Kadang, Nara sedih jika mengingat Will memilih untuk tetap bunuh diri meninggalkan Clark yang sudah mencintainya. Kisah cinta memang luar biasa, Nara sangat kagum dalam segala pemikiran Jojo Moyes dalam menuangkan segala ceritanya dalam novel.
Kadang, Nara berpikir, apakah di dunia ini memang ada cinta sejati seperti Romeo dan Juliet? Saat cinta mereka membawa ke dalam sebuah tempat kehidupan berakhir, pada sebuah kematian. Benarkah ada hal semacam itu di dunia?
Kadang, apakah cerita ala-ala Cinderella itu bisa terjadi? Dimana ada pangeran kaya raya yang jatuh cinta pada gadis miskin yang tidak memiliki apa-apa, selain kecantikan yang tertutupi. Jujur saja, cerita seperti itu bisa membangkitkan harapan semu.
Seperti Nara, mengharapkan ada pangeran tampan kaya raya yang jatuh cinta setengah mampus padanya, yang rela melakukan apapun untuknya dan yang tidak bisa hidup tanpanya. Seperti novel-novel yang pernah Nara baca, pernah kita semua baca.
Sebenarnya ada, tetapi tentu tidak seklise itu. Tidak sesempurna bayangan kita semua. Tetapi memang ada hal semacam cinta sejati.
Sehari saja Nara ingin menjadi Bella Swan yang dicintai Edward Cullen yang tampan rupawan serta Jacob yang badannya penuh roti sobek. Kadang Nara juga berimajinasi, bagaimana jika dirinya dipertemukan dengan makhluk-makhluk immortal?
Waw, kadang Nara bertepuk tangan kepada dirinya sendiri. Kenapa bisa otaknya merancang segala drama yang, ah sudahlah.
"Ngelamun aja lo Nar!" Nara terlonjak kaget saat mendengar Luna yang tiba-tiba saja sudah menyentil kepalanya dengan kejam.
"Ck ganggu aja sih lo. Gue heran, bisa-bisanya lo udah sehat wal afiat tanpa kelihatan habis kecelakaan. Nipu ya lo?" Tuduh Nara pada Luna yang sekarang sudah duduk-duduk di sofa dengan mengangkat sebelah kakinya sedang satu tanganya memegang tiang infus.
"What the hell! Mulut lo minta dijahit apa? Padahal gue kemarin dibilangin sama bebeb kalau ada cewek nangis-nangis waktu tau gue kecelakaan. Siapa ya Nar?" Tanya Luna sembari memelintir rambutnya dengan gaya centil.
Nara mendengus sebal, bisa saja Nara membalas namun males saja meladeni Luna. Tidak ada habisnya, padahal tadi saja Luna pura-pura lemas saat ada Chandra dan Tante Kirana.
Untuk informasi saja, tadi ada Chandra dan Tante Kirana yang ikut Nara untuk menjenguk Luna. Karena Tante Kirana ada keperluan lain jadi tidak bisa lama sehingga Chandra mengantarkan mamanya ke depan. Nara ingin ikut mengantar, tetapi dicegah oleh Tante Kirana yang tidak tega melihat Luna yang lemas. Tapi ternyata? Hanya akal-akalan Luna untuk membuat Nara kesal.
Luna menurunkan kakinya dengan hati-hati sambil melirik pintu depan, siapa tahu ada Chandra yang tiba-tiba muncul. "Pssttt," bisik Luna pada Nara yang masih menatapnya datar.
"Apaan?" Tanya Nara dengan malas. Nara yakin jika Luna akan mengajaknya bergosip ria.
"Kemarin... kemarin ada kakaknya Chandra, siapa namanya Nar?" Luna menjeda ucapannya.
Nara menjawab dengan masih sama malasnya, "Rajendra."
"Nah iya, Dokter Rajendra. Dia bilang kalau lo waktu itu pingsan gara-gara mens-," Luna menghentikan ucapannya untuk melontarkan tawa yang memang sejak tadi dia tahan untuk waktu yang tepat.
Nara mendengus tetapi tetap mendengarkan apa yang akan Luna ucapkan kemudian, tanpa menyela.
"-dia minta ijin buat jagain lo. Seharusnya kan gak perlu ya tapi dari sana bisa gue simpulkan kalau Dokter Rajendra itu sangat-sangat gentleman serta bertanggung jawab. Jujur aja, mereka-Dokter Rajendra sama Chandra agak beda," lanjut Luna.
Nara terdiam dahulu menunggu apa yang akan Luna katakan selanjutnya tetapi saat melihat Luna terdiam, Nara membuka suaranya.
"Ya gue akuin itu. Gak tau ya, dulu gue ngerasa mereka mirip dari segi bentuk wajah, ah bukan mirip si cuma hampir mirip. Tapi lama-lama, gue tau kalau mereka beda," Nara terdiam sebentar sembari mengamati pintu yang masih tertutup. Dimana Chandra? Apa masih di depan ya.
"Dan yang paling beda tuh dadi sifat mereka. But maybe itu juga karena perbedaan umur kali ya, secara kan Om Rajendra udah hidup lebih lama di dunia ini dari kita. Intinya dia udah dewasa sedangkan kita kan bisa dikategorikan anak kemarin sore," ujar Nara dengan positif.
Nara tidak memuji Rajendra, hanya mengatakan apa yang ia lihat. Rajendra lebih dewasa dari Chandra, itu sangat terlihat. Tapi bukannya cinta itu rumit? Nyatanya, walaupun Rajendra bertindak lebih dewasa toh yang membuat Nara jatuh cinta itu Chandra. Dan akan selalu Chandra kan?
Luna mengangguk-anggukkan kepalanya setuju. "Bener apa kata lo. Dokter Rajendra itu versi lebih-lebih dewasa dan matangnya seorang Chandra. Tapi, dari segi fisik pun mereka lumayan beda. Dokter Rajendra lebih ke barat kalau Chandra tuh kaya orang Asia Timur."
Benar juga, memang karakter wajah mereka agak melenceng jauh tapi masih tetap mirip. Gimana ya, intinya mereka berbeda tapi mirip. Banyak saudara kandung yang seperti itu di dunia ini, bukannya kalau tidak begitu mirip lalu dibilang tidak saudara kandung.
"Ah ya, lo nggak pernah gitu Nar terpesona sama Dokter Rajendra?" Tanya Luna lagi dengan memajukan badannya, tanda jika dirinya sangat penasaran.
Jika ditanya seperti itu sebenarnya Nara tidak pernah ragu untuk menjawab dan tidak perlu berpikir lama untuk menjawab. "Gue-,"
Cklekk
"Gila-gila, di luar hectic banget!"
Serempak Luna dan Nara mengalihkan pandangannya pada Chandra yang membuka pintu sembari menggeleng-gelengkan kepalanya.
"Hah? Kenapa emang?" Tanya Nara pasalnya baru Nara sadari jika rumah sakit tampak lebih ramai dari beberapa menit lalu.
"Ada kecelakaan beruntun di depan rumah sakit," jawab Chandra sembari menyandarkan badannya pada pintu.
"Baru aja?" Tanya Nara sembari menghampiri Chandra sedangkan Luna hanya duduk di sofanya tadi. Chandra menganggukkan kepalanya.
"Terus Tante Kirana gimana dong? Nggak kena dampak kan?" Tanya Nara dengan cemas. Tante Kirana itu baik, sangat baik malah jadi Nara rasa sangat wajar dirinya merasakan cemas pada beliau.
"Alhamdulillah, Mama udah pulang daritadi sebelum ada kecelakaan. Makanya hawanya agak nggak enak waktu gue makan soto di depan," ujar Chandra sembari memberikan bungkusan soto pada Nara.
Nara mengucapkan syukur karena tidak terjadi apapun pada Tante Kirana lalu mengucapkan terimakasih pada Chandra yang sudah repot-repot membelikannya soto. Pantas saja laki-laki itu lama berada diluar.
"Ada jalur evakuasi di depan. Lebih baik lo ke dalam aja. Takutnya nggak kuat lihat darah," ujar Chandra saat melihat banyak perawat yang berjalan cepat menuju ke depan.
Nara juga turut memperhatikannya. Memang ada tulisan jalur evakuasi di depan dan Nara menyadari dirinya tidak sekuat itu melihat darah yang banyak.
Nara mengangguk namun saat akan berbalik, tanpa sengaja matanya menatap pada Rajendra yang terdiam menunggu pasien yang akan datang. Rajendra berdiri kaku bersama seorang perawat laki-laki yang menjelaskan sesuatu yang Nara tidak tahu.
Kaki Nara terpaku, menatap Rajendra yang menggunakan snelli putih kebanggaannya. Nara melebarkan matanya saat melihat Rajendra meliriknya untuk seperkian detik dengan pandangan yang sulit Nara artikan. Hanya sepersekian detik, sangat cepat.
"Masuk Nar," ujar Chandra pelan.
Nara mengangguk, bertepatan dengan Rajendra yang segera menyongsong pasien dengan ambu bag di hidungnya. Se hectic itu kah sampai dokter spesialis Jantung dan Pembuluh Darah itu turut serta?
Entah kenapa, walau hanya sedetik, Nara merasakan ada sesuatu yang berbeda dari Rajendra. Yang baru Nara sadari, akhir-akhir ini. Entah apa itu.
TBC
KAMU SEDANG MEMBACA
Fall In Love
General FictionFall in love Love And become a lovers Pernahkah kalian mendengar kalimat ini? Love enters a man through his eyes, woman through her ears, kutipan oleh Polish Proverb. Lalu, pernahkah kalian jatuh cinta? Jika iya, apa yang pertama kali membuatmu jatu...