63. They Said

1.5K 93 2
                                    

Rajendra membuka matanya, hal yang pertama kali ia lihat adalah Nara yang memejamkan kedua matanya dengan tenang. Rajendra tertawa geli melihat mulut Nara yang sedikit terbuka.

Rajendra membawa tangannya ke wajah Nara, menyusurinya mulai dari dahi, alis Nara yang sudah tebal, bulu mata lentiknya, hidung Nara yang kecil dan terakhir di bibir Nara yang terbuka. Rajendra tersenyum, lalu maju untuk memeluk Nara.

Nara menggumam tidak jelas dalam tidurnya, dia memajukan tubuhnya. Mencari kehangatan dari pelukan Rajendra. Rajendra tersenyum lebar, dia bahagia sekali saat bersama Nara.

Perasaan itu tumbuh sangat cepat dan mengakar kuat. Rajendra sudah terjebak dan tidak akan pernah keluar. Rajendra bahkan tidak bisa bila tidak melihat Nara satu hari saja, Rasanya kosong saat tidak mendengar suara Nara, tidak memeluk Nara, dan tidak memberikan kecupan Nara. Dia merasa kosong, rindunya selalu minta disalurkan dan dia tidak pernah puas. Dia selalu haus akan Nara. Rajendra tau, itu adalah racun. Namun bukannya berhenti, dia malah tidak bisa berhenti.

Menatap Nara selalu membuatnya tenang, memeluk Nara selalu memberikan dia tempat ternyaman, memberikan Nara kecupan selalu membuat perutnya penuh dengan kupu-kupu yang membuncahkan rasa bahagianya.

Dia tidak pernah merasakan perasaan ini sebelumnya, jadi saat pertama kali merasakannya, Rajendra terlalu berlebihan dalam segelanya. Dia tau, jika terlalu berlebihan selalu tidak baik. Dia tersakiti padahal Nara tidak berniat menyakiti, dia cemburu buta pada adiknya. Respon spontannya pada Chandra adalah bentuk defensif akan perasaannya.

Mereka bilang Nara dan Chandra sangat cocok.

Mereka bilang Nara dan Chandra adalah pasangan impian.

Mereka bilang Nara dan Chandra memiliki banyak kesamaan yang membuat mereka serasi.

Rajendra menatap kosong lukisan di depan sana, bergerak mendekap Nara semakin erat seolah jika dia melepas Nara maka Nara akan pergi meninggalkannya.

Logika Rajendra selalu berkata cukup, dia harus sadar dan mengerti untuk mencintai secukupnya saja namun hatinya menolak. Dia mencintai Nara dengan cara yang brutal, dengan cara yang tidak pernah bisa diterima oleh orang sekitarnya dan bahkan mungkin oleh Nara sendiri.

Morfin, Nara adalah morfin untuknya. Dengan Nara maka jiwanya akan selalu hidup, tanpa Nara maka dia hanya tubuh tanpa jiwa, kosong seperti dulu. Dan Rajendra tidak suka, eksistensi Nara yang paling berharga untuknya. Dia tidak menyangka perasaannya akan sedemikian gilanya.

"Mas, jangan kenceng-kenceng!"

Rajendra tersentak dari lamunan panjangnya, Rajendra melonggarkan pelukan tanpa melepasnya. Dia memandang Nara dengan pandangan merasa bersalah apalagi saat wajah Nara terlihat memerah.

"Mas mikirin apa sih?" Tanya Nara dengan lembut, Rajendra memajamkan matanya menerima usapan lembut dari Nara di rambutnya. Lihatlah, hanya dengan usapan lembut, segela pikiran buruknya hilang. Sebesar itu efek Nara untuknya.

Rajendra tersenyum, "Mas cuma ingat suatu hal," jawab Rajendra.

Nara tampak mengerutkan keningnya membuat Rajendra dengan sigap mengelus kening Nara yang berkerut. "Suatu apa?" Tanya Nara dengan penasaran.

Rajendra menggeleng tidak ingin menjawab namun saat melihat Nara menatapnya tajam, Rajendra tidak kuasa menyembunyikan isi hatinya. "Mas gak nyangka pagi-pagi bisa langsung lihat Nara. Mas pernah bermimpi seperti ini, mas bahagia. Ternyata kalau kenyataan rasa bahagianya lebih besar ya?" Rajendra mengatakannya dengan pandangan yang berbinar-binar. Dia sudah kucing, berbinar-binar jika dekat dengan tuannya.

"Kenapa so sweet banget si sayangnya aku?" Nara tertawa senang mendengar perkataan Rajendra. Rajendra memerah hanya karena dipanggil sayang oleh Nara. Sungguh, Rajendra sudah seperti ABG baru merasakan cinta. Langsung tersipu hanya karena panggilan sayang.

Fall In LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang