81. Its Really Hurt

1.3K 84 8
                                    

Nara berjalan pelan menuju kamar Chandra, proses operasi pemasangan pen pada tulang femur Chandra sudah berjalan dengan lancar. Pemasangan pen di tulang femur Chandra hanya membutuhkan waktu kurang dari dua jam saja, setelah itu baru Chandra kembali di rontgen. Nara dan Luna pergi ke kantin terlebih dahulu untuk mengisi perut.

"Lo udah ngomong ke Mas Rajen?" Luna menyenggol lengan Nara yang diam menunggu lift.

"Belum, waktunya gak pas." Jawab Nara sembari menghela nafasnya. Nara bahkan belum berbicara dengan Rajendra, walaupun Nara tahu jika Rajendra selalu berdiri di belakangnya dan duduk di sebelahnya. Dengan jarak sedekat itu tapi mereka tertelan keheningan.

"Nunggu waktu yang pas itu kapan? Lo sadar gak sih Mas Rajen ngelihatin lo terus?" Luna berdecak.

"Sadar. Nanti dulu deh Lun, gue pusing banget." Nara lalu masuk ke dalam lift, segera menuju ke ruang perawatan Chandra.

"Terus mukanya pucat abis, lo yakin dia oke?"

"Ya saudaranya kecelakaan siapa yang gak pucat?" Nara mengernyit heran, bagaimana pun mereka tetap punya aliran darah yang sama. Jelas Rajendra juga merasakan khawatir, iya kan?

"Terserahlah Nar," Luna kembali mendengus dan bersendekap. Nara pun memilih diam.

Mereka berjalan menuju kamar Chandra dengan sesekali Luna yang menyenggoli lengan Nara membuat Nara mendelik sebal. Lalu saat akan membuka pintu, Nara terdiam setelah mendengar perkataan Tante Kirana.

"Dam, kamu pulang aja ya. Kok mama takut kamu ikutan dirawat," ujar Tante Kirana dengan nada khawatir. Nara memilih diam dan memberi kode Luna untuk diam juga.

"Adam oke," jawab Rajendra dengan suara serak.

"Ya udah kamu tiduran aja sana."

"Nanti, Adam mau lihat Nara dulu. Nara lama sekali," ujar Rajendra dengan suaranya yang serak. Nara diam di tempatnya dan berbagi pandangan dengan Luna. Luna menatap Nara seolah menatap tersangka pembunuhan.

"Ya elah Kak, Nara kalau makan emang lama. Sebentar lagi juga balik," Chandra menyaut dengan nada biasa saja seolah tidak barusaja di operasi.

Bersamaan dengan itu, Nara membuka pintu kamar dan membuat Rajendra segera menatapnya. Lalu yang terjadi selanjutnya adalah diam, Rajendra diam. Dan Nara juga tidak tahu akan melakukan apa.

Dan kemudian Ale serta Vero yang sudah berganti pakaian menjadi pakaian formal datang ke kamar Chandra dengan sekeranjang buah-buahan.

"Aduh gak usah repot-repot," ujar Kirana menerima buah dari Vero.

"Buat bocil. Ada banyak anggur di sana tan, kata Ale bocil suka anggur." Ucap Vero lalu pandangan Vero beralih pada Chandra. "Gimana? Anestesi spinal kan?" Tanyanya kemudian mengambil duduk di sebelah Luna begitupun Ale.

"Heum, dingin banget di dalam. Ngeri gue dengernya," Chandra bergidik mengingat jika dia mengingat bagaimana proses operasi di dalam.

"Makanya jangan kebut-kebut," Ale menimpali, Chandra mendengus namun tidak menjawab seperti biasa.

"Gue pelan tapi emang yang nabrak aja ngebut, mana bisa ngehindar. Btw, mama pulang aja deh biar aku dijaga Nara." Lalu Chandra menatap Nara yang memperhatikan percakapan mereka dengan tenang.

"Loh kok gue?" Nara menunjuk dirinya sendiri dengan terkejut.

"Mama jaga di sini aja. Lagian tidur di sini nyaman," Kirana berusaha memberikan opsi lain pada Chandra. Kedua anaknya sedang tidak baik-baik saja dan membawa Nara dalam keadaan ini sungguh tidak bisa dibiarkan.

Chandra menggelengkan kepalanya menolak, "Mama sudah tua lebih baik tidur di rumah. Lagian, aku jatuh juga karena mau ketemu Nara jadi gak papa dong kalau Nara yang jaga?" Chandra memberikan senyumannya pada Nara dan mengisyaratkan agar Nara tidak menolak. "Oh, Kak Adam, Kak Vero, Kak Ale, dan Luna pulang aja. Lagipula gue udah nyuruh Aria jemput Luna."

Fall In LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang