata Rajendra terpaku pada bibir Nara yang merah dan sedikit terbuka. Sedangkan Nara terpaku pada wajah Rajendra yang sialnya sangat sangat tampan. Jika diperhatikan dengan seksama, Rajendra dan Chandra memiliki wajah yang berbeda. Hanya di beberapa sisi yang menunjukkan bahwa mereka bersaudara.

Nara dan Rajendra terdiam. Saling Memperhatikan dengan seksama. Napas Rajendra yang beraroma mint dapat Nara rasakan begitupula harum strawberry dari rambut Nara juga bisa Rajendra rasakan.

Pada intinya, mereka berdua terbius. Dengan perlahan, Rajendra memajukan badannya sembari tangannya memegang pipi Nara. Nara terdiam, terbius tatapan Rajendra. Hingga jarak mereka tinggal beberapa centi saja sampai....

"ASTAGFIRULLAHALADZIM. MATA MAMAH TERNODAI!"

Shit!

Astagfirullahaladzim, Nara ingat ini rumah sakit.

TBC

Fall In LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang