Nara dulu pernah berpikir jika masa SMA adalah masa keemasan. Masa yang tidak akan pernah terlupakan, juga masa yang menyimpan banyak memori indah. Namun setelah SMA, rasanya semua pikiran itu berubah.
Masalah datang silih berganti. Masalah romansa, masalah dengan teman yang membuat pusing tujuh keliling juga masalah dengan tugas yang banyaknya seperti saat sudah kuliah.
Puncaknya adalah saat kelas sebelas, masalah muncul tiada henti. Tugas berdatangan, berkumpul dan akhirnya menumpuk. Pulang malam rasanya sudah biasa. Untung saja sekolah Nara dekat dengan rumah.
Kadang Nara berpikir, bagaimana teman-temannya yang rumahnya jauh saat harus pulang malam. Tentu saja teman perempuannya. Mungkin jika menjadi mereka, Nara tidak akan berani pulang.
Jadi semenjak itu Nara tidak pernah berekspektasi terlalu tinggi di dunia perkuliahannya. Karena pada kenyataannya, ekspektasi terlalu berbeda dengan realita yang ada.
Tapi Chandra pengecualian. Nara terlalu berharap lebih pada Chandra. Hanya karena sikap Chandra yang terkadang seperti orang yang menyukainya. Perhatian-perhatian kecil yang selalu menimbulkan debar di jantung Nara.
Nara berekspektasi dapat menjadi pacar Chandra dan happily ever after. Ada happy ending di penghujung kisah mereka berdua. Namun nyatanya, Chandra sekarang sudah berpacaran dengan orang yang tidak ingin Nara sebutkan namanya itu.
"Nar, gue baru tahu kalau lo kenal sama kakak gue," ucap Chandra yang duduk di sebelah Nara.
"Kita juga baru tahu kalau Om-om itu kakak lo," jawab Luna santai seraya menyeruput jus jambunya.
"Ya wajar sih. Dia emang beda banget sama gue," balas Chandra.
Mereka sekarang sedang berada di kantin jurusan untuk menikmati waktu istirahat. Kali ini Chandra sendirian, tanpa Winda yang akhir-akhir ini selalu mengintili Chandra bagai bebek dan anaknya.
"Gue aja kaget. Emang bener, Om Rajendra beda seratus delapan puluh derajat sama lo," ucap Nara. Nara saja kaget sewaktu mengetahui bahwa Rajendra dan Chandra itu ternyata saudara kandung.
"Hm, gue aja sebagai saudaranya heran," ujar Chandra lalu menyuapkan siomay milik Nara kedalam mulutnya.
"Ish! Gue gak mau ya jadi bahan gosipan," kata Nara seraya bersungut-sungut kesal. Ia benar-benar tidak ingin kupingnya panas mendengar omongan orang-orang yang selalu sok tahu tentang kehidupan orang lain.
"Tenang, gue bakal jadi pelindung lo dari gosip itu," ujar Chandra sambil memperagakan seorang prajurit yang siap berperang.
"Alah! Kalau udah sama Winda aja lupa sama gue," gerutu Nara yang dijawab Chandra dengan ringisan bersalah.
"Nah, lagian ya Chan kalau gue lihat-lihat tuh lo gak setulus itu sama Winda. Lo kayak biasa aja kalau sama dia." Nara sungguh ingin berterima kasih kepada Diva karena sudah mengatakan apa yang ingin Nara katakan namun ditahannya.
"Kelihatan jelas ya?" Tanya Chandra sembari meringis.
"Banget, tanya tuh sama Nara!" Ujar Luna lalu menunjuk Nara dengan dagunya.
"Kok gue sih? Gue mana tahu!" Bantah Nara walaupun dalam hatinya berdebar. Berdebar menunggu jawaban dari Chandra.
Chandra menghela nafasnya. "Ya mau gimana lagi, orang yang gue suka aja gak peka. Niat pengen buat doi cemburu, eh malah masih gak peka aja," ucap Chandra yang pandangannya fokus ke depan.
Orang yang Chandra suka? Siapa? Batin Nara sambil melihat Chandra yang tiba-tiba berubah lesu.
"Jadi Winda cuma jadi alat aja nih?" Tanya Luna menaikkan sebelah alisnya dan memandang Nara dengan geli. Tentu saja Chandra tidak menyadarinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Fall In Love
General FictionFall in love Love And become a lovers Pernahkah kalian mendengar kalimat ini? Love enters a man through his eyes, woman through her ears, kutipan oleh Polish Proverb. Lalu, pernahkah kalian jatuh cinta? Jika iya, apa yang pertama kali membuatmu jatu...