Nara menatap dirinya yang terlihat sangat berbeda dengan kebaya putih khas pengantin yang dipilihnya. Akhirnya, waktu yang ditunggu telah tiba. Hari ini, Rajendra akan menjadikannya sebagai istri sah.
Jangan ditanya bagaimana perasaan Nara saat ini. Bahagia, gugup, sedih, dan semuanya campur aduk. Nara tidak menyangka akan menikah di usia yang dibilang masih muda, tidak ada dalam bayangannya. Apalagi calonnya adalah Rajendra. Dari keluarga konglomerat dan setampan dewa, duh Nara jadi tambah gerogi.
"Cantik banget sih," ujar Diva yang duduk di sampingnya bersama Luna.
"Mas Rajen mau beneran sama gue kan?" Tanya Nara dengan gugup, tangannya saling meremas.
"Jangan ditanya lagi, tuh Mas Rajen udah tergila-gila sama lo. Gak ingat gimana hebohnya dia waktu kalian dipingit?" Luna tertawa mengingat bagiamana kelakuan Nara dan Rajendra ketika dipingit.
Waktu itu
Nara menguap lalu mereganggakan tubuhnya, bersiap untuk tidur. Tapi niatnya tinggal niat karena mendengar sesuatu yang mengetuk jendela kamarnya. Nara mengerutkan keningnya.
Saat jendela terbuka, kontan mulut Nara terbuka lebar saat melihat Rajendra yang berdiri di sana sembari membawa bungkusan yang Nara tau pasti isinya adalah martabak.
"Ngapain?" Nara bertanya dengan suara keras namun segera Rajendra beri gelengan kepala.
"Pelan Nara," ujarnya sambil akan melangkah masuk. Untung saja jendela kamar Nara seukuran tubuh sehingga akan memudahkan Rajendra.
"Eits kata siapa boleh masuk?" Nara mencegah dengan merentangkan kedua tangannya dan melotot. "Mas ingat kita masa apa?"
Rajendra memberikan pandangan memelas,"Dipingit, tapi masa kita gak ketemu satu minggu?" Rajendra menggelengkan kepalanya. "Mas gak sanggup," akunya jujur.
"Tadi malah mau dua minggu, ini udah didiskon. Tadi udah setuju kan?"
"Nara sanggup gak ketemu mas seminggu?"
Nara mengangguk yakin, "Yakin." Ujar Nara dengan keyakinan penuh membuat Rajendra cemberut.
"Jahat," kata Rajendra dengan wajahnya yang sumpah demi apapun ingin Nara gigit saking gemasnya dia sekarang.
"Dipingit gak boleh ketemu mas, nanti kalau ketahuan gimana?" Tanya Nara, masih merentangkan kedua tangannya menghalangi jalan Rajendra.
"Kalau kamu enggak berisik pasti gak ketahuan Nara, boleh ya?" Mohon Rajendra dengen wajah memelas.
Nara mana tahan jika Rajendra sudah menatapnya seperti itu, maka dengan tangan yang diturunkan maka izin Rajendra pun sudah turun. Kontan saja senyum langsung menghiasi wajah tampan Rajendra, raut lesu tadi pun sudah hilang.
"Nara sok jual mahal," ujar Rajendra lalu melingkarkan kedua tangannya dan mengangkat Nara dalam gendongannya. Kakinya menutup jendela dengan pelan.
"Mana ada! Sekali ini aja loh ya," kata Nara melingkarkan kedua tangannya ke leher Rajendra.
Keduanya lalu duduk di kasur dengan Rajendra yang menyandarkan seluruh tubuhnya ke tubuh Nara. Recharge energi katanya, Nara sih pasrah saja dengan mulutnya yang terus mengunyah martabak sultan yang dibawa Rajendra.
"Baru sehari sudah kangen banget, Nara gak kangen mas?" Tanya Rajendra.
"Biasa aja tuh-Aw iya kangen," Nara langsung meralat ucapannya ketika Rajendra menggigit tangannya.
"Kalau kangen berarti besok ketemu lagi?"
"Gak. Sekali ini aja, besok gak ada. Ngerti Mas Rajen?" Nara memelototi Rajendra. Yang dipelototi mengangguk pasrah namun hanya itu saja karena nyatanya, Rajendra punya seribu satu cara agar tetap bertemu dengan Nara.
KAMU SEDANG MEMBACA
Fall In Love
Ficción GeneralFall in love Love And become a lovers Pernahkah kalian mendengar kalimat ini? Love enters a man through his eyes, woman through her ears, kutipan oleh Polish Proverb. Lalu, pernahkah kalian jatuh cinta? Jika iya, apa yang pertama kali membuatmu jatu...