Nara sangat suka makan, apalagi jika makanan tersebut murah dan enak bahkan gratis. Namun seperti gadis kebanyakan, Nara juga pernah insecure dengan berat tubuhnya.
Dulu saat baru duduk di bangku sekolah menengah pertama, berat badan Nara mencapai angka lima puluh lima kilogram dengan tinggi badan 152 cm. Sedangkan pada saat itu, kebanyakan temannya mempunyai berat badan dan tinggi badan yang seimbang.
Sebenarnya Nara masa bodoh, namun saat-saat itulah masa pubertasnya. Masa-masa di mana Nara menyukai seseorang untuk pertama kalinya. Dengan berat badan yang terbilang besar itu tentu Nara merasa malu dan minder. Sebenarnya juga, banyak orang yang menyukai Nara tapi kembali lagi dengan kasusnya, selalu ada tapi di setiap kalimat seperti:
Nara memang cantik, tapi gendut.
Cantik sih iya, tapi gendut.
Ga jadi, dia gendut.
Dan masih banyak tapi gendut tapi gendut lainnya yang membuat kuping Nara panas. Seharusnya jika niat memuji jangan diikuti dengan celaan. Memuji ya memuji, menghujat ya menghujat.
Tapi saat memasuki masa SMA, Nara sudah tidak peduli lagi dengan berat tubuhnya itu. Lagipula saat itu ia sudah melewati setengah masa pubertasnya.
Saat tidak peduli lagi dengan berat tubuhnya malahan berat tubuh Nara menurun drastis. Tinggi badannya juga naik walaupun hanya sampai 155 cm. Namun itu juga sebuah prestasi.
Nara tidak mengerti kenapa berat badannya bisa menurun drastis saat SMA padahal saat itu Nara tidak melakukan diet juga selalu naik motor setiap pergi ke sekolah, berbeda pada saat di SMP yang naik sepeda. Mungkin dikarenakan banyaknya tugas dan jadwal pulang yang sering mundur. Mungkin Nara stress namun tidak terasa? Tapi memang bisa ya seperti itu?
Sejak SMA sampai sekarang sudah berkuliah, Nara tidak pernah peduli seberapa banyak ia makan. Nyatanya berat badan Nara selalu stabil. Seperti saat ini, melihat banyaknya makanan di hadapannya membuat Nara tidak sabar untuk langsung memasukkan ke dalam perutnya yang keroncongan minta diisi ini.
Gurame asam manis.
Soto kletuk setelah makan berat.
Nasi putih beserta lalapan.
Jajanan pasar untuk dessert.
Es jati yang segernya minta ampun.
Nara seketika lupa dengan siapa yang berada di hadapannya, lupa dengan pembahasan yang sebenarnya memancing kekesalan Nara hingga ke level king.
"Gila, harumnya pasti kecium dari radius lima kilometer nih." Nara memang selalu lebay jika menyangkut tentang makanan, jadi jangan salahkan Nara.
"Lebay," cibir Rajendra lalu mengambil soto kletuk yang telah dipesannya tadi.
"Biarin lebay. Wlee," Nara memeletkan lidahnya dan mulai menikmati makanan yang telah dipesannya dengan hati yang berbunga-bunga.
Rajendra menikmati makanannya dalam diam begitupun dengan Nara. Namun Rajendra masih terlihat kalem, berbeda dengan Nara yang seperti tidak makan berhari-hari. Rajendra kerap kali memperhatikan Nara sedang yang diperhatikan tidak sadar.
"Om udah?" Tanya Nara saat Rajendra sudah menghabiskan soto kletuknya dan sekarang sedang memakan kue putu tanpa menyentuh gurame asam manis.
"Buat kamu," balas Rajendra seraya mengangsurkan gurame asam manis kearah Nara.
Nara mengerutkan keningnya, jika tadi tidak akan dimakan kenapa dipesan? Bisa saja sih Nara menghabiskan, tetapi Rajendra hanya memakan soto kletuknya. Tidak etis rasanya jika Nara yang memakan makanan yang dipesan Rajendra apalagi yang membayar juga Rajendra.
KAMU SEDANG MEMBACA
Fall In Love
General FictionFall in love Love And become a lovers Pernahkah kalian mendengar kalimat ini? Love enters a man through his eyes, woman through her ears, kutipan oleh Polish Proverb. Lalu, pernahkah kalian jatuh cinta? Jika iya, apa yang pertama kali membuatmu jatu...