Pulang kampung selalu memberikan euforia tersendiri, setiap akan pulang kampung maka Nara tidak bisa tidur. Rasa semangat yang menggebu-gebu membuat wajahnya terlihat sangat cerah. Membayangkan akan bertemu dengan keluarga dan teman-teman sekitar sungguh menyenangkan. Nara bahkan sudah membuat jadwal akan kemana saja
Berbeda dengan Nara yang berwajah cerah, Rajendra bahkan bukan menunjukkan wajah datar khasnya tetapi menunjukkan wajah memelas seolah akan ditinggalkan Nara selama bertahun-tahun. Nara bukannya tidak sadar, dia sadar saat Rajendra bahkan selalu mengikutinya kemanapun dia bergerak namun Nara tidak kuasa memberikan kata-kata. Tidak mempan.
"Mas duduk aja bisa?" Tanya Nara saat Rajendra mengikutinya yang akan pergi ke depan. Malam ini—malam-malam sebelumnya juga, Rajendra menahan Nara untuk tidur di apartemen. Nara menurut saja.
Rajendra menggeleng membuat Nara menghela nafasnya, "Aku cuma mau ambil pastry yang aku beli tadi. Mas disini aja oke?"
Rajendra kembali menggeleng.
Nara menghembuskan nafasnya sekali lagi sebelum kembali melakukan aktivitasnya packing. Dia hanya membawa satu tas, persediaan baju di rumahnya masih banyak. Inginnya sih membawa koper agar lebih meyakinkan tapi kemalasannya lebih besar daripada niatnya prank.
Aneka pastry buatan salah satu temannya di kampus memang sangat enak. Nara menyukainya dan sering membawakannya untuk orang tua beserta Om nya disana. Kali ini pun begitu, walaupun bisa saja Nara pulang dengan tangan kosong namun membawa oleh-oleh lebih menyenangkan.
Setelah mengambilnya, Nara membawa barang-barang yang akan menemani mudiknya dalam satu tempat. Dia tersenyum karena barang bawaannya sudah tampak ringkas dan tentu mudah dibawa. Nara mengambil ponsel dan mengabari mamanya jika siap pulang, dia sudah ingin sekali makan bandeng presto.
"Beres juga. Tinggal pulang deh," Nara tersenyum, dia membalikkan badannya dan melihat Rajendra menatapinya dengan pandangan memelas membuat Nara kontan meringis tidak enak.
"Mas mau makan?" Tanya Nara karena jujur saja dia sudah lapar sekarang, packing memang selalu membuat perut lapar padahal tadi sore Nara sudah makan.
Rajendra menggeleng.
"Aku mau buat mie instan deh, di rumah pasti jarang makan mie instan." Beritahu Nara dan seperti tadi, Rajendra langsung mengikuti Nara dari belakang.
Membuat mi instan rebus telur tidak membutuhkan waktu yang lama. Nara yang sudah membawa mie instan tangannya berjalan ke arah ruang santai untuk makan. Rajendra? Masih memgikuti Nara kemanapun tanpa suara.
Kadang Nara heran juga dengan Rajendra, kenapa bisa menjadi sangat bucin seperti itu. Nara bisa gemas dan merasa lucu dengan kebucinannya, bisa juga kasihan, dan ada rasa jengkel juga seperti saat ini.
"Mau?" Nara menyuapkan mie ke depan Rajendra namun jawaban Rajendra adalah menggeleng.
"Mas puasa ngomong? Mas marah sama Nara?" Nara menyingkirkan mangkok mie nya terlebih dahulu, menatapi Rajendra dengan lekat.
Rajendra menggeleng.
"Mas mau aku gak pulang?"
Rajendra menggangguk lalu menggeleng.
"Mau nya apa? Kalau gak pulang aku jelas gak bisa. Mas tau kan?"
Kini Rajendra mengangguk.
"Sekarang ngomong. Mas mau gitu gak ngomong sama Nara sampai besok? Harusnya Mas Rajen jadi cerewet sekarang kan gak bakal ketemu dua bulan." Sepertinya Nara salah berkata saat Rajendra malah menatapnya dengan mata melebar. Persis seperti anak kecil.
"Kenapa lihatin aku terus ngintilin terus?" Nara tidak menyerah walaupun Rajendra masih bungkam. Dua hari lalu sebelum ini, Rajendra menjadi pendiam. Hari ini lebih pendiam dan melankolis dari dua hari yang lalu. Nara jadi bingung. "Mas ngomong please," Nara merengek dan air matanya juga ikut turun saking bingungnya menghadapi Rajendra yang melankolis.
KAMU SEDANG MEMBACA
Fall In Love
Художественная прозаFall in love Love And become a lovers Pernahkah kalian mendengar kalimat ini? Love enters a man through his eyes, woman through her ears, kutipan oleh Polish Proverb. Lalu, pernahkah kalian jatuh cinta? Jika iya, apa yang pertama kali membuatmu jatu...