1.

19.3K 596 8
                                    

Menikah dengan Adit membuat Maya mau tak mau harus meminta persetujuan Adit untuk sesuatu besar yang akan diambil.

Seperti malam ini, Maya harus rela menahan kantuk nya hanya untuk menunggu Adit pulang dari kantor. Lelaki berstatus suaminya itu selalu pulang lewat tengah malam, entah apa yang ia lakukan dikantor nya selama itu, Maya pun tak tau.

Saat jam sudah menunjukkan setengah satu lewat lima menit tiba tiba pintu utama rumah yang mereka tempati terbuka. Maya yang tadinya sedikit terlelap langsung membuka mata begitu mendengar suara sepatu bergesekan dengan lantai.

"Apa yang kamu lakukan?" Tanya Adit begitu netra nya menangkap sosok istri nya tengah duduk di kursi ruang tamu "kamu menungguku? Mau berperan menjadi istri yang baik?" Imbuhnya.

Maya yang mendengar tuduhan Adit hanya bisa menghembuskan nafas dengan kasar. Ia tak ingin berdebat dengan Adit ditengah malam seperti ini "kamu bisa duduk? Ada yang mau aku bicarakan" Ucap Maya datar.

"Ada apa? Cepat katakan, aku lelah" Jawab Adit sambil mulai mendudukkan dirinya di kursi dihadapan Maya. Lelaki itu membuka paksa dasinya yang sedari tadi sudah longgar.

"Keinginan ku ada di amplop itu?" Kata Maya sambil menyerahkan amplop coklat ke arah Adit.

Adit hanya menatap amplop itu tanpa ada niat untuk membukanya. Dilipat nya kedua lengannya didepan dada lalu menatap Maya dengan tatapan mengintimidasi "surat cerai?" Tanyanya begitu dingin.

"Bukan"

"Jangan mempermainkan aku ya May, aku tak suka" Adit menekankan tiap kata yang ia ucapkan. Lelaki itu sedikit memberi gertakan pada Maya agar tidak mempermainkan dirinya.

"Kamu ingat janjimu saat kamu mengajakku menikah kan?"

"Apa?"

"Kamu akan menuruti satu permintaan ku sebagai balasan aku mau menjadi istrimu"

"Kamu mau apa? Rumah? Mobil? Berlian? Sebutkan, aku akan memenuhi semuanya kecuali perceraian"

Maya meringis mendengar penuturan Adit. Hati kecilnya sakit saat tau dipikiran suaminya itu hanya uang dan uang yang menurutnya membuat hidup seseorang bahagia. Padahal tidak selalu materi akan membawa kebahagiaan, meski tak bisa kita pungkiri bahwa materi juga berperan penting dalam kehidupan manusia.

Wanita itu sadar betul, pernikahan yang dijalaninya dengan Adit tidak seperti pernikahan pernikahan pada umumnya. Mereka menikah hanya untuk formalitas saja.

Bukan cinta yang membuat mereka akhirnya setuju untuk hidup bersama tapi karena belas kasianlah yang akhirnya membuat mereka saling terikat.
Tak ada apapun yang bisa merubah itu meski sudah hampir satu tahun mereka menjalani kehidupan sebagai suami istri.

Mereka hidup di kehidupan yang sama sebelum mereka menikah. Hidup sendiri sendiri tanpa mencampuri urusan masing masing meski tinggal dibawah atap yang sama.

Maya dengan kehidupannya dilantai satu sedangkan Adit dengan kehidupannya dilantai dua. Tak ada interaksi apapun diantara keduanya, kecuali menyangkut orang tua mereka.

"Mau ku ada di amplop itu Dit" Kata Maya sambil menatap amplop yang sedari tak tersentuh oleh Adit.

"Ribet" Caci Adit pelan, namun tak urung tangannya bergerak menggapai amplop yang ada tak jauh darinya.

Dibukanya perlahan amplop tersebut dan mulai dikeluarkannya kertas didalamnya. Matanya menelusuri tiap rentetan huruf yang tercetak diatas lembar putih itu. Dengan seksama ia membaca habis tulisan yang ada dan setelahnya meletakkan sembarangan amplop beserta isinya itu "apa maksud mu?" Tanyanya dingin.

"Kamu sudah baca kan? Jadi kamu pasti tau apa mau ku" Sanggah Maya.

"Kamu ingin membuat masalah baru?"

"Sejak kapan mengadopsi anak menjadi masalah? Bukannya itu malah meringankan masalah orang lain?"

Adit menggeram pelan. Lelaki itu tidak habis pikir dengan apa yang Maya pikirkan. Mungkin benar apa yang Maya katakan bahwa mereka akan meringankan masalah orang lain tapi bukan berarti keputusan itu juga berdampak baik untuk kehidupan mereka kan?

"Aku tak pernah melarang mu untuk membantu orang lain, May. Kamu boleh menghabiskan uang ku untuk itu bahkan, tapi tidak untuk adopsi. Itu akan membuat masalah dikehidupan kita, kamu tau?" Jelas Adit.

"Masalah apa yang kamu maksud? Mama sudah menginginkan cucu dan kita pasti tau kalau kita tidak bisa memenuhi keinginannya, bukan kah ini jalan yang benar, yang bisa kita ambil?"

"Tapi tidak semudah itu May. Mama akan mempertanyakan keputusan kita, mengapa kita memilih mengadopsi anak orang lain ketimbang mencoba menghadirkan anak diantara kita"

"Kamu mau menghamili ku?"

"Pertanyaan bodoh macam apa yang kamu tanyakan itu? Kita sudah sepakat untuk tidak saling menyentuh dan mencampuri urusan masing masing, kau ingat itu kan May?"

Maya tertawa keras mendengar jawaban yang Adit lontarkan. Wanita itu paham betul, bahwa maksud dari ucapan Adit, tak lain dan tak bukan bahwa lelaki itu tidak akan pernah menyentuh Maya apapun yang terjadi "kamu saja tidak mau menyentuh ku, lalu bagaimana aku bisa hamil dan memberi Mama cucu?"

"Aku akan menyentuhmu kalau sudah tak ada wanita lain didunia ini selain kamu" Kata Adit sarkas

"Aku salah mempercayaimu" Ujar Maya sambil mulai berdiri dari tempat duduknya "aku kira kamu tidak akan seperti lelaki diluar sana yang mengingkari janjinya tapi nyatanya kamu sama seperti mereka"

"Jaga ucapanmu, May!" Geram Adit.

"Apa aku salah Dit kalau aku mengatakan itu? Aku bertahan dengan pernikahan ini karena aku memikirkan Mama mu tapi mana timbal balik mu untuk semua waktu yang sudah ku berikan? Hanya menuruti satu permintaan ku saja kamu tak bisa, lalu untuk apa aku masih mempertahakan ini semua? Hanya buang buang waktu!"

"Jangan mengancamku, May!"

"Dalam islam, wanita boleh menggugat perceraian lebih dulu Dit"

Adit yang sudah tidak bisa menahan emosinya pun akhirnya berdiri dan mulai mentap Maya dengan kilatan amarah "aku sudah mengatakan tidak akan ada perceraian selama Mama masih hidup!"

"Kalau kamu tidak ingin mendapat panggilan dari kantor urusan agama, cepat tanda tangani apa yang aku mau!"

"Sepertinya kesalahan aku menikahimu" Jawab Adit mulai mendudukkan diri kembali di kursinya tadi.

Di rogoh nya pelan saku kemeja kerjanya. Lalu dengan pena yang biasanya ia gunakan untuk menandatangani berkas berkas pekerjaan, ia membubuhkan tanda tangannya dikertas paling belakang yang tadi Maya sodorkan "aku menandatangani nya, bukan karena aku menyetujui apa yang kamu lakukan. Tapi aku hanya tidak ingin Mama sakit lagi"

"Oke. Terima kasih Dit" Ucap Maya sambil mulai membereskan berkas berkas tersebut.

"Urusi urusanmu sendiri, termasuk memberi penjelasan pada Mama" Adit mulai beranjak dari hadapan Maya.

"Aku akan mengatakan pada Mama kalau aku mandul. Jadi kamu tidak perlu memusingkan apapun. Hanya perlu tanda tangan dan semuanya akan aku urus dengan pengacara ku"

Lelaki itu akhirnya menyerah dengan apa yang Maya inginkan. Toh memang tidak ada salahnya membuat kebahagiaan baru untuk Mamanya, meski tak bisa Adit pungkiri bahwa ia ragu untuk melakukan semua ini.

"Dit, aku juga minta ijin memberikan nama belakang mu untuk bayi ini nanti" Permintaan Maya sempat membuat Adit menghentikan langkahnya. Lelaki itu mendengus pelan akibat permintaan tambahan istrinya, akan tetapi tak ada yang bisa ia perbuat selain menyetujui apa yang Maya mau.

"Terserah"

.
.
.

15102022

Cerita baru yang bakalan gantiin Wajah Lain Bahagia ya gess..
Cek ombak dulu, kalau suka akan makthor lanjut...
Jangan lupa komen dan bintangnya ya 💙

Bukan Drama Korea Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang