Nara menundukkan kepalanya sedangkan Rajendra masih memasang wajah datar seperti tidak terjadi apa-apa. Tapi Kirana tidak percaya begitu saja, selama panjang ukur Rajendra disaksikan oleh Kirana. Tentunya dia tahu, bahwa puteranya itu terpengaruh.
Kirana tersenyum tipis, mengharapkan kebahagiaan untuk Rajendra karena Kirana tahu jika Rajendra tidak sekuat kelihatannya, tidak setangguh kelihatannya, dan tidak seperti yang orang-orang ketahui.
"Kalian ini-," Kirana menampilkan wajah tidak habis pikir yang pura-pura.
Nara memilin jarinya dengan gugup. Selain takut dikira macam-macam dengan Rajendra, Nara juga takut nanti tidak direstui dengan Chandra. Belum mulai sudah diblacklist duluan oleh Kirana.
"-kalau mau gituan ya jangan di rumah sakit dong. Kalau ketahuan sama orang lain gimana? Untung aja ini kamar khusus," lanjut Kirana sambil menggeleng-gelengkan kepalanya.
Tadinya, Kirana hanya berniat mengunjungi Rajendra sekaligus mengunjungi rumah sakit yang dibangun atau yang dimiliki oleh kakaknya karena sudah lama sekali ia tidak datang kemari. Saat sampai di ruangan Rajendra, Kirana diberi tahu Dokter Vero jika Rajendra sedang menemani pasien istimewa katanya.
Kirana berpikir, siapa pasien istimewa yang dibicarakan oleh Dokter Vero. Kirana tau jika Rajendra menempatkan pasiennya itu di bangsal khusus keluarga-kakaknya sengaja membuat bangsal khusus untuk keluarganya- dan saat membuka pintu, betapa terkejutnya Kirana saat melihat jika Nara lah 'pasien istimewa' itu. Dan betapa kagetnya lagi karena dia melihat wajah keduanya yang dekat, sangat dekat.
Nara melebarkan kedua matanya sementara Rajendra hanya menghela napas mendengar perkataan Kirana. Rajendra tau, Kirana tidak akan marah namun Kirana akan bertingkah seperti ini. Rajendra sudah menduga-tidak sepenuhnya menduga, karena Nara beda dari wanita lain di luaran sana, Kirana mungkin ingin menjodohkan Nara dengan Chandra.
"Udah, gak usah kaku banget sama Tante. Kayak sama siapa aja kamu Nar," Kirana tertawa untuk membuat Nara keluar dari rasa canggungnya.
"I...iya Tante hehehehehe," kata Nara dengan kaku. Duh, siapa yang tidak akan malu jika ditangkap basah akan melakukan ciuman. Eh, Rajendra tadi benar mau menciumnya?
Nara meringis lalu dengan pelan kepalanya menoleh ke arah Rajendra, memandang Rajendra dengan tatapan horror. Jadi mereka tadi mau berciuman beneran? Hah, kenapa Nara baru ngeh sekarang, tadi kemana saja?
Baper, jawab setan di hati Nara. Ck ck ck, Nara mengakui kalau pesona pria dewasa itu berbeda, seperti ada manis-manisnya gitu.
"Ada urusan apa kemari, Ma?" Tanya Rajendra yang pertama buka suara setelah mendengar segala perkataan dari Kirana.
"Mau lihat keadaan rumah sakit Dam. Udah lama Mama nggak kesini kan ya, sekalian mau lihat kamu eh malah disuguhi pemandangan," Kirana terkikik geli melihat wajah Nara yang mulai memerah semerah tomat.
"Ck, Mama pergi aja. Aku mau kerja," sahut Rajendra dengan dingin. Nara melotot kaget, Rajendra benar-benar beruang kutub! Dengan orang tuanya pun masih bisa bersikap dingin.
"Kan disini ada Nara, Dam. Mama bisa ngobrol-ngobrol sama Nara disini," tolak Kirana lalu berjalan menghampiri Nara yang menundukkan kepalanya malu.
"Nara mau pulang," jawab Rajendra.
"Ah, Nara mau pulang?" Tanya Kirana masih dengan senyuman yang terus tersungging di bibirnya.
Nara mengangguk lalu menjawab dengan pelan, "Iya Tan sekalian mau jenguk temen."
"Temen kamu? Temen kamu yang sama kamu waktu itu? Kenapa emang?" Tanya Kirana lagi dengan berturut-turut.
Disini Nara sadar jika Kirana ini memang gemar berbicara. Ehem, berbeda dengan Rajendra. Jika dilihat-lihat pun keduanya agak berbeda, Chandra lah yang menuruni gen Kirana dengan sangat pas.
KAMU SEDANG MEMBACA
Fall In Love
General FictionFall in love Love And become a lovers Pernahkah kalian mendengar kalimat ini? Love enters a man through his eyes, woman through her ears, kutipan oleh Polish Proverb. Lalu, pernahkah kalian jatuh cinta? Jika iya, apa yang pertama kali membuatmu jatu...