83

2.4K 231 26
                                    

"Ada meeting pagi Mas?" Tanya Bu Jihan begitu melihat Adit keluar dari kamarnya tepat pukul enam pagi. Dengan setelan jas merk ternama, Adit terlihat lebih gagah berkali-kali lipat, belum lagi pemilihan warnanya yang hitam membuat kharisma Adit menyeruak keluar.

Langkahnya yang mulai mendekat ke meja makan, membuat Bu Jihan menatap anak sulungnya itu penuh tanda tanya "doain ya Ma... Mas mau menghadapi kenyataan" Ucap Adit penuh penekanan.

Bu Jihan yang memang sudah paham apa yang Adit maksud, menganggukkan kepala beberapa kali lalu merentangkan tangannya untuk membawa masuk Adit ke dalam pelukannya. Beliau bisa melihat dengan jelas kali ini, bahwa Adit nya sudah kembali ke setelan awal.

"Doa Mama gak pernah putus buat anak-anak Mama dan cucu-cucu Mama. Mas jangan khawatirkan apapun, jalani aja, semua pasti akan baik-baik saja" Ucap Bu Jihan sambil mengelus punggung Adit yang lebar.

Bukan semangat yang Bu Jihan tularkan yang membuat Adit sedikit terkejut. Penyebutan 'cucu-cucu' jelas menjadi perhatian sendiri bagi Adit. Anak biologisnya dengan Maya hanya tinggal satu, harusnya apabila Bu Jihan belum bisa menerima keberadaan Arion, beliau bisa saja menyebut nama Hawa ketimbang, diganti dengan 'cucu-cucu'. Jelas, hal itu membuat Adit menerka bahwa sang Mama sudah mau mengakui Arion sebagai cucu beliau juga.

"Ma..." Panggil Adit lirih di samping telinga Bu Jihan "Mama sudah menerima Arion?" Imbuh Adit.

Dilepaskan pautan keduanya, lalu Bu Jihan menatap anak sulungnya itu dengan senyum lebar "Mama gak pernah, gak menerima Arion jadi cucu Mama. Mama hanya butuh waktu, apalagi Mama tahu keberadaannya di dunia ini bukan salah nya"

Bukannya membahas tentang Arion seperti topik yang di angkatnya, Adit yang ada malah memeluk sang Mama dan mengucapkan permintaan maaf berkali-kali dan menyesal tidak pernah bisa menjadi anak yang baik sampai usianya sudah berkepala empat.

"Ada apa nih, pagi-pagi pelukan kayak teletubbies?" Ledek Zara ketika mendapati kakaknya sedang asik memeluk ibu nya di dekat meja makan.

Adit terbahak mendengar ejekan Zara, yang seakan tidak terima ibu nya sedang di monopoli oleh kakaknya sendiri "iri ya? Kasian, mau di peluk juga gak? Eh tapi gak mau deh, meluk cewek jomblo gitu" Ejek Adit tak kalah heboh.

Zara seketika itu langsung menekuk wajahnya sambil mengadu ke Bu Jihan "Ma... Mas Adit loh, jahat sama Zara... Usir aja dari rumah"

"Emang Mas habis ini gak akan tinggal disini, weeekkk" Olok Adit semakin menjadi-jadi.

"Ma... Kok Mama diem aja? Cuma senyum-senyum lagi. Ini anak cantiknya di jahatin loh"

Tawa Bu Jihan meledak begitu melihat wajah nelangsa Zara. Pagi itu keadaan rumah beliau kembali seperti semula. Celotehan, celotehan tak penting kembali membahana, menggantikan kabut hitam yang menutupi langitnha selama sepuluh tahun ini.

"Mama cariin yuk calonnya. Mas Adit pasti punya banyak kenalan, mau gak?" Ujar Bu Jihan masih dengan full senyum.

Mata Zara melotot sempurna saat Bu Jihan malah mengiyakan ide gila sang kakak "Zara bisa nyarik sendiri. Emang Mas Adit yang nikah aja harus Mama turun tangan dulu? Atau jangan-jangan anak Mama itu dulunya belok Ma makanya..."

"Husss... Ngawur kamu, Ra. Ada Arion, Adam, Hawa itu kurang cukup?"

"Gak ada bukti, ya hoax"

Meledak lah tawa Adit dan Bu Jihan mendengar ucapan Zara. Membuat mood Adit yang tadinya melow menguap tak tersisa, menyisakan detak jantung yang semakin berdetak kencang kala sang papa, Pak Andika kembali menanyakan tempat tujuannya pagi ini.

"Adit pamit, Pa, Ma... Doakan ya" Ucap Adit sebelum masuk ke dalam mobil untuk bertandang menemui Maya dan Hawa pagi ini.

Hampir satu jam lebih Adit mengemudikan mobilnya dengan gusar. AC mobil yang menyala sedari tadi sepertinya tidak membantu nya menghalau rasa panas akibat kepanikan yang menyerangnya. Terlebih saat mobilnya masuk kedalam halaman villa tempat Maya dan Hawa tinggal.

Bukan Drama Korea Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang