EP. 22 Bargaining

1K 66 3
                                    

"119/78 masih normal. Susunya diminum sampai habis."

Nara menatap spygmomanometer di hadapannya dengan kepala mengangguk. Dia tersenyum kecil melihat Rajendra yang mencatati tanda-tanda vitalnya di iPad dengan teliti.

"Diminum sayang," ujar Rajendra lagi saat menyadari Nara belum minum susu yang dibuatkannya tadi.

Nara tertawa kecil lalu meminum susunya dengan cepat sampai habis tidak bersisa, entah kenapa susu buatan Rajendra terasa sangat enak. Selain enak, rasanya juga ada cinta yang dituangkan bersama bubuk susu.

Rajendra yang sudah selesai dengan kegiatan rutinnya tersenyum pada istrinya yang sejak pagi sudah tampak cantik dan ceria. Nara sangat cantik, istrinya memang yang paling cantik.

Tidak pernah ada dibayangan Rajendra tentang sebuah keluarga, keluarganya. Mempunyai istri yang sangat dia cintai sepenuh hati dan akan lahir seorang anak dari wanita yang sangat ia cintai. Tidak pernah ada bayangan itu dan ternyata semuanya menyenangkan. Jika memandang Nara begini, hatinya selalu sendu.

"Kenapa?" Tanya Nara lembut sembari mengelus pipi Rajendra. Dengan pelan, dia mengecup tangan Nara yang mengelus pipinya.

"You're here." Jawab Rajendra sama lembutnya.

Nara tersenyum, mengecup dahi Rajendra lama sebelum kemudian turut menjawab. "Ya, I am here." Nara sungguh merasa dicintai dengan setulus hati oleh Rajendra, suaminya.

Pun Nara yang tidak ada bayangan berkeluarga dan akan memiliki anak dengan seorang Rajendra. Kakak dari laki-laki yang dia cintai sebelumnya. Takdir Tuhan memang tidak ada yang tahu. Rajendra yang menyebalkan, datar dan dingin kini berubah menjadi Rajendra bucin, lembut dan lovely. "Mas tau first impression aku ke mas?"

Rajendra menjawab, "Menyebalkan."

Nara tertawa kemudian lalu menggeleng, "Ya itu juga termasuk tapi sebenernya aku ngerasa mas itu gantengnya keterlaluan. Tapi kalah sama sifat nyebelinnya. Irit ngomong, nyelekit, datar ekspresi dan apalagi ya?" Godanya.

Tiba-tiba saja raut wajah Rajendra berubah dengan raut kesal, "Itu karena di mata kamu cuma Ian yang sempurna." Ucapnya dengan sebal.

Meledaklah tawa Nara, memang iya sih. Tidak bisa dipungkiri juga kalau masa-masa menyukai Chandra itu menyenangkan, tetapi sayangnya Nara telat sadar jika Chandra itu redflag maksimal jika menyangkut perasaan perempuan.

"Karena aku kan ketemu Chandra duluan, kalau ketemu mas dul-"

"Mana ada, kamu pasti tetap suka Chandra duluan," Rajendra menyela dengan cepat. Bibirnya mencebik kesal, "Gimana sih tepatnya pertemuan pertama kalian?"

Memandangi Rajendra dengan kekehan geli, Nara menjawab, "Yakin mau tau? Soalnya aku cegil dulu. Nanti ngambek lagi," ingatnya ketika keinginan ngidamnya yang berhubungan dengan Chandra membuat Rajendra ngambek seharian walaupun masih membuatkannya susu dan meminta pelukan sebelum tidur.

Nara masih ingat apa saja kata-kata yang keluar dari mulut Rajendra selama proses penurutan ngidamnya itu. Sungguh, rasanya Nara merasa lucu dengan rasa cemburu Rajendra yang selalu besar apalagi pada Chandra.

"Jangan dekat-dekat."

"Naraa jangan."

"Bisa jangan cari kesempatan, Adrian?"

"Stop."

Dan masih banyak lagi. Rupanya Rajendra juga ingat dengan itu karena kemudian bibirnya bertambah maju disertai dengan membuang pandangannya dari Nara.

"Kan, belum dibahas aja udah mau ngambek gini. Mas Rajen kan tau kalau sekarang yang jadi suaminya Nara itu mas. Gak ada Chandra lagi, kenapa masih cemburuan?" Tanya Nara namun dengan segera dia menambahkan. "Tapi cemburu wajar sih. Gak papa." Nara meraup tubuh besar Rajendra dan memberikannya kecupan-kecupan di seluruh wajah Nara membuat senyum perlahan terbit dari bibir manyun Rajendra.

Fall In LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang