8. Dinner With Stranger

2.9K 164 5
                                    

Malam ini, suasana di lesehan ayam goreng pinggir jalan milik Pak Helmi sangat ramai berbanding terbalik dengan suasana kedua manusia berbeda jenis yang sedang duduk berhadapan menunggu pesanan datang. Mereka malah diliputi dengan keheningan. Ya, kedua manusia itu adalah Rajendra si manusia es dan Nara.

Tampak mereka sedang menunggu pesanan dengan keheningan, tidak ada yang ingin memulai percakapan. Terlebih Nara, dia sudah kapok jika harus berbicara dengan Rajendra. Karena menurutnya Rajendra itu sangat menyebalkan.

Setelah pesanan datang pun mereka masih diliputi keheningan. Nara makan dengan sangat lahap karena sesungguhnya ia sudah menahan lapar daritadi. Sedangkan Rajendra makan dengan tenang. Nara sudah mengabiskan makannya terlebih dahulu tetapi ia yang masih lapar tampak mencuri pandang ayam goreng Rajendra yang masih separuh.

Rajendra yang sadar dengan tatapan Nara pun menawarkan ayamnya, "Kamu pengin lagi? Yang ini atau pesen lagi?" Tawar Rajendra sambil mendorong piring berisi ayam goreng yang masih tampak utuh kehadapan Nara.

"Gak usah deh om, aku udah kenyang juga," kata Nara dengan tersenyum paksa. Sebenarnya Nara ingin lagi, tapi ia malu pada Rajendra. Gengsi dong.

"Oh, beneran? Saya habisan ya?" tanya Rajendra berniat menggoda Nara namun masih mempertahankan ekspresi datar andalannya. Rajendra tau, Nara hanya gengsi saja padanya.

Belum sempat Rajendra mengambil piringnya lagi, Nara sudah lebih dulu mengambil piring Rajendra.

"Aku mau kok om. Aku cuma ngetes kepekaan om aja tadi," kata Nara tersenyum tanpa malu. Yah, untuk sementara ini Nara meninggalkan gengsinya dulu, yang penting laparnya teratasi. Rajendra geleng-geleng kepala melihat tingkah Nara yang menurutnya aneh tapi lucu.

Dilihatnya Nara yang masih makan dengan lahap. Rajendra tidak habis pikir dengan wanita satu ini karena biasanya wanita akan menjaga pola makannya supaya tidak gendut, berbeda sekali dengan Nara yang makan tanpa pantangan apapun.

Nara sudah menghabiskan makanannya, setelah itu ia mengajak Rajendra untuk segera pulang karena ia sudah sangat kenyang ditambah ia juga sudah mengantuk.

"Saya bayar dulu," kata Rajendra berlalu tanpa menunggu jawaban dari Nara.

Nara menggerutu dengan sikap Rajendra yang sangat cuek itu. Ia bertanya-tanya dalam hati, ngidam apa Tante Kirana dulu hingga menjadikan Rajendra dingin seperti es batu dan kaku seperti patung itu.

Nara kembali ke mobil Rajendra dengan bibir manyun kedepan, Rajendra yang melihatnya pun heran karena tidak ada hujan tidak ada angin ekspresi Nara menjadi seperti itu.

"Kenapa?" tanya Rajendra pada Nara yang masih memanyunkan bibirnya itu.

"Tingkat kepekaan om itu cuma nol koma nol nol nol sekian persen," kata Nara sambil menunjukkan kepalan jarinya yang tidak menunjuk apapun.

Rajendra mengangkat alisnya yang tebal tanda bingung. Ia bingung dengan gadis disebelahnya yang bicara soal kepekaannya. Memangnya dia berbuat apa sehingga gadis itu mengatakan bahwa ia tidak peka. Jangan-jangan Nara mulai menyukainya dan ia tak suka itu.

"Terserah," kata Rajendra akhirnya karena malas meladeni Nara.

"Sial banget yang jadi istrinya nanti," gumam Nara pelan supaya tidak terdengar oleh Rajendra. Nara tidak tahu bahwa Rajendra mendengar gumamannya itu.

"Saya tidak akan menikah," kata Rajendra menjawab gumaman Nara, Nara yang mendengarnya pun tersentak kaget.

"Semua orang itu pasti menikah om. Terus kalau om gak mau nikah om mau diurusi siapa coba?" tanya Nara pada Rajendra yang masih fokus memandang ke depan.

"Wanita itu sama saja, mereka cuma menginginkan uang. Sungguh menjijikkan," kata Rajendra tajam tanpa mengalihkan pandangannya yang tetap fokus ke depan.

Nara tidak tau harus menjawab apa, tapi ia bertekad ingin menghapus pandangan Rajendra yang mengatakan bahwa semua wanita itu sama saja. Ia bertekad untuk itu, tapi ia bimbang. Di satu sisi ia tidak ingin bertemu Rajendra lagi tapi di sisi lain ia sangat ingin membuat Rajendra sadar bahwa tidak semua wanita itu hanya menginginkan uang.

Tanpa sadar ia melamun cukup lama sampai ia sadar bahwa sudah lama sekali perjalanan tapi belum juga sampai. Ia memandang jendela mobil dan tersadar bahwa ini bukan jalan menuju tempat kostnya.

"Om mau bawa aku kemana? Om mau nyulik aku ya?!" Tuduhnya pada Rajendra sambil menutupi dadanya dengan tangan.

Rajendra menepikan mobilnya lantas menghadap kearah Nara setelah mendengar tuduhannya yang tidak berteori itu.

"Buat apa saya nyulik kamu? Gak ada gunanya," balas Rajendra sadis.

"Aku itu cantik, baik hati dan tidak sombong. Banyak laki-laki yang mau sama aku. Jangan-jangan om itu sebenernya suka sama aku tapi gak mau ngaku terus nyulik aku ya? Om jangan kayak gitu," kata Nara menceramahi Rajendra. Kuping Rajendra rasanya panas mendengar coletehan Nara yang tidak bermutu itu, lantas ia menoyor kepala Nara dengan agak keras. Nara yang ditoyor kepalanya pun melotot kearah Rajendra.

"Om kasar banget sih sama cewek. Oh bener, om gak usah nikah aja. Aku takut nantinya istri om malah teraniaya," kata Nara lagi. Rajendra yang mendengarnya pun menghela napas kasar.

"Kamu gak ngasih tau alamatnya," kata Rajendra lagi, memilih mengalah daripada meladeni omongan tidak jelas Nara.

"Oh iya aku lupa. Om sih gak nanya jadi aku gak ngasih tau kan. Punya mulut tuh buat omong om. Jangan cuma diem aja, kalau gak tau itu ya nanya," kata Nara lagi lalu menunjukkan di mana letak kostnya berada.

Kost Nara itu berupa rumah bertingkat dua yang kira-kira punya 10 kamar yang semua ditempati sama perempuan, makanya ibu Nara memilihkan kost itu karena ibunya sudah mengenal pemilik kost yang galak itu.

Setelah menempuh perjalanan selama 10 menit, akhirnya mobil Rajendra sampai di tempat kost Nara. Setelah sampai, Nara langsung membuka pintu mobil berniat untuk langsung turun. Sesaat ia teringat sesuatu sehingga ia urungkan niatnya untuk turun.

"Om," panggilnya pada Rajendra yang heran dengan kelakuan Nara. Rajendra mengangkat sebelah alisnya tanpa menjawab. Nara yang tau maksudnya pun lantas menjawab,

"Om, nggak semua cewek itu sama. Cewek itu beda-beda om. Om gak bisa menyamaratakan semua cewek. Terus juga om itu harus nikah. Nikah itu penting buat kelangsungan hidup om. Kalau om gak mau nikah nanti yang ngu—" celotehan Nara terhenti karena ia merasakan benda kenyal yang dingin menempel di pipinya.

Nara terdiam begitupa Rajendra yang membeku. Meninggalkan bibirnya yang masih menempel di pipi Nara, entah apa yang merasuki Rajendra sehingga ia berani mencium pipi Nara. Bukan mencium, ia hanya menempelkan bibirnya saja dan itu berlangsung selama beberapa detik. Rajendra yang sadar telah melakukan kesalahan pun langsung menjauhkan diri dari Nara. Sedangkan Nara masih membeku ditempatnya dengan mata melotot.

TBC

Fall In LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang