Nara mengetukkan pulpen ke kepalanya, minggu terakhir ujian memang selalu diperuntukkan oleh mata kuliah tersusah. Dan otaknya benar-benar tidak berfungsi sekarang, soal-soal di depannya terasa seperti novel. Hanya untuk dinikmati bukan untuk dipikir.
Waktu satu jam untuk mengerjakan 6 soal essay yang susahnya seperti mencair pacar itu akhirnya dapat Nara kerjakan dengan kekuatan super. Super ngawur maksudnya.
"Gimana?" Tanya Diva saat Nara baru saja mendudukkan bokongnya di kursi.
"Ezy pizy. Lo tau kan gimana motto gue? Kerjakan, pusing terus lupakan," jawab Nara sambil mengaduk-aduk soto yang baru dipesannya.
Luna berdecih meremehkan namun memilih untuk fokus pada mie ayamnya. Sedangkan Diva menjawab, "Kalau gampang mah harusnya rambut lo nggak acak-acakan kaya gitu ngga si?" Kata Diva menunjuk pada rambut Nara yang acak-acakan.
Luna mengalihkan pandangannya lalu tertawa ngakak sedangkan Nara tergesa mencari kaca dari tasnya. Setelah mengambil kaca buru-buru Nara mengaca dan tampak ada sebuah tangan yang singgah di rambutnya.
"Lucu banget rambut berantakan lo," ucap pemilik tangan kurang ajar itu membuat Nara segera mengalihkan pandangannya.
"Chandra!" Seru Nara tertahan lalu melirik sekelilingnya. Sialan, mereka menjadi pusat perhatian sekarang lalu apa itu? ADA WINA, MANTAN CHANDRA.
"Arah jam satu, ada mantan mengintai tuh bapak Chandra," ujar Luna mengendikkan bahunya.
Chandra mengendikkan bahunya, "Udah mantan. Lagian kita putusnya juga baik-baik so jangan khawatir," Chandra menjawab sambil meletakkan sotonya disebelah Nara.
Nara mendengus lalu menginjak kaki Chandra dengan kesal, "Tetep aja itu mantan. Orang gak tau kali kalian putusnya gimana?!" Nara cemberut lalu menyantap sotonya dengan menggebu-gebu.
"Jangan gitu kalau makan takut kesedak," Chandra tersenyum geli sambil menatap Nara.
"Ehem, jadi ngapain kesini Chan?" Luna berdehem pelan sambil bertanya.
"Makan," jawab Chandra singkat.
"Ya tauuuu. Maksud gue kenapa disini, kan ada tempat lain gitu. Atau gak sama temen lo kek," jelas Luna yang sudah sepenuhnya menganggurkan makanannya.
"Nggak papa sih, lucu aja lihat rambut Nara acak-acakan tadi," balas Chandra dengan santai. Sesantai saat memasukkan kecap dan sambal dalam mangkuk sotonya.
Diva melirik Nara yang wajahnya memerah lalu tersenyum, "Kenapa wajah lo merah banget Nar? Kebanyakan blush on lo?" ejek Diva yang disoraki oleh Luna.
Nara menahan malu dan jengkel. Mendadak sotonya sudah tidak menarik lagi, lebih menarik menyumpal mulut Luna dan Diva dengan tisu. Sialan.
"Jangan buat anak orang baper napa Chan," lanjut Luna yang semakin membuat Nara ingin menyumpal mulutnya.
Chandra menghentikan kegiatannya lalu menatap Nara sambil menahan senyuman, "Gue buat baper siapa emang?"
DOUBLE SIALAN.
Nara tidak tahu jika Chandra semenyebalkan ini jika sudah akrab, kalau begini Chandra dan Rajendra tidak ada bedanya. Apa? Tunggu? Kenapa dia harus membandingkannya dengan Rajendra. Dan... Kenapa kejadian di rumah sakit itu kini menari-nari di kepalanya?
What? Kenapa ini? Kenapa malah wajah Rajendra terbayang di mangkuk sotonya. Kenapa dia jadi mengingat segala jenis ekspresi tunggal Rajendra?
"Mas Rajen. Em, tadi... sebenernya tadi aku khawatir bukan karena takut dimusuhi. Mas Rajen, Makasih. Mas Rajen, semoga cepat sembuh."
KAMU SEDANG MEMBACA
Fall In Love
General FictionFall in love Love And become a lovers Pernahkah kalian mendengar kalimat ini? Love enters a man through his eyes, woman through her ears, kutipan oleh Polish Proverb. Lalu, pernahkah kalian jatuh cinta? Jika iya, apa yang pertama kali membuatmu jatu...