Nara mengamati Rajendra yang sudah berganti pakaian menjadi baju santai, mereka akan pulang dengan Pak Hirman. Besok juga Rajendra sudah kembali bekerja, Rajendra bilang istirahatnya sudah cukup. Dan dia sudah sangat sehat.
"Beneran udah baik-baik aja kan?" Nara kembali bertanya, sudah kesekian kali dia bertanya hal ini. Dan jawaban Rajendra selalu :
"Sudah, Nara tidak usah khawatir. You healed me, your kiss."
Nara menggelengkan kepalanya, menolak jawaban itu. "Yang bener kalau jawab Mas Rajen!" Ujar Nara tidak ingin mendengarkan jawaban itu lagi.
"Sudah Naraa. Mas baik-baik saja, lihat!" Rajendra menunjukkan jika dirinya baik-baik saja.
Nara mengangguk, "Besok harus mulai makan yang banyak, jangan stress, kalau kerja juga ingat waktu, dan yang penting jangan sedih oke?" Nara memberikan wejangan yang diangguki Rajendra seperti seorang anak yang mendengarkan nasihat ibunya.
"Besok Nara ke kampus?" Tanya Rajendra.
Nara berpikir sebentar, "Belum tau. Tapi sih males ke kampus sebenernya. Tinggal tunggu nilai keluar baru liburan." Jawabnya.
Rajendra terdiam sejenak lalu bertanya dengan pelan, "Naraa mau pulang liburan ke Semarang?"
"Belum tahu. Tapi aku selalu pulang sih setiap semester," jawab Nara tidak yakin. Dia memang berpikiran untuk tidak pulang namun jika dipikir-pikir agak rugi kalau tidak pulang sementara liburan sampai dua bulan. Di rumah dia bisa bersantai dan menyamankan tubuh serta pikiran.
"Liburnya satu bulan lebih?" Tanya Rajendra lagi.
"Heum, kalau di kalender pendidikan sih dua bulan. Paling kalau pulang, setelah nilai keluar langsung. Emm sekitar satu minggu lagi," kata Nara yang membuat Rajendra menghela nafasnya.
"Mas gak bisa ke Semarang sering-sering," gumam Rajendra menatap Nara.
Nara mengerjapkan matanya, "Ya gak usah. Mas disini aja," ujar Nara tidak mengerti perasaan Rajendra.
"Mas gak bisa ketemu Nara sering-sering," saat Rajendra meneruskan kalimatnya, barulah Nara menyadari kenapa tiba-tiba wajah Rajendra jadi muram. Nara tersenyum lembut, menenangkan.
"Kan bisa telfon. Mas bisa kirim pesan ke Nara, telfon, bahkan mas bisa video call kan?" Nara berkata dengan lembut sembari mengelus tangan Rajendra yang digenggamnya.
Rajendra diam saja menatap Nara lalu mengangguk. Nara melebarkan senyumnya lalu mengajak Rajendra untuk segera pulang. Mereka berjalan dengan Rajendra yang menggendeng tangan Nara diiringi tatapan-tatapan penasaran.
"Pulang Dok?" Vero datang menghadang langkah Rajendra dan Nara. Saat ini dia sedang di mode formal, apalagi para penghuni rumah sakit yang memandang mereka penasaran. Utamanya Nara, mereka sudah tidak asing dengan gadis itu namun masih bertanya-tanya apakah hubungan Nara dan Rajendra.
Rajendra mengangguk pelan. "Hati-hati di jalan Dok, Nara." Vero menepuk pundak Rajendra sambil tersenyum pada Nara.
Nara balas tersenyum, "Makasi Dokter Vero," ucap Nara yang mengundang senyum lebar dari Vero yang berniat sedikit jahil pada Rajendra.
"Sama-sama Nara cantik," jawaban Vero membuat Rajendra yang tadi bertahan dengan wajah datarnya menjadi menatap Vero emosi.
"Shut up!" Geram Rajendra yang hanya mereka bertiga bisa dengar. Vero ingin tertawa ngakak namun harus menjaga wibawanya di sini. Menggoda Rajendra dengan objek Nara memang selalu menyenangkan. Rajendra hanya berani menatap mereka tajam tanpa mengeluarkan kata-kata menusuk jiwa dan raga seperti biasanya, Rajendra hanya bisa marah biasa tanpa menunjukkan taringnya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Fall In Love
Fiction généraleFall in love Love And become a lovers Pernahkah kalian mendengar kalimat ini? Love enters a man through his eyes, woman through her ears, kutipan oleh Polish Proverb. Lalu, pernahkah kalian jatuh cinta? Jika iya, apa yang pertama kali membuatmu jatu...