Kecanggungan menyelimuti Nara dan Rajendra. Nara sangat tidak menyangka akan terjadi kejadian seperti itu. Apalagi ini Rajendra menciumnya, iya Rajendra mencium Nara di pipi. Walaupun di pipi, ciuman tetaplah ciuman. Nara sebagai wanita pun tidak terima diperlakukan seperti ini apalagi ini ciuman pertama Nara direbut oleh orang seperti Rajendra pula.
"Om jahat banget ya? Aku tau kalau aku cerewet nyebelin, tapi bisa kan gak usah cium cium supaya aku gak cerewet lagi? Ini first kiss aku om, ayo balikin!" Rancau Nara sambil menangis keras dan memegangi pipinya yang sudah tidak suci lagi karena ciuman—salah, karena kecupan Rajendra.
Rajendra dibuat kelabakan sendiri akibat tangis Nara. Ia tidak biasa menenangkan orang yang sedang menangis seperti Nara sebelumnya. Ia tidak berpengalaman soal wanita. Karena tidak tau cara untuk menenangkan Nara, ia memilih caranya sendiri. Ia yakin Nara pasti akan langsung diam.
"Diem. Gak usah nangis. Berisik," bentak Rajendra pada Nara. Tebakan Rajendra pun meleset jauh, bukannya berhenti menangis Nara tambah mengeraskan suara tangisnya. Ia kaget karena Rajendra membentaknya bukannya menenangkan.
Rajendra yang mendengar tangis Nara yang semakin keras pun dibuat pusing tujuh keliling, sekarang ia memikirkan bagaimana cara agar Nara berhenti menangis karena tangisan Nara itu seperti suara tikus terjepit yang mengganggu pendengarannya. Sungguh, Rajendra jujur tentang itu.
"Om jahat jahat jahat, pokoknya aku mau pipiku balik perawan lagi," teriak Nara sambil memukul-mukul lengan Rajendra yang sekeras batu.
Belum selesai dengan tangisan Nara, Rajendra harus kembali dibuat bersabar ketika mendengar pintu jendelanya diketuk oleh seseorang dari luar. Rajendra pun menyuruh Nara untuk diam, Nara menurut karena ia juga penasaran dengan siapa yang mengetuk kaca mobil milik Rajendra.
Rajendra lantas membuka kaca jendela mobilnya. Setelah dibuka ia dibuat tercengang dengan penampakan seorang wanita paruh baya berbadan besar dengan masker putih diwajahnya dan jangan lupakan puluhan rol yang terpasang di rambut pendeknya tengah menatap tajam dan berkacak pinggang terhadapnya. Tetapi setelah beberapa saat, tatapan wanita itu berubah menjadi tatapan penuh kekaguman.
Masalah lagi, pikir Rajendra dalam hati. Karena ia punya feeling buruk tentang ini.
"Ada apa ya Bu?" tanyanya dengan sopan tetapi masih mempertahankan ekspresi datar.
"Nara, kamu apakan Nara sampai dia menangis?" tanya wanita itu sambil menunjuk Nara yang berada dibelakang Rajendra.
"Aduh-aduh Sis ini gak seperti yang Sis lihat, om ini gak ngapa-ngapain aku kok. Tadi itu main drama, ya kan om?" Tanya Nara pada Rajendra sambil mengerlingkan matanya berharap kodenya ditangkap dengan baik oleh Rajendra.
"Drama? Kenapa mata kamu? Kelilipan?" tanya Rajendra heran. Rajendra yang memang punya kepekaan rendah tidak mengerti kode yang diberikan Nara padanya.
Nara pun menepuk jidatnya tanda tak habis pikir kenapa Rajendra punya kepekaan dibawah rata-rata. Dia berniat membela diri kepada wanita yang dipanggil 'Sis' olehnya itu, tetapi sudah didahului oleh si Sis itu.
"Kalian berdua masuk ke dalam, kita bicarakan di dalam!" perintah Sis yang diketahui sebagai pemilik kost itu.
Nara tampak tidak setuju dengan perintah Sis, ia akan membantah namun mulutnya langsung dibekap oleh Rajendra. Ditatapnya tajam Nara yang akan membuka mulutnya itu.
"Nurut," kata Rajendra tajam.
"Tapi om, ini bakal rumit. Gak usah masuk aja om," kata Nara memelas memohon supaya Rajendra menurut untuk pulang saja.
"Saya gak apa-apain kamu, saya gak takut," kata Rajendra tegas lalu pergi meninggalkan Nara di mobil sendirian.
"Gue yang takut, takut kalau dibilangin si Mama. Bisa bahaya nih kalau sampai ke telinga Mama yang super cerewet itu," gumam Nara, Nara pun memutuskan untuk keluar dari mobil menuju rumah. Saat masuk kedalam, dilihatnya Rajendra sedang duduk dihadapan Sis yang sedang menatapnya kagum tetapi dicoba untuk ditutupi dengan tatapan intimidasi. Rajendra yang ditatap sedemikian rupa pun terlihat santai saja berbeda dengan Nara yang sudah ketar ketir.
"Nara duduk di sini," kata Sis memerintah Nara untuk duduk di kursi sebelahnya. Nara pun menurut.
"Sis bakal telpon Mama kamu kalau kamu dibuat nangis sama laki-laki ini," kata Sis bagaikan petir menyambar Nara.
"Jangan dong Sis, nanti dibeliin Om Jendra make up yang banyak deh," kata Nara membujuk Sis yang langsung mendapat delikan dari Rajendra karena malah menjadikannya tumbal.
"Maaf Nara, Sis gak mau," kata Sis menolak padahal sebenarnya ingin. Sis harus menjaga wibawanya di hadapan Mas Ganteng yang duduk di hadapannya ini. Make up? Aduh, dia bisa beli sendiri tapi membuat berondong tampan terpesona padanya adalah hal lain.
"Sis bisa belanja bareng Om Jendra seharian deh, nanti dibeliin make up yang banyak. Mau kan?" tanya Nara menawarkan lagi. Rajendra tampak akan memprotes, tetapi kakinya langsung diinjak Nara dengan keras.
Sis tampak berpikir dan akhirnya dia menyetujui usulan Nara itu lalu tersenyum lebar dan mengerling pada Rajendra. Kapan lagi dibelanjakan laki-laki muda yang tampannya keterlaluan ini. Rajendra yang melihatnya pun bergidik ngeri. Baru kali ini dia merasakan seluruh tubuhnya merinding tujuh keliling, ingatkan Rajendra untuk kembali membungkam bibir comel perempuan muda di sampingnya.
"Saya pengin bicara sama kamu," kata Rajendra langsung menarik kasar tangan Nara menuju ke teras rumah.
"Lepasin dong om, sakit ishh!" ringis Nara kesakitan, langsung saja Rajendra melepaskan cekalannya.
"Jangan bicara seenaknya," sentak Rajendra lantaran tidak dapat menahan kekesalannya.
"Saya gak bicara seenaknya, om mau dituntut macem-macem?" tantang Nara pada Rajendra membuat emosi Rajendra naik seketika.
"Saya gak mau nurutin kemauan kamu!" sentak Rajendra kembali.
"Yaudah kalau gak mau, aku juga gak maksa kan," balas Nara tak mau disalahkan. Bisa bahaya kalau ibunya tau ia dibuat menangis oleh lelaki.
Rajendra memilih pergi dari sana, Nara yang menyadari Rajendra akan pergi pun memutar otaknya supaya Rajendra memenuhi perkataannya. Bisa bahaya kalau Sis tidak mendapatkan keinginannya, bisa-bisa dia dimarahi seharian penuh. Sis kalau sudah marah itu gak kenal tempat sama waktu. Ah Nara punya ide.
"Aku omongin ke Tante Kirana kalau om udah ngambil ciuman pertama aku," teriak Nara pada Rajendra yang akan membuka mobilnya.
Rajendra yang mendengar ancaman Nara pun menghentikan langkahnya dan membalikkan badan menghadap Nara. Ditatapnya tajam Nara yang memasang senyum meremehkan. Dihampirinya Nara yang masih berdiri di depan teras dengan langkah lebar-lebar. Setelah sampai dihadapan Nara, Rajendra membungkukkan badan mensejajarkan dengan tinggi Nara lalu dibisikkannya sesuatu ke telinga Nara,
"You win, besok minggu jam 8," bisik Rajendra ketelinga Nara lalu melangkah lebar menuju mobilnya dan pergi dari sana.
Senyum Nara langsung mengembang sempurna. Rencananya berhasil sudah. Tak perlu dipaksa Rajendra langsung mau. Sebenarnya ia tidak menyangka bahwa Rajendra akan menuruti langsung ancamannya. Ia harus memberi tau Sis kapan rencana untuk pergi ke mall.
Sedang di dalam mobil Rajendra berpikir, mengapa ia bisa dengan mudah luluh terhadap ancaman Nara padahal dia tipe orang yang tidak mudah luluh dengan orang lain? Dan jangan lupakan setiap ekspresi yang selalu ia tunjukkan jika bersama Nara. Ia selalu menunjukkan banyak ekspresi jika bersama Nara. Tidak seperti Rajendra biasanya. Dan Rajendra sedikit menyukai perubahannya sekarang.
TBC
KAMU SEDANG MEMBACA
Fall In Love
General FictionFall in love Love And become a lovers Pernahkah kalian mendengar kalimat ini? Love enters a man through his eyes, woman through her ears, kutipan oleh Polish Proverb. Lalu, pernahkah kalian jatuh cinta? Jika iya, apa yang pertama kali membuatmu jatu...