Alunan musik gamelan yang menyambut Nara saat baru saja turun dari kereta selalu memberikan perasaan menyenangkan. Harum Roti O yang khas di setiap stasiun pun juga begitu magis. Nara melebarkan senyumnya, selangkah demi selangkah dia lewati untuk menuju ke pintu keluar. Sangat ramai, sore di Semarang pun masih sepanas ini. Walaupun panas, rasa semangat Nara tidak pudar.
Pertama-tama, dia membeli roti dan es coklat untuk dinikmati di kursi tunggu. Rencananya Nara tidak minta jemput, dia akan naik bus trans. Bawaannya tidak banyak jadi tidaklah masalah.
Setelah beristirahat karena sumpah demi apapun, hampir delapan jam di kereta membuat tubuh Nara rasanya kaku. Yah walaupun dia banyak tidurnya di kereta, mungkin 2/3 waktunya untuk tidur dan sisanya makan serta membalasi pesan Rajendra.
Nara berjalan keluar untuk menunggu BRT di shelter stasiun. Dia hanya tersenyum dan menggelengkan kepalanya saat ditawari ojek. Ah Nara punya pengalaman, dulu saat baru awal-awal niatnya dia akan naik ojek online tapi karena ada bapak-bapak menawarkan ojek dan bilang bisa pakai aplikasi. Maka Nara mengiyakan, eh ternyata biayanya tiga kali lipat. Tapi yasudahlah namanya juga mencari pengalaman.
BRT sore memang selalu ramai, untung saja Nara masih bisa duduk. Handphonenya dibiarkan di dalam tas dengan posisi mati. Dia sering pusing jika main hp. Dia memperhatikan orang-orang yang berdesakan di depannya. Semuanya masih muda jadi Nara tidak menawarkan tempat duduknya.
Nara turun setelah sampai ditujuannya. Dia duduk sebentar karena kakinya agak gemetar, yah kebiasan ini. Handphonennya dinyalakan untuk meminta jemput. Dia mengabaikan sebentar pesan Rajendra, dia ingin segera pulang.
"Assalamualaikum Ma, siapa yang jemput?" Tanya Nara pada mamanya.
"Waalikumsalam, lah katanya gak minta jemput?" Mama Nara menjawab di seberang sana.
"Ih aku bukannya bilang jemput di shelter depan?"
"Mana ada, kamu bilangnya gak usah jemput ya Nar. Gimana dong? Mama sama Papa kan masih di restoran beliin kamu makanan." Jawab Mamanya yang terdengar panik. Nara jadi panik sendiri apalagi saat ada telefon masuk dari Rajendra.
"Yaudah aku naik ojol aja." Nara menghembuskan nafasnya, tidak ada pilihan lain.
"Bener? Atau nunggu?"
"Bener, udah ya Mas Rajen telfon." Pamit Nara.
"Okedeh, hati-hati."
"Ya mam." Nara mematikan telefonnya bertepatan dengan telfon dari Rajendra yang sudah mati. Namun tidak lama Rajendra menelfonnya kembali.
"Naraa," sapa Rajendra begitu Nara mengangkat telfonnya.
"Kenapa Mas?" Nara menjawab dengan tergesa. Dia ingin segera pulang.
"Sudah sampai?" Tanya Rajendra dengan pelan. Nara menyadari itu.
"Belum, nanti aku telfon lagi ya soalnya aku mau pesen ojol?"
"Belum sampai?" Rajendra tampak enggan mengakhiri panggilannya membuat Nara mau tidak mau melanjutkan obrolan.
"Udah dek-" Perkataan Nara terhenti saat melihat seorang laki-laki dengan motor vespa matic berhenti di pinggir tangga shelter.
"Wey Nar!" Laki-laki itu melambaikan tangannya sambil tersenyum.
Nara membelalakkan matanya. Dia lega karena ada laki-laki itu jadi dia tidak harus menunggu ojol. Nara berjalan ke arah laki-laki tersebut masih dengan telfon yang tersambung dengan Rajendra.
"Cewek Jakarta ngapain duduk di situ aja neng?" Laki-laki itu cengengesan membuat Nara mendengus.
"Koko Surabaya ngapain disini?" Tanya Nara dengan nada yang sama seperti laki-laki itu. Laki-laki itu Praja namanya, sepupu sekaligus tetangga dekat Nara.
KAMU SEDANG MEMBACA
Fall In Love
Ficción GeneralFall in love Love And become a lovers Pernahkah kalian mendengar kalimat ini? Love enters a man through his eyes, woman through her ears, kutipan oleh Polish Proverb. Lalu, pernahkah kalian jatuh cinta? Jika iya, apa yang pertama kali membuatmu jatu...