17. Good Night

2.4K 113 0
                                    

Apa itu takdir? Rajendra tidak tahu apa itu takdir. Yang ia tahu hanya pertemuannya dengan Nara merupakan takdir yang ditentukan oleh tuhan kepada mereka berdua.

Berbeda dengan Rajendra yang mengatakan bahwa segala macam pertemuannya dengan Nara merupakan takdir. Nara berpikir bahwa pertemuannya dengan Rajendra adalah suatu musibah. Iya musibah, bagaimana tidak dibilang musibah kalau sikap Rajendra saja seperti itu. Bukankah Nara pernah bilang seperti itu?

Kini, dipandanginya dua kakak beradik yang ada dihadapannya ini. Ia berteman dengan Chandra tetapi tidak pernah tahu tentang keluarganya. Yang ia tahu bahwa Chandra hanya tinggal bersama mama dan kakaknya saja. Sedangkan, ayahnya sudah terlebih dahulu dipanggil oleh yang maha kuasa.

Ah, jika dipikir-pikir betapa bodohnya Nara sampai tidak bertanya lebih jauh tentang keluarga Chandra.

Tapikan Nara bukan siapa-siapanya Chandra.

Menyebalkan.

Kalau dibilang menyesal, iya Nara menyesal, sudah datang kemari. Bertambah-lah alasan ia menyesal. Yang pertama karena Chandra dengan Winda yang membuat Nara terbakar api cemburu. Lah ini, ditambah satu lagi, kehadiran Rajendra yang mana pasti kalian tahu bahwa Nara sangat tidak ingin bertemu dokter satu itu.

"Nar, kamu temannya Chandra, ya?" Tanya Kirana membuyarkan lamunan Nara.

"Iya tante," balas Nara sambil melirik sekilas Chandra yang juga tengah memandanginya. Kirana tampak manggut-manggut mendengar jawaban dari Nara.

"Tapi kok tante nggak pernah lihat kamu sama Chandra, ya?" Tanya Kirana dengan kening berkerut dalam tanda bahwa ia bingung.

Mati gue

"Lagian Nara nggak mau kalau Iyan ajak ke rumah," balas Chandra sebelum Nara menjawab. Entah Nara harus bersyukur atau tidak. Yang pasti, ia ingin sekali menginjak kaki mulus Chandra dengan sneakers buluknya. Memangnya kapan Chandra mengajaknya ke rumah? Ada-ada saja.

"Iya Tan. Lagian kan Nara cuma temennya Chandra, masa mau sih dibawa ke rumahnya," balas Luna yang dihadiahi tatapan tajam dari Nara.

Sialan si Luna, gerutu Nara dalam hati. Dilihatnya Rajendra yang tengah menatapnya dengan tatapan yang sulit diartikan. Berbeda dengan Rajendra, Luna dan Diva tampak cekikikan seraya mengerlingkan matanya pada Nara.

"Iya juga ya," kata Kirana sambil tersenyum kepada Nara yang langsung Nara balas dengan senyuman yang sama.

"Oh iya, kalau sama Rajendra gimana?" Tanya Kirana menatap Nara dengan jahil. Nara yang ditanya begitu pun gelagapan sendiri. Ia meng-kode Rajendra dengan tatapannya tetapi Rajendra hanya memalingkan wajahnya.

"Eum... Nggak gim-," sebelum Nara sempat menyelesaikan kalimatnya, datang pelayan yang menyelamatkan hidup Nara. Ingatkan Nara untuk berterima kasih pada pelayan itu karena menyelamatkannya dari pertanyaan Kirana yang menjebak.

"Pesanan sudah datang. Silahkan dinikmati," kata pelayan tersebut seraya meletakkan pesanan di meja. Setelah selesai, pelayan itu langsung pergi.

"Oh ya, gimana Nar?" Tanya Kirana setelah pelayan itu pergi.

"Udah lah Ma," tegur Rajendra akhirnya setelah hanya diam saja dari tadi karena melihat Nara terlihat tidak nyaman dengan pertanyaan Kirana. Kirana akhirnya diam, mereka menikmati makanan dengan hening sambil sesekali melemparkan candaan yang tentu Rajendra hanya menjadi pendengar.

"Kamu anterin Nara!" Perintah Kirana sambil memandang Rajendra yang baru saja menyelesaikan makannya.

Nara yang mendengarnya pun hendak melayangkan protes, "aku pulang sama temen kok Tan," tolak Nara halus.

Fall In LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang